Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Penggandaan Uang, Pesugihan Gaya Baru

10 Oktober 2016   08:36 Diperbarui: 10 Oktober 2016   11:16 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam cerita klenik atau mistis di masyarakat, bila orang ingin kaya tanpa bekerja, ia bisa melakukan dengan cara pesugihan. Cara kaya dengan meminta bantuan makhluk halus, jin, atau setan, itu di masyarakat bentuknya beragam nama dan rupa, ada yang disebut babi ngepet, ngipri monyet, memelihara tuyul, kandang bubrah, nyi blorong, dan lain sebagainya, bahkan ada pesugihan di Gunung Kemukus yang syaratnya harus melakukan ritual seks.

Cara-cara pesugihan dengan cara seperti itu, bersekutu dengan makhluk halus, saat-saat ini mulai ditinggalkan. Faktornya masyarakat mulai tidak percaya sama alam gaib yang nyleneh, selain tempat-tempat angker yang ada mulai tergusur untuk perumahan, mal, pabrik, atau fasilitas umum lainnya. Tempat-tempat angker pun sekarang sudah tidak menakutkan lagi sebab ia mulai terdesak oleh keramaian orang, seperti Jl. Casablanca, Jakarta, yang dulu sepi dan angker, sekarang 24 jam tempat itu dilintasi berbagai angkutan, apalagi di kanan-kiri jalan itu banyak supermarket dan hypermarket. Di banyak tempat, dulu pemakaman umum tempatnya jauh dari kehidupan masyarakat, sekarang sudah dikepung oleh perumahan baru bahkan perumahan mewah.

Meski pesugihan cara-cara lama sudah mulai ditinggalkan masyarakat, mental masyarakat yang ingin tetap sugih dengan cara cepat dan tanpa kerja masih dilakukan banyak orang. Untuk menempuh ritual pesugihan, sekarang tidak harus lagi membawa tumbal, hewan atau manusia, sebagai persembahan kepada makhluk halus atau setan namun cukup menyerahkan uang itu kepada seseorang (bukan makhluk halus) yang disebut bisa menggandakannya.

Banyak orang melakukan pesugihan dengan menyerahkan uang (mahar) kepada seseorang pimpinan padepokan di sebuah kota di Jawa Timur. Mereka menyetor uang ratusan juga agar uang itu bisa digandakan menjadi miliaran rupiah. Bila pada masa lalu, orang yang mencari pesugihan biasa dilakukan oleh orang miskin namun pesugihan kepada sang kanjeng itu justru sebaliknya, mereka orang kaya, bahkan orang berpendidikan tinggi.

Menjadi sebuah pertanyaan besar mengapa cara-cara irasional, mencari kekayaan dengan cara pesugihan masih terus dilakukan? Tidak irasionalnya orang melakukan hal yang demikian bisa jadi dikarenakan, pertama, kebutuhan biaya hidup yang semakin mahal. Mahalnya biaya hidup karena orang itu bisa jadi konsumtif atau karena biaya kepentingan politik yang ditanggung sangat tinggi. Sebagaimana kita ketahui, dalam kisah sang kanjeng, ada kesaksian seorang politisi. Dari kesaksian yang demikian menunjukkan bahwa ada politisi yang ikut dalam penggandaan uang pada sang kanjeng, entah secara langsung atau tidak.

Politisi itu ikut dalam pesugihan model seperti ini bisa jadi bila penggandaan uang yang dilakukan itu berhasil, maka dirinya bisa membiayai kepentingan politiknya. Dalam era pemilu yang liberal ini, sudah banyak cerita calon wakil rakyat sebelum pemilu, di antara mereka melakukan ritual yang kita sebut tak masuk akal, seperti bertapa di gua atau tepi Laut Selatan. Dari sini bisa disimpulkan, tak hanya konsumtif yang menyebabkan orang melakukan tindakan irasional (pesugihan) namun biaya politik yang tinggi juga bisa membuat politisi melakukan hal yang demikian.

Kedua, mencari pesugihan dalam era sekarang tidak hanya dalam bentuk uang namun juga dalam bentuk mencari atau mempertahankan kedudukan. Bila kita lihat dalam iklan-iklan di koran kuning, di beberapa halaman sering kita lihat iklan dari seorang paranormal yang bisa menawarkan mantra, doa, dan jimat yang bisa disenangi atasan (pimpinan). Bila atasan senang maka kariernya akan cepat naik.

Pesugihan semacam ini di depan masyarakat umum sepertinya tidak terjadi, tertutup, namun di belakang itu semua, banyak orang yang berkeinginan naik pangkat atau kariernya cepat melakukan pesugihan semacam ini. Banyak cerita, petinggi-petinggi di tingkat daerah sampai nasional mempunyai paranormal masing-masing. Bagi petinggi itu, paranormal yang disambangi tidak hanya dibutuhkan ‘keanehannya’ untuk meningkatkan kariernya namun juga untuk melindungi kekuasaannya.

Suburnya praktik-praktik irasional di masyarakat bisa jadi akibat tidak adanya transparansi dalam sistem yang berjalan di masyarakat, apakah itu sistem birokrasi, politik, atau jabatan di instansi-instansi. Ketika sistem yang ada tertutup, tidak transparan, dan hanya dikuasai oleh segelintir orang, maka akan mengorbankan pihak-pihak yang lain. Bila kejadian ini berlangsung menahun, maka akan membuat frustasi orang. Dalam keadaan seperti inilah maka orang melakukan langkah-langkah yang nyleneh.

Seseorang yang telah bekerja keras, tidak pernah melakukan pelanggaran, namun ketika kariernya tidak naik-naik atau didahului oleh orang lain yang baru, tentu hal yang demikian membuat ia menjadi kecewa dan frustasi. Dalam kondisi seperti inilah, rasionalitas dalam diri bisa menjadi irasional.

Selama ini kita ketahui bahwa perekrutan jabatan banyak dilandasi oleh faktor kedekatan dan perasaan seasal (kolusi dan nepotimse). Bila tidak faktor itu, uang yang bisa mengubahnya. Di tengah masyarakat sudah sering muncul isu untuk naik jabatan atau masuk menjadi pegawai negeri sipil, kalau tidak memakai uang tidak akan bisa terjadi. Hal demikianlah yang bisa jadi menyuburkan pesugihan.

Maraknya pesugihan di masyarakat, penyebab lainnya adalah tingkat kemalasan masyarakat. Bisa jadi mereka yang melakukan itu adalah orang-orang yang malas. Mereka tidak mau bekerja namun ingin kebutuhan sehari-harinya bisa dipenuhi. Jalan pintas yang ditempuh apalagi kalau tidak secara irasional, pesugihan. Untuk itu di sini pentingnya diberi kesadaran pentingnya kerja keras dan rasionalitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun