Puas menikmati Tolire dan Gamalama, saya kembali ke kota. Tempat yang hendak saya tuju adalah Benteng Tolukko. Tolukko merupakan salah satu benteng yang ada di Ternate. Benteng lain yang pernah berdiri tegak dan kokoh di daerah itu adalah Benteng Kalamata, Kastela, Oranje, Janji, Naka, Takome, Kalafusa. Benteng-benteng yang berdiri itu ada yang dibangun oleh Portugis, Spanyol, dan Belanda. Banyaknya benteng itu menjadi bukti bahwa Ternate adalah wilayah yang diperebutkan oleh bangsa-bangsa Eropa. Mereka memperebutkan Ternate karena daerah itu merupakan penghasil rempah-rempah, sebuah komoditas yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Eropa pada masa lalu.
Saya mengunjungi Tolukko dengan alasan benteng ini tak jauh dari jalan. Alasan lain, benteng benteng berdiri kokoh dan utuh, mungkin sudah dilakukan pemugaran. Benteng yang tegak berdiri di Kelurahan Sangaji, Kecamatan Ternate Utara, itu dibangun oleh Portugis pada tahun 1540. Seperti diungkapkan di atas, benteng ini dibuat untuk kepentingan dagang Portugis, menguasai cengkih, salah satu rempah-rempah. Penguasaan Portugis pada Ternate membuat Belanda tidak rela sehingga negeri Orange itu merebut Tolukko pada tahun 1610.
Sebagai tempat pertahanan militer, Tolukko memiliki tiga bastion, ruang pengintai. Benteng yang dibangun oleh tentara Portugis di bawah pimpinan Panglima Tentara Fransisco Serao itu memiliki bunker (ruang bawah tanah). Benteng itu bisa jadi dibangun dari batu-batuan yang dimuntahkan dari perut Gamalama dicampur dengan batu karang yang banyak ditemui di pantai-pantai Ternate.
Saat mengunjungi Tolukko, saya bertemu dengan seorang petualang yang menggunakan sepeda keliling Ternate. Saya pun mengelilingi benteng itu. Benteng itu berdiri di atas  bukit cadas menghadap ke laut. Bongkahan-bongkahan batu besar yang terserak di bukit kecil itu seolah menjadi penyangga benteng. Benteng yang dilindungi oleh undang-undang cagar budaya itu setiap hari dijaga oleh orang yang rumahnya tepat berada di depan benteng itu. Bila hendak berkunjung ke Tolukko, diharapkan meminta ijin lebih dahulu kepada penjaga.
Puas melihat Tolukko, saya melanjutkan perjalanan ke tengah kota, tepatnya menuju Keraton Kesultanan Ternate. Keraton Kesultanan Ternate ini berhadapan dengan alun-alun. Keraton itu bangunannya dicat dengan dominasi warna kuning. Seperti keraton kesultanan yang lain, Keraton Kesultanan Ternate memiliki halaman yang luas di mana di halaman terdapat taman bunga dan kolam. Keraton ini dipisahkan dengan jalan raya oleh sebuah pagar. Ada dua pintu gerbang di keraton itu. Di pintu gerbangnya terdapat simbol Kesultanan Ternate, burung berkepala dua.
Menurut catatan sejarah, Kesultanan Ternate didirikan oleh Sultan I, Baab Mashur Malamo, pada tahun 1257. Kesultanan ini disebut sebagai kesultanan tertua yang bersendikan Islam di nusantara. Dari awal berdiri hingga sampai saat ini, Kesultanan Ternate masih ‘berkuasa’ terbukti setiap periode berganti kepemimpinan. Tercatat sebagai sultan terakhir, yang berkuasa dari tahun 1975 hingga 2015, adalah Haji Mudaffar Syah. Pada masa hidupnya, Haji Mudaffar Syah menjadi anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah), sebuah lembaga negara yang setingkat dengan DPR, mewakili Provinsi Maluku Utara. Kesultanan itu menunggu sultan yang baru.
Dalam masa penjajahan, para Sultan Ternate, dari periode ke periode, tak kenal lelah mengusir bangsa-bangsa Eropa yang berbuat curang dan menguasai daerah itu. Dari perjalanan itulah Kesultanan Ternate tercatat dalam  tinta emas sejarah Indonesia.
Ternate sebagai kesultanan yang pernah memiliki kekuasaan di Indonesia bagian timur bahkan hingga Filiphina dan Kepulauan Marshall di Lautan Pasifik, memang menjadi incaran bagi bangsa-bangsa Eropa pada masa lalu. Kesultanan itu tak hanya kaya dengan rempah-rempah namun juga mempunyai tempat wisata sejarah dan alam yang indah. Kejayaan Ternate pada masa lalu diabadikan dalam nama Gunung Gamalama (Kie Gam Lamo).Kata ini mempunyai arti, sebuah negeri yang megah, yang mengundang banyak negara, Eropa dan Timur Tengah, untuk berlayar ke Pulau Ternate.
Sumber foto: Dokumen pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H