Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Padi Berundak di Tegallalang Bali

30 Januari 2017   15:07 Diperbarui: 30 Januari 2017   15:27 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat istirahat saat tracking (Dokumentasi Pribadi)

Bila melintas dari Ubud, Gianyar, menuju ke Kintamani, Bangli, kita akan melewati sebuah persawahan yang unik dan indah. Keindahannya sering dituangkan dalam sebuah lukisan. Area persawahan yang berada di pinggir jalan Desa Cekingan, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, Bali itu merupakan tujuan wisata dengan sebutan Teras Padi atau Rice Terrace.

Menjadi tempat wisata yang dikunjungi berbagai orang dari dalam dan luar negeri tidak dibuat-buat namun berproses secara alami. Sebagai suku yang juga menanam padi sejak dahulu kala, penduduk Bali menggunakan lahan yang ada untuk bercocok tanam. Sebagai daerah yang berada di wilayah pegunungan, penduduk setempat membuat lahan miring itu menjadi petak-petak. Petak-petak lahan itu akhirnya tersusun dengan bentuk berundak, teras. Di teras itulah padi di-tandur.

Petunjuk Jalan Tracking (Dokumentasi Pribadi)
Petunjuk Jalan Tracking (Dokumentasi Pribadi)
Menurut salah seorang perempuan yang membuka usaha warung makan, tepat di muka Teras Padi, meski dijadikan tempat wisata namun sawah yang ada masih digunakan seperti biasanya. Dikatakan sawah itu sudah ada sejak dahulu. Tempat itu sejak dulu sudah menarik banyak orang saat melintas. “Tahun 1985 sudah ada yang melihat namun masih sedikit,” ujar perempuan baya itu.

Pohon Kelapa Banyak Tumbuh di Teras Padi (Dokumentasi Pribadi)
Pohon Kelapa Banyak Tumbuh di Teras Padi (Dokumentasi Pribadi)
Di Bali diakui tempat seperti itu banyak namun diungkapkan Teras Padi mempunyai aura yang beda. Dikatakan di lahan yang mempunyai luas 4 hektare itu ditemukan aura ada intannya. “Yang mengatakan demikian orang Belanda,” ujarnya. Lebih lanjut diungkapkan dalam sehari ada sekitar 500 wisatawan menikmati sawah yang kanan-kirinya banyak ditumbuhi oleh pohon kelapa itu.

Sebagai lahan yang berada di tempat miring, perempuan itu mengatakan sawah yang ada dikelola dengan cara dicangkul. “Nggak dibajak pakai traktor atau kerbau atau sapi,” ungkapnya. Sawah yang dipanen tiga kali dalam setahun tersebut menurut dia tidak dijual ke pasar. “Dimakan saja sudah cukup,” paparnya.

Pengunjung melakukan tracking (Dokumentasi Pribadi)
Pengunjung melakukan tracking (Dokumentasi Pribadi)
Apa yang dikatakan oleh perempuan itu dikuatkan oleh penduduk yang lain. Seorang pria yang berada di lokasi itu mengatakan sawah yang ada sudah terbentuk sejak tahun 1970-an. “Dulu lebih bagus,” ujarnya. Ia mengatakan demikian sebab di tempat itu sudah banyak bangunan berdiri seperti rumah makan yang tepat berhadapan dengan Teras Padi. “Kita nggak bisa melarang orang membangun karena ini punya orang banyak,” ungkapnya.

Tempat istirahat saat tracking (Dokumentasi Pribadi)
Tempat istirahat saat tracking (Dokumentasi Pribadi)
Menurut pria itu, Teras Padi dikelola oleh desa bukan pemerintah daerah. Desa mendapat pemasukan misalnya dari uang parkir. Sebab dikelola secara swadaya maka ada beberapa kekurangan seperti jalan setapak untuk tracking yang belum aman, seperti masih berupa tanah dan bisa membuat orang terpeleset bila tidak hati-hati, apalagi di saat musim hujan.

Teras Padi terdiri dari dua teras yang dipisahkan oleh sungai kecil. Di beberapa undakan, ada orang gubuk untuk menjual kelapa muda. Tempat itu digunakan untuk beristirahat dan minum pelepas dahaga karena ketika naik dan turun teras memerlukan energi besar. Membuat nafas ngos-ngosan.

Artshop (Dokumentasi Pribadi)
Artshop (Dokumentasi Pribadi)
Ditanya soal medan yang curam dan jalur tracking yang belum aman, pria itu mengatakan, “biasanya wisatawan akan mengukur dirinya. Bila merasa kuat ia akan menyusuri teras. Bila tidak kuat ia hanya melihat dari atas.”

Ramainya wisatawan yang mengunjungi Teras Padi dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dengan mendirikan berbagai artshop serta restoran makan dan minum. Dari perpaduan itu, Teras Padi menjadi tempat wisata tersendiri, sama seperti Kuta, Tanah Lot, Candi Kuning, Sanur, dan tempat wisata lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun