Mohon tunggu...
Ardi Wijaya
Ardi Wijaya Mohon Tunggu... Nelayan - Hadir dan Mengalir

Hadir dan Mengalir

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menggali Jejak Sejarah, Menyongsong Masa Depan Indonesia Maju

1 November 2019   14:23 Diperbarui: 1 November 2019   14:27 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sejarah mengukir ide serta gagasan beberapa tokoh bangsa yang dengan penuh ketulusan serta semangat juang tanpa pamrih memproklamirkan kemerdekaan sebuah negara bangsa yang setelah sekian lama dibelenggu oleh imperialisme. Momentum ini adalah akumulasi dari perjuangan bangsa Indonesia untuk memisahkan diri dari kolonialisme. Narasi panjang perjuangan menuju terwujudnya ide tersebut memiliki latar belakang historis yang diperankan oleh tokoh bangsa yang memiliki jiwa patriotik. Ada keringat dan air mata para pejuang yang bercucuran, ada darah para pejuang yang membasahi bumi pertiwi dalam cita-cita mewujudkan Indonesia merdeka.

 Imajinasi yang dilandasi oleh pandangan kuat, menumbuhkan inisiatif membentuk sebuah negara yang di dalamnya bernaung beragam suku, bahasa, dan budaya lokal hingga kemudian melebur dalam satu kesatuan kebangsaan dengan mengikrarkan satu tekad yang sama yaitu berbahasa satu, berbangsa satu, dan bertanah air satu yaitu tanah air Indonesia.

Perjalan panjang menjadi sebuah bangsa telah melalui dimensi waktu, tidak terasa 74 tahun telah dilewati bersama dengan penuh suka dan duka. Tumbuh dalam dinamika proses yang dinamis hingga melahirkan generasi penerus peradaban, maka hendaknya kita semua sebagai pewaris sekaligus penikmat ide kemerdekaan tersebut dapat mengambil bagian untuk mengimplementasikan ide besar para pendahulu yang telah digagas dengan penuh optimisme bahwa kedepannya Indonesia akan menjadi negara yang mampu berkompetisi dalam dunia internasional.

Ekspektasi menjadi bangsa besar tentu tidak mudah, banyak rintangan dan permasalahan kompleks   yang menjadi hambatan. Jika Merujuk pada data yang dilakukan oleh Survei Indobarometer pada bulan april 2017 ada beberapa pokok persoalan yang dihadapi oleh Indonesia, diantaranya adalah:

  • Korupsi

Dalam bukunya yang berjudul Korupsi Dalam Silang Sejarah Indonesia: Dari Daendels (1808-1811) sampai Era Reformasi Peter Carey mengemukakan bahwa korupsi telah terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama, perang Jawa yang terjadi pada kisaran tahun (1825-1830) masehi juga disebabkan oleh korupsi. Akar dan struktur korupsi kontemporer Indonesia tidak hanya dimulai dari sejak republik berdiri, namun sudah mulai terbentuk pada era kekuasaan Daendels di Jawa.

Oleh karena itu, masalah korupsi adalah kejahatan klasik yang sampai saat ini terus menghantui kehidupan dalam konteks berbangsa dan bernegara. Kekhawatiran menyelimuti melihat media informasi tanah air yang hampir setiap saat didominasi oleh berita mengenai korupsi yang terus dilakukan oleh sebagian elit kita. Dari penyelewengan kebijakan yang dilakukan rasanya cukup jika dialokasikan membiayai fasilitas publik berupa kebutuhan pendidikan dan membangun infrastruktur yang dapat dinikmati oleh masyarakat,  lebih jauh hal ini memiliki dampak buruk atas stigma terbentuknya kerangka psikologi masyarakat yang menaruh rasa pesimisme serta krisis kepercayaan kepada pemimpinnya.

Pada bagian ini kita dapat menyoroti mengenai problem moral yang tidak dimiliki oleh sebagian elit yang memiliki peran mengelola kekuasaan. Jika dulu tokoh bangsa kita sering bertukar fikiran dalam ruangan tertutup, ide tersebut kemudian diimplementasikan untuk kebutuhan publik,  buah dari kebijakannya dapat menyentuh hampir seluruh komponen masyarakat secara universal. Hal ini sangatlah kontras jika dibandingkan dengan lakon sebagain elit politik saat ini yang ide primadonanya digaungkan pada khalayak umum, tetapi disisi lain untuk mewujudkan hal tersebut disepakati di dalam ruangan sepi dan punya potensi untuk menjalin komunikasi yang berbasis pada kepentingan individu demi tujuan untuk menguntungkan diri sendiri.

Seperti inikah kondisi kebatinan berbangsa dan bernegara kita, degradasi moral yang sangat merosot terus ditunjukan oleh sebagian elit politik kita, kemerosotan ini telah menyentuh bagian terkecil dalam  segmen kehidupan  bermasyarakat.

Tidak salah jika kita menggali kembali nilai-nilai moral pahlawan bangsa Mohammad Hatta yang merupakan sosok pemimpin yang dikenal memiliki kemampuan intelektual dan selalu mengedepankan kejujuran, serta komitmen melawan korupsi. Bung Hatta telah menanamkan standar moral yang tinggi sebagai pijakan bagi generasi pewarisnya, seorang pemimpin yang sederhana yang mampu mengayomi dan patut untuk dijadikan teladan oleh semua generasi pelanjut peradaban.

  • Masalah Ekonomi

Dapat dibenarkan bahwa hingga saat ini masalah ekonomi masih sangat dominan. BPS merilis data, dengan persentase penduduk miskin per Maret 2018 sebesar 9,82 persen atau setara 25,95 juta orang. Jika dirinci, persentase penduduk miskin di kota 7,02 persen sementara di desa 13,20 persen. Hal ini menunjukan bahwa tingginya tingkat kemiskinan di desa belum bisa terjawab dengan kebijakan ekonomi yang dialokasikan sampai pada tingkat terkecil. Implementasinya belum sepenuhnya  efektif dan efisien untuk menjawab problem mendasar perekenomian Indonesia.

Gagasan perekonomian Indonesia yang tertuang dalam
Pasal 33 Ayat 1 "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan" dan dipertegas kembali pada Pasal 33 Ayat 4 "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional". 

Konsep yang tersusun dengan apik rasanya masih minim realisasi, justru yang terjadi adalah perekonomian bangsa kita lebih didominasi oleh kapitalis-kapitalis yang hanya mementingkan kelompok bisnis mereka. Dalamnya jurang kesenjangan dapat disaksikan dengan mata telanjang. Sudah saatnya kita mengevaluasi kebijakan ekonomi kita yang sampai saat ini terus mengalami masalah.

Oleh karena itu, cita-cita ekonomi kita idealnya harus kembali mengedepankan konsep kekeluargaan seperti yang menjadi mimpi besar Bung Hatta. Sudah sewajarnya jika pemerintah memberikan penguatan terhadap fungsi koperasi dalam rangka mengikis kemiskinan. Ekonomi yang berbasis pada koperasi harus digaungkan kembali, hal ini bukan semata-mata sebagai solusi alternatif dalam memerangi kapitalisme tetapi lebih dari itu relevansinya sangat kuat dengan isi untdang-undang sebagai petunjuk  untuk penyusunan kebijakan perekonomian Indonesia. Seperti mottonya bahwa koperasi berbasis sebagai perekat dalam membangun perekonomian bangsa.

Lebih jauh, dalam semangat koperasi adalah menumbuhkan intaraksi antar sesama  masyarakat seperti yang dituliskan oleh Mohammad Hatta bahwa di dalam jiwa koperasi adalah menolong diri sendiri secara bersama-sama. Gagasannya mengenai konsep ekonomi ideal bagi Indonesia tidak usang oleh waktu, tetap relevan di era modernisasi..

Pada bagian lain, beberapa konflik sosial yang terjadi akhir-akhir ini sungguh melukai perasaan, sangat disayangkan di tengah modernisasi zaman, diskursus publik kita terus disuguhkan mengenai sara. Sisi kelam yang harus dihadapi oleh sebuah bangsa yang berdiri diatas keanekaragaman suku, budaya, dan bahasa, ini merupakan resiko yang dihadapi oleh negara yang berdiri diatas kemajemukan. Namun sesungguhnya persoalan sara adalah satu hal yang seharusnya sudah selesai diperdebatkan, jika hal ini terus terjadi maka kita adalah sebuah bangsa yang memiliki nilai peradaban mundur, bukan malah maju menghadapi modernitas.

Oleh karena itu, sekiranya sangat penting jika kita semua mampu menyadari bahwa kita terikat dalam tali persaudaraan yang tumpah darahnya adalah ibu pertiwi. Memulai menghentikan provokasi terhadap diri sendiri dengan memahami bahwa  sejatinya perbedaan itu adalah anugerah yang membawa pada khasanah keindahan.

Kutipan dari sosiolog Jerman Maximilian Weber yang menyatakan bahwa "bukanlah kesadaran yang menentukan keberadaan manusia, tetapi sebaliknya keberadaan manusia sosial sebagai mahkluk yang menentukan kesadaran mereka".

Disisi lain, wajib kiranya jika kita memberikan support kepada pemerintah selaku pemegang kendali dalam kekuasaan guna mewujudkan keberpihakan dan keadilan dengan berkonsenrasi menciptakan kerangka kerja konseptual sebagai upaya untuk merawat keanekaragaman bangsa. Mewujudkan keadilan dan pemerataan dalam segala aspek kehidupan adalah solusi untuk memangkas disparitas yang selama ini telah menjadi permasalahan yang terus dialami oleh bangsa Indonesia.

Harapannya saat ini dan kedepannya nanti, panggung politik tanah air kita tidak hanya diisi oleh politisi semata tetapi politisi yang di dalam  jiwanya terpatri sifat seorang negarawan yang selalu meletakan kepentingan negara bangsa di atas segala kepentingan pribadinya, mampu menjunjung tinggi nilai-nilai integritas seperti para pendahulunya. Meletakan dengan sangat detail antara kepentingan pribadinya dan kepentingan bangsa. Dapat dijadikan teladan oleh anak bangsa yang lain serta hadir sebagai kesatria politik ditengah kondisi bangsa yang sedang mengalami krisis moral.

Menjadi bangsa yang hidup dalam bingkai interaksi yang berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan rasa saling penduli antara satu dengan yang lain, menjadi pribadi yang peka terhadap kondisi sosial masyarakat. Menciptakan interaksi yang harmonis, karena hal tersebut adalah sikap yang murni dimiliki oleh manusia.

Permasalahan yang kompleks di atas dapat dimaknai sebagai cobaan dari bangsa yang sedang menyongsong masa depan gemilang, menjadi bangsa yang mampu tumbuh dan berkembang sebagai bangsa yang maju dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai pluralisme yang menjadi ciri khas dan keunggulan bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun