Sebuah catatan perjalanan etnografi dari Kota Makassar ke Kabupaten Banggai Laut menghadirkan sebuah perjalanan yang panjang dan menantang. Perjalanan dimulai dari Kota Makassar dengan perjalanan darat yang melelahkan, memakan waktu hingga 25 jam melintasi jalan yang berliku dan kadang rusak. Di sepanjang perjalanan, saya disuguhi pemandangan alam yang beragam, dari pegunungan yang hijau hingga dataran yang luas, yang merupakan lanskap bumi Sulawesi yang kaya akan keanekaragaman budaya.
Setelah menyelesaikan tahap perjalanan darat yang melelahkan, perjalanan saya dilanjutkan dengan menyeberang laut selama 8 jam menuju Kabupaten Banggai Laut. Perjalanan laut ini membawa saya melintasi perairan yang tenang di malam hari, hingga gelombang yang menghadang di tengah malam. Di tengah laut, saya merasakan kedalaman kehidupan masyarakat maritim, yang kini saya akan mulai eksplorasi.
Sampai di Banggai Laut, saya disambut oleh keindahan alamnya yang memukau dan kehangatan masyarakatnya yang ramah. Inilah awal dari sebuah perjalanan yang penuh tantangan dan adrenalin, di mana saya akan memahami lebih dalam tentang kehidupan dan budaya suku Bajo yang unik di sini.
Di tepian laut yang tenang dan indah di Kabupaten Banggai Laut, terdapat sebuah komunitas yang unik, yaitu suku Bajo tepatnya berada di Desa Popisi, Kab. Banggai Laut.Â
Selama empat hari saya berada di sana. saya menemui di antara wanita-wanita suku ini, terdapat kebiasaan yang khas dan mendalam, mereka gemar mengisap kretek. Kebiasaan ini tidak sekadar tentang nikmatnya rasa tembakau dan cengkeh, tetapi juga memiliki makna yang dalam dalam kehidupan sehari-hari mereka.Â
Bagi perempuan Bajo yang mengisap kretek, kegiatan ini bukan semata untuk kenikmatan semata, tetapi sebagai cara untuk mengatasi beban pikiran yang kompleks dari kehidupan mereka.
Ratna mengatakan, ia adalah soerang istri nelayan dari orang suku Bajo yang berasal dari Kabupaten Banggai Laut, Menurutnya,
"kitorang ba isap kretek biar beban pikiran hilang, apalagi penghasilan tidak menentu, anak buah kitorang (anak) selalu minta uang, setiap hari ke sekolah minta uang, kalau kitorang merokok bagini bisa hilangkan stress dan penat, biasa kitorang ba kumpul di sini ramai-ramai sambil ketawa-ketawa karena begitu cara kami melampiaskannya", ujarnya.
Di tengah kehidupan yang kadangkala sehari-hari tidak menentu, di mana mereka menghadapi tantangan penghidupan, dan interaksi dengan lingkungan, mengisap kretek menjadi cara untuk meredakan pikiran yang tegang. Asap kretek memenuhi udara dengan aroma yang khas, seraya membawa mereka pada momen ketenangan dan introspeksi. Lebih dari itu, mengisap kretek juga menjadi wadah untuk komunikasi di dalam keluarga. Di tengah malam yang tenang, setelah hari yang penuh dengan aktivitas, wanita Bajo sering kali berkumpul dengan anggota keluarga lainnya.
Di bawah cahaya remang-remang, sambil mengisap kretek, mereka saling berbagi cerita, mengobrol tentang peristiwa hari itu, menyelesaikan masalah keluarga, atau sekadar berbagi tawa dan kebahagiaan. Aktivitas ini menciptakan ruang intim di mana ikatan antaranggota keluarga diperkuat, dan masalah-masalah yang mungkin membebani mereka dapat diatasi secara bersama-sama. Kretek bukan hanya sebatang rokok bagi mereka; ia adalah ritual sosial yang memperdalam hubungan keluarga dan memperkuat solidaritas di antara anggota suku Bajo.