Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Merasakan Jadi Tenaga Kerja Indonesia

5 Januari 2017   13:45 Diperbarui: 6 Januari 2017   11:10 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepatu untuk Bekerja di Poyek

Para pekerja itu, ada yang sudah memiliki istri dan anak, ada pula yang masih bujang. Adanya komunikasi yang murah dan cepat saat ini, seperti medsos, membuat mereka setiap saat bisa berkomunikasi dengan keluarganya yang berada di Indonesia. Pastinya mereka bekerja di negeri jiran karena ada jaringan dan sudah berpengalaman bagaimana hidup di sana.

Sebagai manusia, pasti para pekerja itu memiliki lika-liku kehidupan. “Banyak anggapan kerja di Malaysia enak,” ujar salah satu di antara mereka. Padahal diakui kerja di Malaysia mereka juga harus bersusah payah. Mereka digaji dalam bekerja dalam itungan per jam, per jam kisaran antara 6 RM hingga 10 RM. Dari itung-itungan inilah maka siapa yang rajin akan semakin banyak mendapatkan ringgit. Terkadang ada pekerja yang malas-malasan atau sakit sehingga mereka mengambil cuti (tak bekerja). Bila demikian maka pendapatan mereka pasti akan turun.

Sedang Bekerja
Sedang Bekerja
Bila dalam sehari jam kerja mereka 8 jam dan bila per jam-nya 10 RM maka dalam sehari mereka akan mendapat 80 RM. Bila kita umpakan 1 RM sama dengan Rp3000, dalam sehari ia akan mendapat Rp240.000. Bila yang mendapat per jam 6 RM maka dalam sehari 48 RM atau Rp144.000.

Bila masa kerja dalam satu bulan 26 hari maka kisaran yang mereka dapatkan, Rp 3.744.000 hingga Rp 6.240.000. Gaji sebanyak itu pasti sebagian dikirim ke Indonesia dan sebagian untuk kebutuhan sehari-hari. "Jadi sama saja mas dengan kerja di Indonesia,” ujar seorang pekerja Indonesia yang sudah puluhan tahun menetap di Malaysia. Pekerja Indonesia yang gajinya mencapai Rp 6 juta, biasanya mereka yang sudah senior dan yang bergaji Rp 3 juta biasanya mereka yang pemula. Hal demikianlah yang membuat mereka harus hemat dan membuat kepulangan ke Indonesia setahun sekali bahkan tiga tahun sekali.

Saya berada di lingkungan pekerja Indonesia yang legal. Seorang di antara mereka pernah menceritakan, tempat tinggalnya pernah dirazia oleh Polis (polisi) dengan kekuatan 25 personil. Polis itu mengepung di mana pekerja Indonesia tinggal. “Syukur kami legal sehingga aman,” ujarnya. Bila ilegal maka saat razia ada di antara mereka yang lari menyelamatkan diri, entah ke semak-semak di sekitar tempat tinggal atau tempat yang lain. “Bila pekerja ilegal tertangkap, ia akan diborgol,” ungkapnya.

Sebagai kebiasaan orang Indonesia yang gemar merokok, rata-rata pekerja itu adalah perokok. Di negeri jiran, mereka tetap memilih rokok produksi Indonesia. Alasannya selain rasa rokok di Indonesia lebih mantap, gurih, dan nikmat; juga harga lebih murah. Rokok dari Indonesia hanya 4 RM dan rokok Malaysia bisa 14 RM. Mereka mencari rokok dari Indonesia dengan cara diam-diam, ilegal. Bila ketahuan Polis mereka bisa didenda perbatang sekian ringgit. 

Untuk mengambil cara aman saat merokok produk Indonesia, biasanya selepas mengambil sebatang, mereka menyembunyikan rokok yang masih ada dalam bungkusan di saku celana. Pernah ada seorang perempuan Indonesia yang biasa menjual produk dan barang dari pintu ke pintu tempat tinggal pekerja Indonesia, ditangkap Polis dan didenda 500 RM. Ia dikenai denda sebanyak itu karena menjual rokok ilegal.

Tinggal bersama mereka selama 3 malam membuat saya mengerti dan merasakan bagaimana kehidupan mereka. Bagi sebagaian orang, mereka disebut enak karena bekerja di luar negeri namun mereka sendiri mengakui bahwa ia harus kerja keras dan terkadang gaji yang diterima masih belum menutupi kebutuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun