Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masih Perlukah Kita Mencitrakan Diri?

13 Agustus 2018   11:59 Diperbarui: 13 Agustus 2018   12:44 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.covesia.com

Di tengah lobby-lobby politik menyusun pasangan Capres-Cawapres, kubu Jokowi membuat manuver citra dengan gaya pakaian santai, kasual, saat para sekretaris jenderal (Sekjen) partai politik pendukungnya berkumpul di Komplek Kebun Raya Istana Bogor. 

Dalam pertemuan itu para lelaki yang menjabat Sekjen menggunakan shirt berkerah, jaket, serta sneakers. Dari penampilan yang ada membuat kesan mereka adalah anak muda, gaul, sederhana, rileks, dan meski mengadakan pertemuan politik namun mereka bisa bersikap informal dan santai.

Bila kubu Jokowi dalam sebuah kesempatan tampil seperti itu, maka di pihak Prabowo Subianto, saat mereka mengadakan pertemuan dengan partai pendukungnya, pakaian batik merupakan dresscode yang dikenakan. Menggunakan pakaian seperti ini pastinya menunjukan bahwa mereka menggunakan pakaian dengan motif khas Indonesia.

Menjelang Pemilu Presiden 2019, masing-masing kubu sekarang menggunakan berbagai macam cara untuk mengkampanyekan diri baik secara langsung atau tak langsung dengan tujuan untuk menarik simpati, empati, dan dukungan dari masyarakat. Bila ini terbangun maka tarikan itu diharap menjadi kekuatan suara untuk mendukungnya.

Kampanye resmi tentu belum dimulai apalagi sampai saat ini, belum ada calon resmi Capres maupun Cawapres. Tentu bila ada seseorang atau pasangan sudah mengkampanyekan diri, hal demikian akan melanggar aturan yang ada. 

Untuk memanfaatkan waktu yang ada maka mereka menggunakan cara lain untuk mengkampanyekan diri. Kampanye yang dilakukan pastinya bukan "pilih saya'', "saya akan melakukan ini dan itu bila menjadi Presiden", tetapi dalam bentuk hal-hal yang sifatnya bisa menarik perhatian masyarakat seperti kesederhanaan, muda, religius, suka bekerja, dekat dengan masyarakat, dan lain sebagainya.

Dari sinilah maka saat ini Capres, Cawapres, pendukungnya bahkan Caleg tampil dalam gaya seperti itu yakni sederhana, muda, suka bekerja, dekat dengan masyarakat, dan religius. 

Dengan gaya seperti ini maka diharapkan akan muncul kesan bahwa mereka orang yang tidak angkuh, sibuk, formal, dan sombong, sebuah kesan yang selama ini sering melekat pada pejabat negara, politisi, dan wakil rakyat.

Mereka berkamuflase atau berdandan seperti itu sah-sah saja sebagai cara untuk meraih dukungan namun seberapa lama mereka kuat melakukan hal yang demikian. Harus kita akui beberapa tahun belakangan ini di Indonesia muncul istilah pencitraan. 

Pencitraan adalah sebuah perilaku, tindakan, gaya, atau aksi yang dilakukan oleh seseorang untuk menunjukan dirinya adalah orang yang sederhana dan suka bekerja siang malam tak kenal waktu baik panas maupun hujan. Kesuksesan pencitraan ini membuat orang banyak melakukan hal yang demikian. 

Mereka bekerja tidak lagi ikhlas namun ada keinginan untuk mendapat imbalan politik yaitu berupa empati, simpati, dan dukungan masyarakat dalam Pemilu. Akibat yang demikian sekarang banyak pemimpin yang saat di depan masyarakat menunjukan dirinya sebagai pemimpin yang suka bekerja, sederhana, tegas, dan suka turun ke bawah.

Permasalahannya sampai kapan mereka bisa bersikap yang demikian sebab terkadang politik dan kepentingan harus melawan kebijakan yang sifatnya popular. 

Dari sinilah selain kepentingan untuk meraih dukungan dengan gaya seperti tadi sudah diraih dan dianggap selesai, serta harus menghadapi realitas politik yang bertentangan dengan keinginan rakyat, membuat pejabat negara, kepala daerah, wakil rakyat bahkan Presiden melakukan tindakan yang bertentangan dengan sikap dan gaya yang pernah dilakukan.

Perbuatan melanggar citra yang sebelumnya ditampilkan oleh sosok yang suka bercitra ini akhirnya membuka mata masyarakat bahwa pencitraan itu menipu. Untuk itu meski saat ini banyak orang bergaya sederhana, suka bekerja, gaul, merasa muda, religius, orang tak serta merta mempercayai. Akibat yang demikian maka politisi yang suka bergaya macam-macam itu menjadi lucu adanya. Betapa tidak mereka tampil sederhana hanya saat pertemuan setelah itu kembali seperti semula, yakni glamour, berpakaian formal, bahkan membuat kebijakan yang tak memihak pada rakyat.

Untuk itu perlunya disudahi gaya-gaya yang sifatnya bisa menipu. Untuk itu perlunya kita menampilkan diri sesuai apa adanya. Kita tak perlu berpura-pura, berdandan, atau berpenampilan yang sesungguhnya bukan menjadi sikap dan kebiasaan kita. Kalau kita memang biasa dengan pakaian formal, ya pakai saja pakaian formal, jangan pakai pakaian kasual yang justru bisa menyiksa kita.

Kebiasaan melanggar citra yang biasa ditampilkan itu akan menyebabkan gelombang ketidakpercayaan yang massif dari masyarakat. Akibat pencitraan yang kemudian menipu, membuat masyarakat kelak sedikit-sedikit bisa menghakimi pejabat negara yang mencoba tampil sederhana. Kelak bila ada pejabat negara tampil sederhana, pasti akan direspon masyarakat dengan mengatakan, "ah, paling pencitraan", meski sejatinya pejabat itu bisa jadi memang benar-benar sederhana.

Pencitraan sekarang pun bukan barang murah lagi sebab untuk tampil sederhana, mereka harus membeli barang-barang yang dibutuhkan. Emangnya sepatu, jaket, shirt yang dipakai itu barang lama mereka? Bisa jadi iya, bisa jadi tidak.

 Syukur kalau barang mereka yang disimpan di lemari. Nah, kalau mereka membeli itu namanya mereka ber-acting untuk bisa tampil sederhana, gaul, dan muda. Namanya acting ya pastinya pura-pura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun