Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menyusuri Jambi dari Kedaton Sriwijaya Hingga Kota Seberang

29 Juni 2016   13:58 Diperbarui: 29 Juni 2016   16:45 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kanal Kuno
Kanal Kuno
Sama seperti saat di Angkor, candi-candi di Muara Jambi kuhampiri satu-satu. Dari candi-candi yang ada di komplek itu Candi Gumpung dan Candi Tinggi-lah yang masih kelihatan utuh meski tak penuh. Kesemua candi yang ada tersusun dari batu bata merah. Beda dengan candi di Angkor dan Jawa Tengah yang tersusun dari batu keras. Pada bangunan Candi Tinggi, terlihat bangunan itu berupa bangunan segi empat yang bertumpuk di mana semakin ke atas semakin kecil ukurannya. Pada bagian depannya terdapat jalan berundak untuk menuju ke atas. Melihat Candi Tinggi, kita akan merasakan aura pada masa Kerajaan Sriwijaya berdiri. Aura ini terasa sebab bangunan Candi Tinggi sepertinya menggambarkan keaslian bentuk pada masa lampau meski candi itu sudah mengalami pemugaran.

Sungai Batanghari
Sungai Batanghari
Nama-mana candi yang ada di komplek itu bukan nama asli pada masa Sriwijaya. Nama yang diberikan oleh masyarakat atau penemu disesuaikan dengan bentuk yang ada. Disebut Candi Tinggi sebab bangunannya tinggi. Disebut gumpung (buntung) sebab candi itu sepertinya terputus bentuknya, tak ada atap.

Jembatan Gentala Arasyi
Jembatan Gentala Arasyi
Di area komplek candi ada sebuah kolam. Kolam itu disebut sebagai Telago Rajo. Dengan nama demikian kita bisa mengartikan bahwa kolam itu milik raja. Fungsi kolam itu pada masa lalu bisa jadi sebagai tempat mandi, tempat penyediaan air, atau sebagai taman wisata raja. Menurut salah satu penduduk di sana, kolam air itu tak pernah kering airnya meski di saat kemarau.

Komplek Candi Muara Jambi ini dari waktu ke waktu semakin dipromosikan oleh pemerintah. Pada 22 September 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan tempat itu sebagai Kawasan Wisata Sejarah Terpadu. Di area ini ada museum yang menyimpan arca-arca dan perabot rumah tangga yang berasal dari China. Arca-arca yang terbuat dari batu keras itu disebut bukan sebagai karya asli Sriwijaya namun sumbangan dari wilayah lain, entah India, Jawa, Indocina, atau China. Komplek Candi Muara Jambi diduga sebagai kampus pendidikan bagi Ummat Budha. Orang China yang ingin belajar ilmu agama Budha lebih dulu belajar di Sriwijaya.

Jembatan Gentala Arasyi dari dekat
Jembatan Gentala Arasyi dari dekat
Sebagai tempat peninggalan Ummat Budha pada masa Sriwijaya, Komplek Candi Muara Jambi setiap Hari Raya Waisyak digunakan oleh Ummat Budha dari segala penjuru untuk melakukan ritual persembahyangan. Ummat Budha melakukan wisata religi di komplek ini. Pada hari itu, komplek candi penuh dengan Ummat Budha. Pada gerhana matahari total kemarin, komplek candi itu digunakan bagi masyarakat di sana untuk nobar.

Menara Gentala Arasyi
Menara Gentala Arasyi
Bukti Kerajaan Sriwijaya itu besar bisa disaksikan tak hanya di Komplek Candi Muara Jambi. Sekitar 100 meteran dari tempat itu, kita akan melihat Candi Kedaton. Komplek Candi Kedaton disebut sebagai bangunan terbesar dari tebaran candi yang ada. Kedaton memiliki luas 43.000 meter persegi. Di komplek Kedaton terdiri dari bangunan induk perwara, gapura utama, dan pagar. Pagar yang melindungi bangunan induk berbentuk segi empat. Dengan melihat Kedaton, kita mengira di sinilah pusat Kerajaan Sriwijaya. Bangunan ini sepertinya Istana Sriwijaya.

Kota Seberang
Kota Seberang
Sebelum kita menginjakkan kaki di Kedaton, kita akan melewati sebuah jembatan. Jembatan ini mengangkangi sebuah aliran sungai yang saat itu mengalir deras dan penuh. Aliran sungai ini disebut Kanal Kuno. Pada masa itu, untuk melalui daerah-daerah yang tidak dilintasi Sungai Batanghari, Pemerintah Sriwijaya membuat kanal-kanal sebagai jalan menuju pedalaman. Kanal-kanal itu dibuat sebagai sarana transportasi untuk menghubungkan dari satu candi ke candi atau dari satu tempat ke tempat yang lain. Kanal Kuno ini disebut telah direvitalisasi, sementara kanal-kanal yang lain akan dilakukan hal yang serupa. 

Penyelusuruan wisata saya di Jambi tidak berhenti di area di mana jejak Sriwijaya tersebar. Saya melanjutkan ke tepian Sungai Batanghari yang berada di Kota Jambi tepatnya di Jembatan Gentala Arasy. Jembatan yang dibangun pada tahun 2012 dan diresmikan pada tahun 2015 ini mempunyai panjang 503 meter dan lebar 4,3 meter. Jembatan ini membentang di atas Sungai Batanghari, menghubungkan antara Kota Jambi dengan Kota Seberang.

Dengan adanya jembatan itu maka sebagaian masyarakat memilih tidak menggunakan ketek bila hendak menuju ke Kota Jambi dari Kota Seberang atau sebaliknya. Pembangunan Jembatan Gentala Arasy, yang sekarang menjadi ikon Kota Jambi ini, sepaket dengan pembangunan Museum Gentala Arasy. Di katakan oleh pengelola Museum Gentala Arasy, di Kota Jambi banyak museum. Nah, untuk Museum Gentala Arasy dikhususkan untuk museum tentang sejarah perjalanan Islam di Jambi.

Saat saya masuk ke dalam museum itu, pada hari Sabtu, pengunjung terlihat ramai bahkan ada rombongan anak TK. Sepuluh bulan setelah museum itu diresmikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, tercatat sudah ada 78.000 pengunjung yang datang, tidak hanya dari Jambi namun dari penjuru nusantara dan mancanegara.

Di museum itu ada 114 koleksi yang disimpan. Koleksi sebanyak itu ada berupa pinjaman, titipan, pembelian, dan hibah. Bila kita masuk ke dalam museum kita akan melihat penggalan sejarah di Jambi. Pertama kali kita akan melihat sejarah terbentuknya provinsi Jambi, kemudian sejarah perjuangan Jambi dalam NKRI, sejarah masuknya Islam di provinsi itu, sejarah pembangunan Jembatan Gentala Arasy, dan peninggalan-peninggalan sejarah Islam. Di museum itu ada Al Quran berukuran raksasa dan sebuah bedug buatan Jepara yang pernah digebuk oleh Presiden Soeharto saat peresmian pembukaan MTQ di Jambi pada tahun 1997.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun