Setelah proses pemungutan suara pada Pemilihan Umum 2024 selesai, perhatian kini bergeser ke Pilkada 2024. Banyak tokoh politik yang disebut-sebut akan mencalonkan diri untuk memperebutkan posisi Gubernur, Bupati dan Walikota di Sulawesi Selatan.Â
Dinasti politik menjadi topik yang semakin hangat, terutama menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan berlangsung pada bulan November mendatang.Â
Spekulasi muncul karena beberapa tokoh terkenal disebut-sebut akan mengajukan kerabat mereka sebagai kandidat, dalam upaya untuk memperkuat garis keturunan dan kekuasaan mereka.
Fenomena politik kekerabatan bukanlah hal yang eksklusif terjadi di Indonesia, tetapi juga terdapat di berbagai negara lain seperti Filipina, Sri Lanka, Thailand, bahkan di negara-negara maju seperti Belgia dan Amerika Serikat.Â
Di Indonesia, politik kekerabatan menjadi perhatian serius, yang tercermin dalam larangan bagi keluarga petahana untuk mencalonkan diri berdasarkan Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.Â
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fenomena politik kekerabatan di Indonesia bisa bervariasi. Hal ini bisa disebabkan oleh pewarisan ketertarikan politik dari generasi ke generasi dalam keluarga politik tertentu, atau bisa juga karena pragmatisme politik dalam upaya mempertahankan atau memperluas kekuasaan.Â
Kandidat dari keluarga politik sering kali dianggap mengandalkan popularitas keluarga mereka daripada kualitas individu, namun hal ini tidak selalu berlaku secara mutlak. Beberapa kandidat dari keluarga politik juga dapat memiliki kualitas yang memadai untuk memimpin.
Setelah dramatisasi Pemilihan Umum 2024 mereda, panorama politik di Sulawesi Selatan mengalami pergeseran signifikan. Komposisi anggota legislatif, yang sebelumnya didominasi oleh partai Golkar, kini mengalami perubahan karena keunggulan yang diraih oleh partai Nasdem sebagai partai pemenang pemilu di Sulsel. Dinamika ini tentu saja berdampak pada peta politik di daerah tersebut menjelang pemilihan kepala daerah serentak.
Selaras dengan gagasan tersebut, dalam penelitian Andi Faisal Bakti (dalam Nordholt dan Klinken 2007) dalam penelitiannya mengenai kekuasaan keluarga di Wajo Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa desentralisasi dan otonomi daerah telah memperkuat pemerintahan otokratis.Â
Meskipun penelitian-penelitian tersebut mengkaji elite politik, namun terkait dengan kajian politik kekerabatan. Wasisto Raharjo Djati (2013) yang meneliti familisme dalam demokrasi lokal menunjukkan bahwa familisme dipengaruhi oleh berbagai sumber politik seperti populisme, tribalisme dan feodalisme yang ketiganya membentuk tipologi rezim dinasti politik yang berbeda di Indonesia.Â