Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekarang Tidak Enak Menjadi Penulis

15 September 2017   14:55 Diperbarui: 15 September 2017   17:15 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi penulis, saat ini bisa dikatakan sudah menjadi dunia yang tidak memberi harapan dan keleluasaan lagi. Faktornya dikarenakan kemajuan teknologi dan situasi politik serta ekonomi yang tidak mendukung.

Pada masa lalu, pada masa pergerakan kemerdekaan, menulis ada salah satu bentuk perjuangan dan memberi semangat serta inspirasi kepada masyarakat akan arti pentingnya kemerdekaan. Dari sinilah maka kaum penulis disebut sebagai kelompok terdidik yang ikut memperjuangan bangsa ini lepas dari segala bentuk penjajahan. Stigma penulis sebagai orang yang selalu mengabarkan kondisi masyarakat pada masa itu membuat proffesi ini sangat dihargai dan dihormati masyarakat.

Pada masa-masa itu, sebelum era teknologi internet dan media sosial marak seperti saat ini, media cetak menjadi media yang sangat popular. Iklan yang masuk ke media cetak deras mengalir sehingga dana yang masuk bisa untuk mensejahterakan pengelola media cetak, baik itu bagian administrasi maupun wartawannya. Bagi orang luar, yang bukan wartawan, pun juga bisa menikmati dari masa keemasan media cetak. Penulis dari luar yang mengirimkan naskah bila dimuat, ia akan mendapat honor. Dari sinilah maka menjadi penulis pada masa itu hingga tahun 2000-an merupakan sesuatu yang mengenakkan.

Seiring perkembangan jaman, ketika teknologi informasi dan komunikasi makin canggih dan mudah digunakan, maka hal yang demikian membuat masa-masa mengenakkan sebagai penulis mulai menghilang. Dalam proses, sedikit demi sedikit, muncul media online dan media sosial yang membuat media cetak menuju proses kematian.

Ketika media cetak kalah dengan media online dan media sosial maka hal yang demikian juga berpengaruh pada 'urusan dapur' penulis. Minimnya iklan yang masuk ke media cetak membuat perusahaan media cetak tak mampu membiayai proses operasionalnya, tidak hanya tak kuat membayar wartawan namun juga tak bisa memberi honor kepada penulis dari luar. Dari sinilah maka menjadi penulis pada masa saat ini jauh berbeda dengan masa lalu.

Dulu mahasiswa menulis honornya bisa digunakan untuk membiayai hidup di perantauan atau biaya kuliah namun sekarang bila seseorang menulis di media cetak, tulisan yang muncul belum tentu mendapat honor. Alasannya, pihak pengelola media cetak mengatakan tidak ada uang.

Kondisi penulis saat ini semakin terjepit ketika pemerintah hendak menerapkan pajak pada penulis. Tingginya pajak inilah yang membuat penulis Tere Liye melakukan protes dengan menghentikan kerja sama dengan penerbit yang selama ini mencetak karya-karyanya. Tere Liye menyebut pajak yang dikenakan kepada penulis lebih tinggi daripad profesi yang lain.

Semakin kecilnya pendapatan dari menulis serta semakin tingginya pajak yang dibebankan membuat dunia tulis menulis sekarang bukan lagi menjadi ladang yang subur untuk mendapatkan penghasilan. Dunia tulis menulis sekarang menjadi lebih ketat bila dijadikan mata pencaharian. Hanya beberapa media yang masih kuat membayar honor penulis. Kalau pun kita tetap menulis, yang tersisa hanyalah pada kepuasan ketika tulisan kita muncul dan dibaca orang lain, itu saja.

Semakin terjepitnya ruang bagi penulis tidak hanya dari segi ekonomi. Dari segi kebebasan berpendapat pun sekarang sudah tidak nyaman lagi bagi penulis. Kalau dilihat dari sejarah memang pada masa lalu, pada masa penjajahan Belanda, Jepang, Orde Lama, dan Orde Baru, ada media yang dibreidel dan banyak wartawan yang dibui karena tulisannya yang kritis. Namun perlu diingat pada masa itu demokrasi yang berkembang bukan demokrasi yang melibatkan seluruh masyarakat. Demokrasi yang ada hanya dikendalikan oleh segelintir orang.

Sekarang demokrasi kita melibatkan seluruh banyak orang dan terbuka. Sekarang siapa saja bisa menjadi Presiden, gubenur, bupati, dan walikota. Dalam era reformasi, bangsa ini memberi ruang yang lebar untuk mengespkresikan diri. Dari sinilah maka masyarakat bebas menulis dan menyatakan pendapat. Namun saat ini, ruang kebebasan untuk menulis seolah-olah menjadi tertutup.

Menjadi penulis, baik di media massa maupun media sosial, sekarang sepertinya harus perlu hati-hati sebab sedikit-sedikit bila ada tulisan kita yang kritis maka tulisan kita akan dilaporkan oleh seseorang. Seseorang itu entah murni merasa terganggu karena tulisan itu atau karena bagian dari pendukung kekuasaan atau golongan lain. Dilaporkan seseorang bukan karena tidak objektif namun dirasa menyinggung dan mengganggu kepentingan kekuasaan. Meminjam istilah Dhandy Dwi Laksono, hal demikian sebagai bentuk represi baru bagi kebebasan berpendapat. Sebuah ancaman bagi demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun