Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Cabe-Cabean, Terong-Terongan, dan Pisang-Pisangan

5 Mei 2014   11:51 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:51 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena cabe-cabean ternyata tidak hanya mengundang pembicaraan para pemerhati masalah sosial dan pemerintah namun juga menambah kiasan baru dalam Bahasa Indonesia dalam fenomena itu yang dianggap menyimpang itu.

Istilah cabe-cabean mencuat perhatian masyarakat seiring dengan maraknya balapan motor liar yang dilakukan oleh para anak baru gede. Dalam arena balap motor itu, kerumunan yang ada tidak hanya anak-anak laki-laki baru gede namun juga ada anak-anak perempuan baru gede. Kehadiran anak-anak perempuan baru gede dengan berpakaian seksi, seperti kaos ketat dan celana yang begitu pendek, di arena balap liar itu tak sekadar sebagai pemandu sorak dan pelepas tanda start balapan namun juga sebagai ‘piala’ bagi pemenang balapan.

Mengapa mereka disebut cabe-cabean? Penulis berpendapat hal ini diambil dari pengembangan dari kiasan lebih dahulu ada yang diambil dari kata cabai, di mana kiasan ini telah popular lebih dahulu, yakni kecil-kecil cabai rawit. Dalam Bahasa Indonesia kiasan itu digunakan untuk anak-anak yang memiliki sesuatu hal yang luar biasa yang positif. Kemampuan luar biasa yang tidak semua anak miliki. Kemampuan itu dimiliki sebelum mereka dewasa.

Cabai rawit sebagai salah satu jenis sayuran meski bentuknya kecil namun ia memiliki rasa yang pedas. Rasa pedas biasanya dicoba dan dinikmati oleh orang dewasa sehingga anak-anak yang memiliki sifat pemberani, pintar, cerdas, lihai dalam berbagai bidang yang bisa menyamai bahkan melebihi orang dewasa maka ia sudah berperilaku, bersikap, dan bersifat seperti orang dewasa.

Dari sinilah maka anak-anak perempuan baru gede yang biasa berada dalam kerumunan balap motor liar yang berperilaku sama dengan orang-orang dewasa dalam urusan sex maka disebut cabe-cabean (cabai-cabaian). Cabe-cabean negasi dari kecil-kecil cabai rawit. Kemampuan urusan dalam sex yang dimiliki oleh cabe-cabean itu tak semua anak miliki. Paham lebih dahulu dalam urusan sex dibanding anak-anak perempuan lainnya, bisa terjadi pada para cabe-cabean karena lingkungan atau faktor lainnya.

Kiasan cabe-cabean itu akhirnya tidak hanya dipakai dalam dunia balap motor liar namun sudah mengembang ke dalam dunia pelacuran. Anak-anak perempuan baru gede yang masuk dalam dunia pelacuran sekarang juga disebut cabe-cabean.

Kiasan yang diambil dari golongan sayur-sayuran rupanya tidak hanya disematkan kepada anak-anak perempuan baru gede yang biasa dalam kerumunan dunia balap liar itu. Para anak laki-laki baru gede yang menjadi pembalap liar atau yang selalu menonton arena kebut-kebutan itu saat ini dijuluki terong-terongan. Mereka dikiaskan dari sayur terong (terung) sebab sayuran yang berasal dari India dan Sri Langka itu berbentuk agak bulat dan panjang namun kelihatan lembek. Bentuk yang demikian bisa jadi menggambarkan (maaf) alat kelamin laki-laki. Biasanya alat kelamin laki-laki sering dikiaskan dengan pisang namun kiasan pisang ditujukan kepada para pria dewasa. Sehingga anak-anak laki-laki baru gede itu tidak dikiaskan dengan sebutan pisang-pisangan.

Menggunakan golongan sayur-sayuran sebagai kiasan negatif muncul bukan saat-saat ini. Pada masa Presiden Soekarno, kiasan negatif yang diambil dari nama sayuran sudah dipakai. Pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, itu sering memperingatkan kepada bangsa Indonesia agar menjadi bangsa tempe. Mengapa lauk pauk yang terbuat dari kedelai itu dikiaskan oleh Soekarno sebagai hal yang tidak baik? Bisa jadi tempe pada masa-masa itu sebagai makanan yang murah, hanya dikonsumsi oleh orang miskin, pembuatannya cenderung jorok karena dari hasil pembusukan, dan harganya murah. Dari proses pembuatan, harga, dan siapa yang mengkonsumsi itulah maka si bung tak ingin Bangsa Indonesia seperti itu.

Seiring pengetahuan masyarakat akan arti penting protein yang terkandung dalam tempe membuat kiasan negatif tempe tak lagi digunakan. Lauk pauk itu sekarang tak hanya dikonsumsi oleh orang miskin namun juga disantap oleh semua orang. Dalam menu santap pagi di hotel-hotel berbintang atau acara-cara jamuan, tempe juga menjadi salah satu sajian yang disuguhkan. Setelah tempe menjadi makanan yang penting membuat  hak paten tempe menjadi rebutan banyak negara.

Ada lagi kiasan dari sayuran yang dicandrakan untuk sikap dan sifat yang negatif, yakni ayam sayur. Kiasan ini diberikan kepada orang yang mempunyai sifat lembek dan mudah menyerah. Kiasan ini pernah disindirkan kepada petinju yang cepat kalah. Petinju itu disebut petinju ayam sayur.

Dinamika sosial yang berkembang di masyarakat, baik atau buruk,  akan semakin memperkaya kiasan bahasa. Setelah cabe-cabean, terong-terongan, mental tempe, dan ayam sayur, selanjutnya akan muncul kiasan baru yang diambil dari golongan sayuran. Entah itu apa nama kiasannya dan untuk perilaku yang bagaimana orangnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun