Pagi itu, sekitar pukul 09.00 WITA kami dikumpulkan di salah satu sudut pos perijinan pendakian Gunung Tambora. Jumlah kami saat itu berkisar 200 orang yang terdiri dari peserta, panitia dan tim pendukungnya seperti Polisi, TNI, Basarnas, PMI, Orari dan BNPB. Misi kami tak banyak, hanya untuk sampai di titik puncak bibir kaldera Gunung Tambora kemudian membentangkan bendera Merah Putih sepanjang 203 meter dan lalu turun ke lokasi semula dengan tidak kurang apapun.Â
Misi membentangkan bendera 203 meter di bibir kaldera Gunug Tambora pada tanggal 10 April 2018 adalah inti dari kegiatan Teka Tambora yang merupakan rangkaian dari kegiatan Festival Pesona Tambora 2018.
Kegiatan ini sebagai bentuk napak tilas kami akan sejarah yang ditorehkan oleh satu-satunya gunung api aktif yang ada di Pulau Sumbawa 203 tahun lalu itu. Sejarah yang telah merubah total sejarah dunia saat itu, yang akibat letusannya bahkan membuat negara-negara di Eropa tidak menikmati matahari selama 30 hari. Dan Misi ini sekaligus menunjukan bahwa kami masih peduli, masih turut menjaga kelestarian Gunung Tambora.Â
Perjalanan menuju puncak Gunung Tambora kali ini terasa berbeda, kenapa? karena biasanya sebagian besar pendaki masuk ke Gunung Tambora melalui jalur Pancasila, yang letaknya di desa Pancasila, Kabupaten Dompu. Namun misi pembentangan 203 meter bendera Merah Putih kami mulai dari Desa Kawinda Toi, Kabupaten Bima dan nantinya pun jalur ini dinamakan jalur Kawinda Toi.
Setelah hening sejenak menundukan kepala untuk berdoa meminta perlindungan kepada Sang Pemilik Alam, kami memulai pendakian. Tampak wajah yang masih sangat ceria, masih murah akan senyum-senyum manisnya dan yang pasti, masih penuh akan semangat menuju puncak Gunung Tambora.Â
Melalui Jalur Kawinda Toi, untuk sampai di Puncak Gunung Tambora, kami akan melewati lima pos. Pos satu, dua dan tiga berada di dalam lebatnya Hutan Gunung Tambora, pos empat berada di perbatasan antara hutan dan padang savana, dan pos terakhir berada di tengah-tengah padang savana nan luas Gunung Tambora. Dari pos perijinan kami langsung disambut oleh sungai yang airnya sangat jernih, dengan saling membantu kami pun menyeberangi sungai yang alirannya cukup deras tersebut.Â
Diawal-awal pendakian, wajah-wajah para pendaki nampkanya masih sangat bersahabat, masih semangat menikmati indah dan lebatnya hutan Gunung Tambora, nampak ada yang masih saling melempar canda, dan ada aja juga yg terlihat saling mengakrabkan diri satu sama lain. 2.5 jam berjalan naik menembus hutan belantara Gunung Tambora, kami sampai di pos dua.
Di pos ini kami rehat untuk makan siang, dan mengisi kembali botol air minum, karena di pos ini terdapat aliran mata air yang sangat jernih berjarak sekitar 10-15 menit saja. Di pos ini, kami beristirahat cukup lama, sekitar 1 jam.Â
Tepat Pukul 13.00 WITA, kami satu persatu melanjutkan perjalanan menyusuri punggung Gunung Tambora, mulai nampak wajah letih dan capek, akan tetapi bayangan puncak Gunung Tambora mengaburkan perasaan letih dan capek tadi, dan yang ada hanya semangat untuk terus berjalan menapaki meter demi meter Gunug Tambora.
Dari pos dua, kami berjalan kurang lebih 1,5 jam untuk sampai di pos tiga. Disini kami hanya istirahat sebentar saja, ada yang sekedar meluruskan ototnya, bercanda ria dan ada pula yang menyempatkan menunaikan kewajibannya sebagi seorang muslim. Dari pos perijinanan hingga ke pos tiga, medan yang kami lalui bisa dibilang tidak terlalu berat, istilah bagi para pendaki masih banyak "bonus" yang didapatkan.
Namun dari pos tiga ke pos empat, kita langsung di sambut oleh jalanan menanjak yang cukup terjal, yang tidak kami temukan di rute pos perijinan sampai ke pos tiga. Jalanan menanjak yang dinamakan Tanjakan Penyesalan ini benar-benar membuat para pendaki cukup merasakan rasa penyesalan, namun sama sekali tidak mengurangi semangat untuk menuju Puncak Gunung Tambora.Â