Rencana memulangkan kembali 600 WNI eks ISIS menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat dan pemerintah. Baik yang pro maupun kontra mereka memiliki alasan yang bisa diterima. Bagi yang tidak setuju WNI eks ISIS kembali ke tanah air sebab dirasa mereka telah melakukan tindakan-tindakan yang dirasa menggugurkan kewarganegaraan sendiri dengan membakar passport yang dimiliki, ikut bergabung dengan kelompok bersenjata, dan yang paling dirasa mengkhawatirkan mereka telah terpapar radikalisme sehingga bisa 'menular' ke masyarakat yang lain bila kembali ke tanah air.
Bagi yang tetap membuka pintu bagi para WNI eks ISIS sebab mereka dianggap sejatinya adalah warga negara Indonesia. Dengan alasan kemanusiaan, WNI eks ISIS terutama kaum ibu dan anak-anak perlu diselamatkan.
Hadirnya gerakan ISIS, dengan propaganda mendirikan negara Islam di Kawasan Timur Tengah, memancing sebagaian ummat Islam dari berbagai negara untuk ikut bergabung, tidak hanya kaum pria namun juga perempuan. ISIS mampu merekrut anggota dari berbagai negara tidak hanya menawarkan ideologi namun juga menawarkan ekonomi dan kesejahteraan.
Janji Ideologi dan ekonomi itulah membuat sebagaian ummat Islam merasa terpanggil dan mencoba peruntungan dengan bergabung dengan ISIS. Mereka yang tergabung dalam ISIS tidak hanya dari kalangan masyarakat biasa namun juga ada dari kalangan professional dan orang terdidik.
Dalam perjalanan waktu, gerakan ISIS mampu ditumpas atau dihentikan oleh lawan-lawannya. Sehingga para pengikut ISIS seperti anak ayam kehilangan induknya. Mereka tidak mempunyai tempat bernaung. Akibatnya secara hukum keberadaan mereka tidak jelas sebab ISIS tidak lagi memiliki wilayah. Dan secara ekonomi, ISIS tidak lagi mampu memberi kesejahteraan dan ekonomi karena kantong-kantong minyak yang mereka kuasai telah diambil alih oleh lawan-lawan yang ada.
Dalam posisi yang demikian, para pengikut ISIS dari berbagai negara terlunta-lunta hingga akhirnya menimbulkan masalah kemanusiaan. Hal inilah yang membuat beberapa pihak merasa peduli agar keberadaan mereka diselamatkan. Namun ada rasa kekhawatiran bila mereka kembali ke negara asal, eks ISIS dianggap bisa menularkan pahamnya. Benarkah eks ISIS membahayakan bila pulang kembali ke negara asal? Untuk menyatakan mereka berbahaya atau tidak kita harus hati-hati menyikapinya. Jangan karena faktor benci dan tidak suka kita menolaknya, pun demikian sebaliknya.
Kalau kita lihat ummat Islam di manapun tempatnya bergabung ke ISIS, motif mereka bergabung tidak seragam. Ada yang dilandasi oleh ideologi, ada pula yang dilandasi oleh faktor ekonomi. Bagi mereka yang bergabung dengan alasan ideologi, mereka tidak peduli dengan masalah ekonomi. Mereka ke lokasi-lokasi penampungan ISIS berangkat sendiri dengan biaya sendiri. Paling penting bagi mereka adalah, cita-cita ISIS tercapai. Kuatnya motif inilah yang membuat mereka menganggap semua ideologi dan cita-cita di luar ISIS dianggap haram.
Sementara mereka yang bergabung dengan ISIS karena factor ekonomi, menganggap apa itu tujuan ISIS tidak begitu penting. Paling penting bagi mereka adalah mereka mendapat pekerjaan yang dijanjikan ISIS. Tak heran dari sini orang yang bergabung dengan ISIS adalah orang yang professional, seperti ahli perminyakan, tambang, dokter, bahkan pilot. Dari sinilah membuat mereka yang bergabung dengan ISIS tak semuanya adalah kombatan.
Dengan melihat fakta-fakta di atas sebenarnya kita bisa memilah milah pada WNI eks ISIS yang berbahaya dan mana yang tidak. Sebenarnya bila kita mau serius semuanya bisa dibina, kan kita memiliki Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Salah satu tugas dari badan ini adalah melakukan deradikalisasi. Nah, sesuai dengan tugasnya maka badan itu harus mampu membina para WNI eks ISIS. Bila badan ini mampu meluruhkan nilai-nilai radikal yang ada di otak para WNI eks ISIS maka BNPT sukses dalam melakukan deradikalisasi, di samping juga sukses menumpas teroris dengan penggunaan senjata.
Namun bila kemauan pemerintah menolak kepulangan WNI eks ISIS, jangan sampai mereka semua ditolak. Kita pilah-pilah mana yang berbahaya dan mana yang tidak. Ok ditolak namun bagi mereka yang bergabung dengan ISIS dengan alasan ideologis tetapi bagi mereka karena alasan ekonomi, mencari pekerjaan, itu yang perlu dipertimbangkan untuk bisa kembali ke tanah air. Bila di dalam negeri ada pekerjaan dan sejahtera, pastinya mereka tidak akan mencari pekerjaan kepada ISIS. Jadi di sini ada faktor ketidakmampuan pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan sehingga banyak orang bergabung dengan organisasi terlarang atau perbuatan melanggar hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H