Setiap Hari Raya Lebaran, jutaan masyarakat melakukan migrasi secara serentak dari satu tempat ke kampung halaman masing-masing untuk bersua dengan orangtua, saudara, dan tetangga. Akibat yang demikian membuat pemerintah harus bekerja keras melayani pemudik dalam bepergian ke tempat asal-usulnya itu. Meski usaha pemerintah bisa dikatakan maksimal namun problem arus mudik seperti kemacetan, kekurangan sarana transportasi, serta masalah lain selalu menghiasi berita di media massa.
Pemerintah dan pihak swasta sebenarnya telah menyediakan sarana transportasi baik itu kereta, bus, kendaraan sewa, pesawat, kapal laut, dan moda transportasi lainnya namun kapasitas yang ada tidak mau mampu menampung semua pemudik. Jumlah pemudik selalu lebih besar daripada kursi yang disediakan. Tak heran bila masyarakat membeli tiket kereta atau bus, jauh-jauh hari sebelum Lebaran tiba agar mendapat kursi. Meski sudah jauh-jauh hari membeli tiket namun masyarakat sering tak memperoleh apa yang diharapkan dengan alasan sudah habis.Â
Sekarang kalau ada kursi yang kosong, itu merupakan kursi pesawat. Masih adanya kursi kosong di pesawat sebab biaya mudik dengan naik angkutan udara itu sangat mahal sehingga masyarakat memilih alternatif angkutan yang lain. Mahalnya tiket pesawat membuat jumlah penumpang pesawat menjadi menurun sehingga menyebabkan tersisanya kursi-kursi meski di saat puncak-puncak kebutuhan bepergian.
Bila kita tidak mensiasati sarana transportasi mudik, tentu keinginan untuk bersilaturahmi dengan orangtua, saudara, teman, dan tetangga di kampung halaman tidak kesampaian. Gagal mudik terjadi karena kita tidak mendapatkan wahana yang bisa menghantar ke tempat tujuan. Bila gagal mudik, maka kita akan menjadi penjaga ibu kota.
Menghadapi gagal mendapat tiket bus, kereta, kapal laut, dan mahalnya tiket pesawat, bila tetap ingin mudik hal demikian bisa disiasati dengan cara mudik ala backpacker. Dalam dunia traveling, sosok yang melakukan perjalanan dengan cara backpacker adalah melakukan bepergian dengan segala cara dengan tujuan untuk menghemat biaya, toh pada dasarnya sampai tujuan dengan selamat dan aman. Cara-cara seperti ini bisa dilakukan bila ingin tetap mudik di tengah habisnya tiket perjalanan.
Kiat mudik cara backpacker adalah, pertama, hitchiking. Istilah dalam bahasa inggris itu mempunyai arti membonceng atau nebeng, kalau diartikan dalam bahasa jawa berarti nunut. Kita ketahui di media massa, koran, televisi, dan berita online, seminggu sebelum Lebaran, ribuan kendaraan roda empat pribadi membanjiri jalan tol.Â
Bila dihitung, kursi-kursi yang ada di kendaraan roda empat pribadi itu jumlahnya mencapai ratusan ribu. Nah, pastinya di kursi-kursi yang ada semua tidak terisi sebab daya angkut mobil pribadi, misalnya 6 orang hanya diisi 4 atau 3 bahkan 2 orang. Nah di sinilah peluang bagi pemudik yang tidak mendapat tiket bisa hitchiking pada mereka yang memiliki kursi kosong.
Tentu untuk melakukan cara seperti ini perlu keberanian pemudik bertanya atau meminta kepada pemilik kendaraan kosong untuk nunut. Tempat untuk mengajukan diri nunut bagi pemudik ala backpacker jangan di tepi jalan seperti joki 3 in 1 namun di rest area atau SPBU. Selain aman juga bisa berkenalan lebih dahulu. Lebih 'ekstrem' lagi dan ini sering terjadi bila berani hitchiking pada kendaraan angkutan barang, seperti truck. Di Malaysia, Eropa, bagian kemudi truck memiliki ruang yang lebar dan lega sehingga para pengemudi sering di-nunuti backpacker.
Tentu saat nunut mempunyai tujuan arah yang sama meski tidak sampai pada titik akhir perjalanan. Syukur-syukur bila pengemudi yang kita tumpangi melintasi kota tujuan sehingga perjalanan akan semakin cepat.
Kedua, perjalanan estafet. Backpacker dalam melakukan perjalanan ke tempat tujuan, mereka sering dengan cara estafet, dari satu titik ke titik yang lain dengan ada jeda (transit). Cara ini dilakukan untuk mensiasati alternatif perjalanan agar lebih murah dan bisa jadi di setiap titik, ada yang perlu dilihat atau dilakukan.
Nah, kalau kita amati, menjelang lebaran, sarana transportasi semacam angkot dan bus jarak pendek tetap beroperasi. Fasilitas seperti ini bisa kita manfaatkan. Misalnya bila hendak ke Semarang, Jawa Tengah, bisa naik angkot atau bus jarak pendek, dengan rute, Jakarta-Bekasi-Karawang-Subang-Indramayu-Cirebon hingga seterusnya sampai titik terakhir yang kita mau. Dengan cara alon-alon asal kelakon itulah secara tak sadar kita melakukan perjalanan mudik.
Ketiga, ketika melakukan perjalanan cara backpacker, tentu kita juga membawa barang seperti yang mereka lakukan, yakni cukup satu tas (rangsel). Cara seperti ini penting dilakukan agar tidak membebani diri kita dan orang yang kita tumpangi. Jadi saat melakukan perjalanan ini jangan sampai membawa barang berlebihan apalagi berkoper-koper. Bila membawa barang terlalu banyak, selain membuat repot diri kita, juga bisa membuat orang yang hendak ditumpangi akan menolak sebab barang-barang itu memakan tempat di kendaraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H