Â
[caption caption="foto dokumen pribadi "][/caption]
Selama dua hari berturut-turut, Presiden Jokowi mengundang para komedian untuk makan bersama di Istana Negara, Jakarta. Acara jamuan makan pada hari pertama yang jatuh pada 16 Desember 2015, waktunya memang sudah dirancang jauh-jauh hari ataukah memang bertepatan dengan Sidang MKD DPR dengan agenda sikap fraksi-fraksi terhadap tindakan yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto dalam masalah pencatutan nama soal perpanjangan kontrak PT. Freeport? Entahlah.
Undangan Jokowi pada mereka itu apakah hanya sebatas silaturahmi, mengundang rakyat yang berlatar belakang komedian, atau sengaja diatur untuk menyindir secara halus kepada anggota MKD yang oleh masyarakat terutama pendukung Jokowi dianggap ‘lucu’ atas lontaran pertanyaan pada pengadu, saksi, dan tertuduh dalam masalah pencatutan nama.
Mungkin sebagaian orang melihat apa yang terjadi di MKD adalah dagelan politik. Disebut dagelan politik sebab awalnya semua cara dilakukan agar Setya Novanto tetap selamat dari tuduhan yang selama ini ditujukan kepada dirinya sebagai pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Dari sikap seperti inilah maka sebagaian orang merasa gemas dan geram terhadap sidang-sidang yang dilakukan oleh MKD. Sebagai bentuk kekecewaan terhadap MKD, maka banyak orang membuat meme  atau status-status yang lucu terhadap anggota MKD di media sosial.
Bisa jadi istana juga geram dengan sikap anggota MKD. Tentu mereka menunjukkan kegeramannya bukan seperti yang dilakukan oleh sebagaian masyarakat, yakni membuat meme atau status yang lucu, namun membuat acara seperti yang digambarkan oleh sebagai masyarakat kepada anggota MKD yang lucu-lucu, yakni mengundang para sosok pelucu, yakni komedian atau pelawak untuk datang ke istana.
Istana mengundang para komedian itu untuk menggambarkan bahwa di tengah-tengah masyarakat ada sekelompok masyarakat yang pandai melucu, menghibur, dan bisa membuat orang tertawa. Kepada mereka yang pandai melucu, menghibur, dan membuat orang tertawa itu, istana menunjukkan perhatian padanya dan mereka diundang untuk makan.
Dari sinilah undangan makan pada komedian itu dijadikan sindiran kepada para anggota MKD bahwa mereka yang melakukan dagelan politik demi mencari perhatian kepada istana dengan harapan mendapat undangan makan (mendapat kekuasaan). Sindiran ini bila disadari oleh anggota MKD tentu sangat menyakitkan sebab mereka disamakan dengan komedian. Komedian pada masa lalu diindetikkan dengan badut-badut yang berpakaian warna-warni, berbuat lucu, main dalam sirkus, dan membuat orang tertawa dan terhibur.
Mengundang para komedian bisa jadi merupakan acara yang jarang-jarang diselenggarakan di istana, selain pada masa Jokowi, acara demikian diselenggarakan pada masa Presiden Gus Dur. Urgensi apa yang dilakukan oleh Jokowi mengundang para komedian di saat-saat situasi politik yang demikian panasnya? Apakah Jokowi meminta masukan kepada mereka? Sepertinya tidak.
Dilihat dari pertemuan yang terjadi, sepertinya pertemuan itu datar-datar saja. Bisa jadi mereka diundang ke istana agar mereka merasa dekat dengan Presiden dan diharapkan bisa mendukung atau meksukseskan program pembangunan pemerintah lewat lelucon yang mereka lakukan di televisi-televisi.
Kalau meminta masukan kepada para komedian yang biasa muncul di televisi, sejauh mana bobot dan kualitas yang diberikan para komedian itu. Bukankah para komedian itu melawak atau melucu berdasarkan kebutuhan pasar guyonan. Bukankah pasar guyonan kita beberapa tahun terakhir lebih banyak guyonan dengan cara mem-bully atau merendahkan orang lain?