Wabah Covid-19 yang berlangsung satu tahun lebih ini menyasar semua sendi kehidupan manusia. Akibat yang demikian, seluruh denyut nadi aktivitas manusia kalau tidak terhenti akan terganggu oleh wabah ini. Wabah yang ada tidak hanya mengganggu kehidupan ummat manusia namun juga merugikan bahkan menyengsarakan.
Pasti semua ummat manusia di dunia berharap agar wabah segera dikendalikan dan teratasi sehingga kehidupan bisa berlangsung seperti ketika virus itu belum merajalela. Berbagai upaya dilakukan agar ummat manusia bisa kebal dan terhindar dari penularan.
Setiap Agustus, bangsa Indonesia disibukan dengan berbagai prosesi kebangsaan dan kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUTRI) yang jatuh pada 17 Agustus. Prosesi yang dilakukan mulai dari rakyat hingga presiden ini mengalami nasib yang sama seperti sendi-sendi kehidupan lainnya akibat wabah Covid-19. Wabah yang ada menghentikan atau mengurangi kemeriahan proses-proses peringatan HUTRI.
Sebelum Covid-19 merajalela, di berbagai tempat, dari perkampungan hingga metropolitan, dari kawasan kumuh hingga elit, menjelang atau selepas puncak HUTRI yang jatuh pada 17 Agustus, dilakukan berbagai macam lomba, karnaval, dan prosesi-prosesi lainnya, seperti memanjatkan doa dan syukur. Mereka dengan sukarela urunan untuk mempersiapkan acara-acara memeriahkan peringatan HUTRI. Ada yang memoles jalan-jalan di lingkungan menjadi jalur-jalur pacu, membeli pohon pinang, dan benda-benda yang diperlukan untuk kegiatan lomba.
Setiap HUTRI biasa di Kali Malang, Jakarta, digelar berbagai lomba ketangkasan dan kemahiran seperti meniti jalan berupa batangan kayu yang licin. Hal demikian banyak dilakukan di berbagai tempat namun yang unik di Kali Malang adalah, lomba itu diadakan di atas sungai dan pinggir jalan besar. Pastinya hal demikian memancing orang untuk berduyun-duyun menonton. Tradisi rutin itu seolah-olah menjadi magnet bagi masyarakat luntuk datang ke sana, setiap Agustus, menonton perlombaan yang suasananya penuh gelak tawa. Bila itu dikelola secara lebih bagus tentu akan menjadi branding tersendiri bagi pariwisata di Jakarta.
Namun sebab wabah yang melanda, kegiatan lomba yang rutin digelar di Kali Malang itu ditiadakan. Ditiadakan dengan tujuan mencegah kerumunan agar tidak terjadi penularan Covid-19. Pasti kegiatan-kegiatan serupa di manapun tempatnya, perlombaan seperti yang demikian dilarang atau dibatasi selama semua belum merasa aman dan nyaman dari penularan wabah.
Hal demikian pastinya mengimbas pada para pedagang yang menjual umbul-umbul, bendera, dan spanduk merah-putih. Para pedagang yang biasanya laku keras menjual berbagai macam ukuran dan bentuk bendera Indonesia, akan mendulang untung namun karena berbagai macam lomba dan kegiatan ditiadakan atau diminimalkan maka mendapat untung hanya impian. Kalaupun di jalan-jalan dan gang-gang banyak yang memasang umbul-umbul, bendera, atau spanduk merah-putih, itu merupakan piranti yang sudah dibeli beberapa tahun yang lalu.
Pun demikian penjual pohon pinang yang biasanya di awal Agustus sudah menggelar dagangannya namun lomba-lomba dilarang maka pelaku usaha pohong pinang itu tidak menyediakan sehingga roda perekonomian terhenti di sana.
Wabah yang melanda itu tidak hanya mengganggu prosesi-prosesi acara memeriahkan HUTRI di tengah masyarakat. Dalam prosesi-prosesi upacara detik-detik HUTRI pada 17 Agustus, berupa upacara bendera, pelaksanaannya pun juga mengalami hal yang sama. Pasukan pengibar bendera, baik paskibra maupun paskibraka, mengalami penyesuaian untuk menghindari kerumunan.
Wabah Covid-19 memang menyakitkan sehingga ia juga menghambat atau meniadakan perekrutan-perekrutan generasi muda bangsa yang mempunyai prestasi serta tubuh dan jiwa yang sehat dan ideal.
Tak hanya itu, pada 16 Agustus, lembaga perwakilan rakyat, baik MPR, DPR, maupun DPD menggelar sidang tahunan. Sidang-sidang itu merupakan sidang yang bisa dikatakan sidang kenegaraan sehingga semua anggota perwakilan rakyat itu diwajibkan hadir. Sidang yang ada juga terkadang digunakan oleh para wakil rakyat untuk mengekspresikan diri, seperti lewat pakaian.
Sebab wabah Covid-19, prosesi sidang yang ada diubah formatnya. Sidang-sidang terpaksa digelar secara hybrid, gabungan, antara daring dan luring. Pembatasan jumlah wakil rakyat yang hadir di Gedung Nusantara, Komplek Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, membuat penyelenggaraan sidang menjadi lengang. Mereka diwakili oleh utusan-utusan fraksi dan daerah. Sementara yang lain mengikuti lewat daring.
Adanya pembatasan tentu membuat suasana sidang lebih terasa aman dari kerumunan namun tidak lengkapnya anggota membuat sidang yang ada tidak dinamis. Biasanya selepas sidang, para wakil rakyat itu mengeluarkan statement-statement kritikan atau pembelaan kepada pemerintah secara langsung kepada wartawan yang siap menunggu di area Gedung MPR/DPR. Sebab jumlah anggota yang hadir terbatas maka pilihan wartawan untuk mencari narasumber pun menjadi terbatas. Akibatnya, berita yang tersaji pun bisa menjadi melandai.
Sepi, senyap, atau tidak semeriah sebelum wabah Covid-19, membuat HUTRI pada tahun 2021 ini akan mengulang pada HUTRI Tahun 2020. Dalam wabah Covid-19, banyak pakar kesehatan mengatakan tidak tahu kapan wabah akan berakhir. Nah apakah tahun depan dan tahun-tahun selanjutnya peringatan HUTRI akan tetap berlangsung seperti ini? Semoga tidak, berharap wabah ini bisa terkendali sehingga kemeriahan HUTRI akan seperti dahulu, di mana rakyat dengan suka rela dan tanpa paksaan mengucapkan kata, 'merdeka'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H