Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

First Travel dan "Ono Rupo Ono Rego"

24 Agustus 2017   09:01 Diperbarui: 24 Agustus 2017   17:53 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disebut ada ribu jamaah umroh yang membayar kepada Biro Perjalanan  First Travel nasibnya tidak menentu. Ribuan jamaah mengalami nasib yang demikian, bisa jadi karena tertarik dengan biaya umroh yang ditawarkan First Travel yang tarifnya hanya Rp14,3 juta. Harga tersebut jauh di bawah ketentuan biaya umroh minimal yang ditentukan oleh Kementerian Agama sekitar Rp20 juta.

Selisih Rp6 juta menjadi penyebab beban yang demikian berat pihak penyelenggara umroh ketika mereka harus memberangkatkan 35 ribu jamaah. Beban yang ditanggung pihak First Travel akibat biaya yang disebut oleh banyak pihak tidak mungkin untuk memberangkatkan umroh itu mencapai Rp550 miliar.

Ibadah haji, umroh, atau wisata ziarah lain, saat ini rupanya tidak hanya menjadi urusan akhirat namun juga menjadi urusan bisnis. Tingginya animo masyarakat melakukan ibadah haji, umroh, dan wisata ziarah lain, ditangkap oleh agent travel untuk mencari keuntungan. Mereka menjalankan usaha sama seperti pelaku bisnis lain, tidak peduli masalah itu urusan dengan Allah, yang penuh dengan strategi marketing dan dagang.

Ketika masyarakat ditawari dengan biaya murah atau promo, tentu masyarakat menjadi tertarik. Tak heran bila masyarakat berduyun-duyun segera mendaftarkan diri ke First Travel tanpa melakukan perhitungan sendiri, apa mungkin dengan biaya sebesar itu, Rp14,3 juta, bisa umroh.

Berbondong-bondongnya masyarakat mengikuti umroh murah semakin menunjukan fenomena masyarakat kita suka yang murah-murah. Lihat saja saat digelar cuci gudang di mall atau pesta belanja yang penuh dengan potongan harga, masyarakat langsung menyerbu tempat-tempat itu. Pun demikian ketika ada promo tiket pesawat terbang ke berbagai penjuru dunia, mereka langsung memelototi web-web maskapai yang menawarkan promo tersebut bahkan hingga sampai begadang tengah malam. Tak hanya itu, bila saat travel fair, acara itu disesaki oleh sosok pemburu tiket murah.

Namun tidak disadari oleh masyarakat bahwa yang harganya murah-murah itu mempunyai resiko tersendiri. Maskapai penerbangan yang sering menjual tiket promo, kalau diselusuri, mereka sering memberi pelayanan yang tidak bagus, sering delay bahkan batal. Akibat yang demikian yang rugi adalah yang kita sendiri. delay atau batal terbang pastinya akan mengganggu bahkan membuyarkan jadwal perjalanan ke kota yang kita tuju.

Saya pernah mencoba maskapai penerbangan yang biasa menawarkan promo kepada masyarakat. Kita saya mencoba, sampai di bandara, pihak maskapai sudah dua kali mengumumkan delay. Setelah menunggu, penumpang disuruh naik ke dalam pesawat. Proses menaikan penumpang ke dalam pesawat pastinya memakan waktu juga. Setelah dinyatakan siap terbang, pesawat bergerak menuju ke landasan pacu. Nah, giliran hendak masuk landasan pacu, pilot menyatakan ada kerusakan di mesin pesawat sehingga memaksa pesawat harus kembali ke terminal. Dari sini saja bisa kita bayangkan, berapa rugi waktu yang kita habiskan.

Sebagai penumpang pesawat promo tentu kita tidak bisa terlalu menuntut kepada pihak maskapai, sebab ada guyonan di masyarakat yang mengatakan, mbayar murah kok minta fasilitas enak. Toh kalau kita menuntut kepada maskapai itu, prosesnya pun berbelit-belit dan dilempar-lempar ke bagian lain. Pihak maskapai pun biasanya juga tidak akan melayani tuntutan penumpang dan biasanya mereka hanya sekadar meminta maaf atas keterlambatan, itu saja.

Kejadian di mana masyarakat menggunakan tiket murah dengan konsekuensi penerbangan sering terlambat itu bukan sekali, dua kali, namun sering. Untuk itu perlunya di sini perlunya hati-hati bila kita membeli produk yang harganya 'mencurigakan'. Kita perlu memegang filosofi Jawa yang mengatakan, ono rupo ono rego, dalam bahasa Indonesia artinya ada rupa ada harga. Filosofi itu mempunyai arti, produk atau fasilitas yang kita nikmati tergantung dari biaya yang kita keluarkan. Semakin besar biaya yang kita keluarkan, produk atau fasilitas yang kita nikmati akan semakin bagus dan menjamin. Pun demikian sebaliknya, semakin murah biaya yang kita keluarkan, maka pelayanannya akan semakin buruk.

Dengan demikian bila ada orang yang membeli produk atau jasa yang harganya di bawah ketentuan standar (pemerintah), lalu kemudian dikecewakan oleh penjual produk atau jasa, maka di sini pembeli harus tahu sendiri dampak dari biaya yang dikeluarkan. Untuk itu di sini pentingnya kita menjadi pembeli atau pengguna produk atau jasa yang cerdas. Kita harus bisa mengukur antara harga dan ongkos proses. Jangan karena murah lalu kita langsung membeli padahal kalau dihitung dengan faktor lain, bisa jadi sama atau bahkan lebih mahal dibanding dengan harga yang sesuai standar pemerintah.

Melakukan umroh dengan biaya sesuai dengan standar pemerintah, pastinya lebih mahal, lebih bagus daripada yang berbiaya murah. Biaya yang sesuai standar, kita akan terjamin jadwal keberangkatan, sedang yang murah belum jelas kapan berangkatnya. Belum jelas kapan berangkat, hal demikian akan mengganggu jadwal keseharian kita yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun