Di tengah suasana panas antara calon Presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo terkait hasil perolehan suara Pemilu Presiden 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencoba mendinginkan panasnya hubungan itu dengan mengundang mereka untuk buka bersama di Istana Negara. Silaturahmi itu diharapkan mampu mencairkan kebekuan hubungan kedua calon Presiden. Kalau dua orang yang sedang berseteru kemudian dipertemukan, biasanya kebekuan yang ada bisa mencair.
Apa yang dilakukan SBY itu sebenarnya sudah digagas dan hendak dilakukan oleh Ketua Umum PP. Muhammadiyah yang sekaligus Ketua MUI, Dien Syamsuddin. Dien yang memposisikan organisasi Muhammadiyah netral atau tidak berpihak kepada salah satu calon Presiden, membuat Prabowo dan Joko Widodo masih sering curhat dan mengadu kepadanya sebelum atau sesudah coblosan. Namun entah mengapa pertemuan semeja Dien, Prabowo, dan Joko Widodo belum terlaksana.
Apa yang dilakukan SBY dengan mempertemukan Prabowo dan Joko Widodo itu menunjukan sikap kearifan. Kearifan itu bisa terjadi karena posisi SBY sebagai seorang Presiden, bisa pula karena ia seorang negarawanan.
Sebagai orang yang masih menjabat sebagai Presiden yang sah, SBY masih mempunyai hak dan kewajiban untuk mengendalikan roda pemerintahan dan negara Indonesia. Dirinya masih mempunyai tanggung jawab agar bangsa dan negara ini tetap aman. Jauh dari hal-hal yang tidak diinginkan. Tidak seperti Pemilu Presiden di negara lain di mana ketika ada ketidakpuasan, sering diselesaikan di jalan hingga berdampak pada kerusuhan dan timbul distablitas bangsa.
Ketika ada ketidakpuasan terhadap hasil Pemilu Presiden, ada isu akan terjadi pengerahan massa saat penghitungan puncak perolehan suara di KPU. Bila isu itu tidak segera ditepis, bisa jadi isu itu akan mengembang dan menjadi kenyataan. Menghadapi pengerahan massa, bisa saja Polisi dan TNI siap meredam, namun tindakan itu akan menimbulkan korban jiwa dan harta.
Preventif lebih baik daripada kuratif, daripada menghadapi massa yang tak terkendali dengan resiko jatuh korban, lebih baik hal demikian dicegah sejak dini dengan mendamaikan elit politik yang berselisih. Apa yang dilakukan SBY sebagai sebuah upaya preventif.
Pastinya bila SBY membiarkan ketegangan itu berlarut-larut, yang rugi tidak hanya kedua calon Presiden dan para pendukungnya namun pemerintahan SBY juga akan ikut tercoreng. Coreng dimuka SBY menandakan dirinya selain tidak mampu menyelesaikan masalah yang merupakan tanggung jawabnya, juga menunjukan adanya keberpihakan kepada salah satu calon Presiden.
Apa yang dilakukan SBY dengan mengundang kedua calon Presiden merupakan sebuah langkah yang tepat. Dengan pertemuan itu SBY ingin menunjukan kepada rakyat bahwa perselisihan harus diselesaikan secara baik-baik, duduk semeja. Bila itu sudah tergambar di masyarakat maka masyarakat yang ada di bawah juga akan melakukan hal yang sama yakni tak akan terprovokasi. SBY, entah posisinya sebagai seorang Presiden atau negarawan, secara normal tentu mukanya tidak mau tercoreng. Untuk itulah dirinya memposisikan pada posisi tengah. Tidak mau mengintervensi Pemilu Presiden yang akan menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain.
Prabowo dan Joko Widodo sudi menerima undangan dari SBY sebab kedua orang itu membutuhkan adanya pihak yang mempunyai kekuatan hukum dan moral untuk menyelesaikan masalah bila suasana tidak menentu. Kedua orang itu sudi menerima undangan SBY karena dirasa SBY-lah yang saat ini sebagai satu-satunya orang yang memiliki kekuatan hukum yang masih berada di posisi tengah. Kedua orang itu masih meyakini bahwa SBY saat ini masih sebagai Presiden. Kebijakan yang dikeluarkan masih mempunyai pengaruh kepada rakyat, termasuk pada diri Prabowo dan Joko Widodo.
Jokowi yang merasa di atas angin dalam perolehan suara tetap membutuhkan dukungan moral dari Presiden agar legitimasinya perolehan suaranya lebih kuat dan bisa diterima semuanya. Prabowo yang masih ketar-ketir dengan perolehan suara tetap membutuhkan perhatian dari pemerintah agar masalah yang ada dalam Pemilu Presiden diselesaikan. Sehingga kedua orang itu membutuhkan SBY untuk tempat bernaung dan mengadu.
Undangan SBY kepada kedua calon Presiden itu merupakan peta damai ala SBY yang berlandaskan falsafah Jawa, menang tanpa ngasorake, ngluruk tanpa bala. Dirinya mengundang kedua orang itu untuk mengingatkan agar yang menang jangan sombong dan yang kalah ikhlas menerima serta lapang dada. Bila ada masalah, selesaikan dengan cara-cara yang arif tanpa melibatkan pengerahan massa.
Dengan pertemuan yang digagas SBY itu, menunjukan SBY mempunyai perhatian yang sama. Dengan pertemuan itu pula, membuat kedua orang itu merasa diperhatikan. Hal demikian membuat hati Prabowo dan Joko Widodo merasa nyaman sehingga mereka tidak akan emosi dan egois, insya Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H