Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jejak Kesultanan Islam di Istana Kayu Pontianak

26 Mei 2017   16:22 Diperbarui: 27 Mei 2017   15:02 2145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Singgasana Kesultanan Pontianak

Setelah melintasi perkampungan padat penduduk di Kampung Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, akhirnya menemukan sebuah papan yang bertuliskan Istana Kadariyah Kesultanan Pontianak. Dari papan yang bercat kuning itu, kendaraan berbelok arah kiri dan dihadapkan pada sebuah jalan selebar 5 meteran. Jalan lurus mengarah ke timur itu, ujungnya ada bangunan kayu yang disangga oleh dua tembok berukuran 1 kali 1 meter. Bangunan kayu, dengan atap kerucut, itu mengangkangi jalan masuk ke Istana Kadariyah. Bangunan itu merupakan pos jaga Kesultanan Pontianak ketika masih berjaya. 

            Dari pintu gerbang istana, tamu akan melintas jalan beraspal sejauh 100 meteran. Setelah melintasi jalan yang di kanan-kirinya rumah penduduk, masuk di halaman Istana Kadariyah. Di halaman yang luasnya setengah lapangan sepakbola dan berumput hijau, terdapat sebuah bangunan kayu yang cukup megah. Bangunan bercat kuning emas itu adalah Istana Kadariyah Kesultanan Pontianak. Warna kuning melekat pada bangunan itu sebagai simbol kejayaan

            Di depan bangunan istana, ada sebuah meriam kecil mungil. Meriam buatan Eropa itu sebagai simbol bahwa kesultanan mempunyai pertahanan bila mendapat serangan.   

Meriam Kecil di depan Istana
Meriam Kecil di depan Istana
            Istana yang dibangun pada 1773 itu terdiri dari beberapa bagian. Bagian anjungan, ruang dalam istana di mana sultan bertahta, 8 kamar untuk sultan dan keluarganya, serta ruang pertemuan. Pada bagian anjungan, balkon, setinggi 10 meteran, konon di tempat ini digunakan sultan untuk istirahat dan mengawasi Sungai Kapuas yang membentang di depan istana. Dari anjungan ini, sultan juga bisa mengawasi masjid kesultanan yang dibangun lebih awal daripada bangunan istana. Masjid yang dibangun pada tahun 1771 itu berdiri tegak tepat di tepi Sungai Kapuas. Masjid yang sekarang bernama Masjid Jami’ Pontianak atau Masjid Sultan Syarif Abdurrahman itu, masih digunakan dan dirawat dengan baik.

            Bangunan masjid itu mempunyai titik pandang lurus dengan kursi tahta kekuasaan sultan. Filosofinya bahwa kekuasaan itu fana dan manusia juga akan mati. Dari filosofi ini membuat para sultan ingat akan akhirat sehingga kebajikan akan selalu dijaga.

            Berada di ruang dalam istana, kita berada seperti dalam museum. Di ruangan ini selain terdapat perangkat dan piranti kesultanan, juga ada jejak-jejak berdirinya kesultanan Islam itu. Jejak-jejak itu dapat terbaca dari poster yang digantung di dinding-dinding kayu. Di posters yang tergantung terpampang sejarah berdirinya Kesultanan Pontianak, silsilah para sultan, dan aneka kegiatan sultan dari masa ke masa.

Pintu masuk ke dalam istana
Pintu masuk ke dalam istana
Salah satu poster menunjukan silsilah sultan yang diawali oleh Sultan Syarif Abdulrahman Alkadrie bin Syarif Husin Alkadrie yang bertahta dari 27 Oktober 1771 – 28 Februari 1808, dilanjutkan oleh Sultan Syarif Kasim Alkadrie bin Sultan Syarif Abdulrahman Alkadrie 28 Februari 1808 – 25 Februari 1819, Sultan Syarif Usman Alkadrie bin Sultan Syarif Abdulrahman Alkadrie 25 Februari 1819 – 12 April 1855, Sultan Syarif Hamid I Alkadrie bin Sultan Syarif Usman Alkadrie 12 April 1855 – 22 Agustus 1872, Sultan Syarif Yusuf Alkadrie bin Sultan Syarif Hamid I Alkadrie 22 Agustus 1872 – 15 Maret 1895, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie bin Sultan Syarif Yusuf Alkadrie 15 Maret 1895 – 24 Juni 1944, Sultan Syarif Hamid II bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie 27 Oktober 1945 – 1950, dan Sultan Syarif Muhammad Alkadrie bin Syarif Mahmud Alkadrie bin Sultan Muhammad Alkadrie 15 Juni 2004 –sekarang.

Sultan Pontianak VIII
Sultan Pontianak VIII
Terlihat ada kekosongan kekuasaan dari tahun 1950 hingga 2004. Menurut penjaga istana itu, Syarif Kasim Alkadrie, kekosongan bisa terjadi karena penerus kesultanan, anak Sultan Syarif Hamid II bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (Sultan Hamid II), tinggal di Belanda dan baru tahun 2004 menyerahkan kekuasaan itu pada sultan yang saat ini bertahta. Lebih lanjut dikatakan oleh Syarif Kasim Alkadrie, wajah-wajah sultan tidak ada dalam posters karena pada masa itu belum ada foto. Baru pada Sultan Hamid II, foto Sultan Pontianak terpampang.

kesultanan-pontianak-21-5927f37bb793730423157b6b.jpg
kesultanan-pontianak-21-5927f37bb793730423157b6b.jpg
Kesultanan Pontianak mengalami keemasan pada masa Sultan Hamid II. Pada masa itu, Sultan Hamid II, diberi kepercayaan oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Negara Zonder Portofolio. Pada masa itu Sultan Hamid II diberi tugas untuk merancang lambang negara. Ada dua rancangan lambang negara namun yang terpilih karya Sultan Hamid II. Jejak Sultan Hamid II dalam penyusunan lambang negara itu terpampang di ruang dalam istana itu. Di ruang dalam itu juga terlihat foto-foto Sultan Hamid II bersama dengan Soekarno dan tokoh nasional pada masanya. Ini menunjukan pada masa itu, Kesultanan Pontianak dekat dengan kekuasaan.

Menarik dari koleksi yang ada di istana itu adalah ada kaca yang besar. Kaca itu disebut sebagai kaca seribu. Sebutan itu disematkan sebab umur kaca sudah ratusan tahun. Kaca itu merupakan buatan Perancis dan dibikin pada tahun 1823.

Singgasana Kesultanan Pontianak
Singgasana Kesultanan Pontianak
Sebagai jejak kesultanan Islam, bangunan yang sudah menjadi cagar budaya itu setiap hari ramai dikunjungi orang. Meski tempatnya sudah dihimpit oleh perumahan penduduk, sehari ada puluhan hingga ratusan orang mendatangi. “Pada hari libur lebih ramai,” ujar penjaga istana. Jam kunjung istana itu mulai pukul 09.30 – 16.00 WIB.

Sebagai asset bangsa dan Kota Pontianak khususnya, untuk merawat bangunan dan isinya, Walikota Pontianak Sutarmidji mengguyurkan bantuan hingga Rp5 miliar. Sebelum adanya bantuan, disebut bangunan yang ada kurang terawat, terasa kumuh. Dengan adanya bantuan maka bangunan kesultanan menjadi lebih cerah dan terawat.

Beranda Istana
Beranda Istana
Sebagai kesultanan yang bernafaskan Islam, pada hari-hari besar Islam seperti 1 Muharram dan Maulid Nabi digelar berbagai acara, seperti tabligh akbar. Pada haul para sultan, juga diperingati. Dengan acara-acara itulah maka kebesaran kesultanan yang kekuasaannya hingga Kepulauan Natuna itu bisa terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun