Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pencitraan Menjelang Pilkada

19 September 2020   17:10 Diperbarui: 19 September 2020   17:13 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat tahapan pendaftaran calon kepala daerah untuk Pilkada 2020 di KPUD, 4 hingga 6 September 2020, kita lihat berbagai atraksi yang ditampilkan oleh para calon kepala daerah. 

Mereka ke Kantor KPUD ada yang naik sepeda, naik kuda, berjalan kaki, naik becak, atau sarana transportasi rakyat lainnya. Tak hanya itu, mereka juga mengenakan berbagai macam baju. Ada yang menggunakan baju daerah, baju putih, baju agamis, dan aneka rupa aksesoris lainnya.

Mereka datang ke KPUD tidak sendiri. Ratusan hingga ribuan pendukung, mengiringi dengan berbagai macam atraksi seperti kesenian daerah, iring-iringan sepeda, becak, motor, bahkan mobil. Hal demikian membuat seolah-olah bukan lagi mengantar calon kepala daerah mendaftarkan diri ke KPUD namun sudah terbilang karnaval atau arak-arak seni dan budaya.

Mereka melakukan hal yang demikian, punya pamrih, motiv, dan tujuan. Pamrihnya adalah, pertama, calon kepala daerah yang datang ke Kantor KPUD dengan jalan kaki, naik sepeda, becak, atau sarana transportasi umum lainnya untuk menunjukan bahwa ia sederhana dan merakyat. Kesan sederhana dan merakyat merupakan kesan yang paling manjur dalam membangun citra. 

Dengan mencitrakan diri seperti itu, menunjukan ia adalah sosok yang dekat dengan rakyat. Bila sudah terkesan demikian maka anggapan dari masyarakat adalah kelak bila ia menjadi pemimpin daerah, kebijakannya akan pro rakyat dan mendukung kaum lemah.

Di sinilah calon kepala daerah menggunakan tanda-tanda yang menunjukan kesederhanaan dengan tujuan agar mereka mendapat dukungan, simpati, dan empat dari masyarakat yang mayoritas masih mengalami nasib belum sejahtera.

Kesan dengan sosok yang kaya raya, mewah, dan borjuis, pastinya tidak dikenakan oleh calon kepala daerah saat mendaftarkan diri ke KPUD meski sebenarnya mayoritas calon kepala daerah adalah dari golongan orang kaya, mewah, sugih, dan pengusaha. 

Kesan seperti itu sejak jaman cerita negeri dongeng hingga saat ini merupakan kesan yang berlawanan dengan cerita kesederhanaan, merakyat, dan kemiskinan. 

Meski calon kepala daerah bisa saja saat mendaftarkan diri menggunakan mobil-mobil mewah yang dimiliki, seperti BMW, Mercedes, Jaguar, Porsche, dan yang lainnya, pastinya mobil-mobil itu tidak akan digunakan. Sementara tanda-tanda kemewahan yang ada disimpan dahulu.

Kedua, mereka datang ke KPUD tidak datang sendiri. Di belakang mereka ada ratusan hingga ribuan orang yang mengiringi. Adanya iring-iringan yang panjang dan mem-bludag dari pendukungnya tidak ada aturan dalam Pilkada bila sang calon kepala daerah hendak mendaftarakan diri. 

Namun para calon kepala daerah tetap melakukan hal yang demikian untuk menunjukan diri, show force, bahwa mereka benar-benar mempunyai dukungan yang nyata dari partai politik dan rakyat. Mereka mencitrakan diri telah didukung banyak orang.

Mengiringi mereka datang KPUD, pastinya memerlukan biaya. Massa yang datang untuk ikut mengantar pastinya butuh makan dan uang transport, belum lagi bila mengenakan kaos yang seragam. 

Pastinya hal demikian sudah dipikirkan dan dianggarkan oleh tim pemenangan calon kepala daerah. Biaya akan lebih membengkak bila ada atraksi daerah yang melibatkan puluhan seniman.

Ketiga, para calon kepala daerah, biasanya di saat-saat proses pendaftaran akan mengeluarkan komentar-komentar tentang visi dan misi mereka. Kata yang sering diungkapkan oleh para calon kepala daerah menjelang Pilkada adalah, berpihak kepada rakyat, membantu usaha kecil dan menengah, sekolah gratis, bantuan sembako, tidak akan melakukan penggusuran, dan janji-janji manis lainnya. Bahkan ada calon kepala daerah dari petahana yang mengatakan, "saya tidak akan menggunakan fasilitas negara selama kampanye".

Janji, visi, dan misi, memang bebas dilakukan oleh para calon kepala daerah. Tidak ada batasan dalam mengobral janji. Menjanjikan membagibagikan rumah pun tidak dilarang. Ada pula yang menjanjikan uang bagi pengangguran juga pernah.

Menanggapi yang demikian, apa yang perlu dilakukan oleh masyarakat? Pastinya masyarakat dalam mensikapi Pilkada harus tetap waspada, hati-hati, dan tidak terburu-buru menyatakan atau mengiyakan dukungan kepada salah satu calon hanya karena gemerlap wujud. 

Mulai dari proses pendaftaran hingga nanti menjelang coblosan, 9 Desember 2020, akan banyak janji dan bukti konkret jangka pendek (money politic dan sembako) ber-sliweran. Hal-hal yang demikian akan menggangu idealis kita dalam memilih kepala daerah yang benar-benar bisa kita harapkan.

Pastinya para calon kepala daerah saat ini membangun citra habis-habisan agar dirinya terkesan berada pada pihak rakyat kecil serta siap membela dan membantu mereka. 

Semua dilakukan agar dukungan mengalir kepadanya. Namun ketika kemenangan sudah diraih, apa yang sebelumnya dijanjikan, divisimisikan, bisa berubah.

Berubah sebab apa yang dihadapi oleh mereka yang memenangi Pilkada sudah lain lagi. Di depan mata yang dihadapi bukan lagi massa pemilih namun di depan mata mereka yang harus segera diurus adalah modal yang sudah dikeluarkan, utang, mensejehterakan partai politik dan ormas besar, serta hubungan dengan pemerintah pusat.

Calon kepala daerah maju dalam Pilkada pastinya mereka berbiaya besar. Tak heran dari sini para calon kepala daerah banyak dari kalangan pengusaha. Duit mereka dari usahanya digunakan habis-habisan untuk membiayai pencalonan dirinya. Uang yang sudah dikeluarkan mempunyai kemungkinan kembali bila memenangi Pilkada. Bila tidak, ya sudah, lupakan saja uang yang sudah menguap.

Bila tidak menggunakan uang pribadi, para calon kepala daerah bisa menggalang dukungan dari para pengusaha, baik pengusaha lokal maupun nasional. Namun dukungan dari mereka tidak gratis. 

Bila memenangi Pilkada, imbalan dari dukungan itu berupa pemberian proyek. Entah proyek infrastruktur atau pemberian hak pengelolaan sumber daya alam yang ada.

Agar proses pemerintahan berjalan mulus dan tidak bergaduh dengan DPRD, kepala daerah pun harus memikirkan kesejahteraan partai politik yang ada. Dari sinilah kongkalikong antara kepala daerah dan legislatif terjadi. 

Tak hanya itu, dukungan di luar DPRD supaya pemerintahan dan wilayahnya bisa stabil, kepala daerah juga harus memikirkan bantuan yang rutin kepada ormas-ormas besar yang ada di wilayahnya. Ini dilakukan agar tidak terjadi suara-suara yang tidak mengenakkan di telinga pak bupati, pak walikota, dan pak gubernur.

Masalah yang dihadapi oleh kepala daerahnya, saat ini tidak hanya urusan lokal. Dengan pemerintah pusat, sekarang kepala daerah kerap berurusan. Bila tidak mengiyakan atau menuruti pemerintah pusat maka keberlangsungan jalannya pemerintah daerah bisa terganggu. Bantuan-bantuan yang ada bisa di-stop. 

Biasanya masalah yang dihadapi oleh kepala daerah dengan pemerintah pusat adalah problem dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Kejaksaan, dan tidak menutup dengan kementerian lainnya. 

Masalah tersebut akan menjadi lebih gawat bila menteri-menteri itu mempunyai motif politik. Puncak dari problem itu biasanya kepala daerah berubah haluan menjadi kader politik partai besar, membelot dari partai asal atau pengusungnya.

Dari sinilah masyarakat perlu kehatihatian dalam memilih calon kepala daerah. Hindari calon kepala daerah yang mempunyai potensi melupakan rakyat bila telah terpilih. Untuk itu jangan terpancing dengan pencitraan dalam Pilkada. Jangan hanya karena ia naik becak, sepeda, atau jalan kaki ke KPUD, lalu kita mendukung mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun