Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pimpinan Daerah Menghilang, Apa Penyebabnya?

1 Februari 2019   08:02 Diperbarui: 1 Februari 2019   08:11 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu, di tengah hiruk pikuk dan kegaduhan politik menjelang Pemilu Presiden 2019, masyarakat dikejutkan oleh berita yang tidak biasa, yakni Wakil Bupati Trenggalek, Nur Arifin, menghilang dari tugasnya. 

Disebut dirinya menghilang sejak tanggal 9 Januari 2019 dan ramai di berita, media online, pada 22 Januari 2019. Selama dirinya tidak berada di kabupaten yang berada di tepi laut selatan Pulau Jawa itu, keberadaan pria yang akrab dipanggil Ipin itu tidak diketahui meski setelah berita mengenai dirinya ramai, ada yang menyebut ia berada di Eropa.

Berita orang hilang sering kita dengar namun ramai pada kasus Ipin sebab ia adalah pejabat di daerah yang pergi tanpa pamit secara resmi atau tak resmi kepada atasannya baik Bupati Trenggalek, Gubernur Jawa Timur, bahkan Menteri Dalam Negeri. 

Akibat tak ada kejelasan kabar tersebut membuat seolah-olah ia dikatakan menghilang dan mengakibatkan semua bingung dan saling bertanya mengenai keberadaannya.

Pergi tanpa ijin juga pernah dilakukan oleh Bupati Talaud, Sulawesi Utara; Sri Wahyuni Manalip. Akibatnya kepergian ke Amerika Serikat tanpa ijin, selain membuat berita di media massa menjadi ramai, juga mengakibatkan si Sri dikenai sanksi oleh Menteri Dalam Negeri.

Mengapa pimpinan daerah sebagai sosok yang mengerti hukum dan terbilang sebagai orang yang berpendidikan, melakukan hal yang demikian, pergi tanpa ijin bahkan sampai menghilang menyembunyikan diri selama berhari-hari. 

Bukankah sebagai pejabat di daerah mereka mempunyai kemudahan dalam masalah perijinan bila dilakukan dengan alasan untuk kepentingan memajukan daerahnya, meski ijinnya terkadang juga dijadikan topeng untuk kepentingan lain.

Para pejabat di daerah mangkir dari tugasnya dan memilih 'traveling' ke Jakarta, Eropa, Amerika Serikat, atau benua dan negara lain, bisa jadi dilandasi oleh beberapa alasan, pertama, pekerjaan atau masalah  yang dihadapi di wilayahnya terlalu berat atau malah tidak ada. 

Bila masalah yang dihadapi terlalu berat atau rumit, seperti daerahnya tidak memiliki apa-apa baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia; atau daerahnya memiliki problem sosial yang tinggi namun anggaran pembangunan daerah cekak; maka hal yang demikian membuat dirinya stress. 

Ketidakmampuan dalam mengelola masalah yang ada di daerah membuat si pejabat merasa tidak mampu menuntaskan problem yang ada. Untuk melepas stress itu membuat mereka akhirnya meninggalkan pekerjaan yang seharus memang tugas dia begitu saja.

Pun demikian bila di daerah itu tidak ada pekerjaan karena wilayahnya luas, jumlah penduduknya sedikit, dan tidak ada problem sosial; maka pejabat daerah tidak terlalu dirisaukan seperti kepala daerah yang jumlah penduduknya melimpah dan problem sosialnya yang tinggi seperti kemiskinan, kriminal, dan pengangguran. 

Tak adanya pekerjaan tersebut membuat pejabat daerah hanya sekadar datang ke kantor pagi dan pulang dari kantor sore. Kondisi yang demikian membuat pejabat di daerah memiliki banyak waktu yang kosong. 

Banyaknya waktu kosong mengakibatkan mereka pada posisi kerja yang tak serius dan sering menggunakan waktu yang ada untuk kepentingan yang lain, entah di daerah sendiri, ke ibu kota provinsi, ke Jakarta, bahkan luar negeri dengan atau tanpa ijin atau alasan.

Tak ada pekerjaan, terutama yang dialami oleh Wakil Bupati atau Wakil Gubernur, bisa jadi wewenang dan tugas yang dimiliki dikebiri oleh Bupati atau Gubernur. Kondisi demikianlah yang membuat Wakil Bupati dan Wakil Gubernur menjadi 'nganggur'. 

Sebab tidak mempunyai pekerjaan maka mereka menggunakan waktu yang ada untuk hal-hal yang lain. Apakah Ipin di Trenggalek tidak mempunyai pekerjaan karena dikebiri? Saya tidak tahu. 

Kedua, Bupati atau Wakil Bupati tidak ijin ketika bepergian, bisa jadi mereka mengetahui prosedur perijinan bepergian meninggalkan daerahnya, entah ke ibu kota provinsi, Jakarta, bahkan luar negeri, dirasa berbelit-belit dan susah dikabulkan. 

Akibat yang demikian membuat mereka menjadi malas untuk mengurusnya. Mereka berpikir, malas ah nanti paling tidak diijinkan. Kondisi yang demikian membuat mereka akhirnya melanggar hukum. Sulitnya ijin berpergian yang diberikan, mungkin mereka sebelumnya sudah sering bepergian atau alasan permohonan ijin yang diajukan tidak kuat atau tak penting.

Seringnya kepala daerah berpergian meninggalkan wilayahnya akibat masih banyak hal yang perlu diselesaikan di luar daerah meski dikatakan sudah otonomi daerah. Dari sinilah maka Bupati dan Wakil Bupati sering dinas ke ibu kota provinsi atau ke Jakarta. 

Sudah menjadi rahasia umum banyak kepala daerah yang setiap minggu pergi ke Jakarta bahkan memilih ngantor di Jakarta dengan alasan untuk melakukan berbagai hal seperti mendapat bantuan, lobby-lobby politik, dan mengurus masalah-masalah lain yang sepertinya juga tak terkait dengan pekerjaan. 

Kerapnya kepala daerah ke Jakara inilah yang membuat mereka memiliki rumah di Jakarta dan sekitarnya. Pastinya rumah yang didiami itu tak sederhana. Hal demikian membuat mereka merasa, o bepergian itu enak ya.

Ketiga, bepergian dengan alasan dinas sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh kepala daerah; Presiden sampai apparatus sipil negara atau pegawai negeri sipil dengan golongan terendah pun pernah melakukan hal seperti itu. 

Sebab selama bepergian, baik uang transport, hotel, dan uang saku, dijamin oleh oleh APBD dan APBN maka membuat dinas luar, sebutan popularnya, menjadi sesuatu yang menyenangkan dan menjadi masukan tambahan di luar gaji bulanan. 

Jadi yang suka bepergian sebenarnya bukan hanya pimpinan daerah, jajaran di bawahnya juga sering melakukan hal yang serupa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun