Mohon tunggu...
Arditha Mauluddin
Arditha Mauluddin Mohon Tunggu... Quality Control -

Salah satu Alumni Universitas Brawijaya, dan sempat duduk manis di dunia Pers Mahasiswa hingga akhirnya menjadi buruh Perusahaan Perikanan di Kawasan Indonesia Timur (sebentar saja)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Undang-undang tak Berlaku di Perusahaan Ini

1 Mei 2016   13:14 Diperbarui: 1 Mei 2016   21:13 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk memenuhi dengan sebaik-baiknya hak para karyawannya dan begitu pun sebaliknya, sang karyawan mesti mencurahkan seluruh kemampuan terbaiknya untuk perusahaan dimana Ia bekerja. Namun apa jadinya, jika hak-hak sang karyawan tidak terpenuhi oleh perusahaan, bahkan untuk hak-hak yang telah dijamin oleh Undang-undang sekalipun.

Begitulah yang terjadi saat ini di Perusahaan tempat saya bekerja. Salah satu perusahaan yang terletak di kawasan timur Indonesia. Lokasi perusahaan yang sangat terpencil, jauh dari hingar bingar perkotaan di Pulau Penambulai, Kepulauan Aru membuat perusahaan yang bergerak di bidang perikanan ini dengan leluasa mengeluarkan aturan dan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan Undang-undang, salah satunya yakni Undang-undang tentang Ketenagakerjaan.

Diundang-undang tersebut tersebut jelas berbagai hak-hak karyawan dan aturan-aturan yang harus ditaati oleh perusahaan maupun karyawan. Kita coba urai satu persatu bentuk-bentuk penistaan terhadap undang-undang yang dilakukan oleh perusahaan tempat saya bekerja ini.

Libur tetap Ngantor

Sebelum bekerja disini, bagi saya ketika mendengar kata hari Sabtu dan Minggu yang pertama terlintas dalam benak saya hari dimana saya bisa beristirahat dengan nyaman dan tenang dari hiruk pikuk dunia luar, namun hal tersebut berubah ketika saya mulai bekerja disini, hari Sabtu dan Minggu sama saja seperti hari-hari kerja yang lainnya, tetap berkutat dengan pekerjaan kantor alias tetap masuk kerja, dan celakanya masuk di akhir pekan tersebut tidak terhitung lembur, artinya tidak ada perbedaan antara masuk di hari kerja normal dengan masuk kerja di hari libur. Padahal di Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 77 sangat jelas tertulis bahwa setiap perusahaan WAJIB melaksanakan ketentuan waktu kerja, di ayat berikutnya dijelaskan bahwa waktu kerja yang dimaksud adalah tujuh jam kerja dalam satu hari dan 40 jam kerja dalam satu minggu untuk 6 hari kerja (1 hari libur) dalam satu minggu, di poin berikutnya ditambahkan untuk perusahaan yang memiliki jam kerja 8 jam dalam satu hari atau 40 hari dalam satu minggu wajib memberi 2 hari libur kepada karyawanya setelah kerja 5 hari. Singkatnya apabila kerja 7 jam sehari, jatah libur 1 hari selama seminggu dan apabila kerja 8 jam sehari maka jatah libur menjadi 2 hari selama seminggu.

Apabila perusahaan saya mematuhi undang-undang tersebut dalam penentuan waktu kerja karyawannya, saya dan karyawan-karyawan lainya berhak mendapat libur 2 hari setelah kerja 5 hari dalam seminggu karena durasi waktu kerja disini adalah 8 jam, namun apa di kata, perusahaan saya mungkin menganggap Undang-undang tersebut hanya sebagai pajangan dinding saya, tanpa perlu untuk dilaksanakan. Mungkin.

Berkaca dari Undang-undang tersebut miris sekali melihat nasib karyawan termasuk saya yang “dipaksa” kerja setiap hari tanpa sekalipun merasakan libur yang seharusnya sudah menjadi hak dasar setiap pekerja yang telah diatur dalam Undang-Undang. Mereka boleh-boleh saja libur, namun harus siap gajinya dipotong dan nasibnya pun semakin tragis. Saya yakin, Perusahaan skala nasional yang berpusat di Jakarta dan saat ini memiliki cabang di beberapa kota besar di Indonesia ini pasti faham dan mengerti tentang peraturan ini, apalagi petinggi-petinggi perusahaan adalah orang yang sudah malang melintang di dunia ketenagakerjaan.

Memang, ritme kerja di perusahaan perikanan khususnya di bidang pengolahan tidak sama dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Pekerjaan tergantung dari adanya raw material ikan atau tidak, dan karyawan harus siap kerja maupun lembur secara mendadak apabila ada kegiatan yang tidak bisa ditunda, namun hal itu tidaklah bisa membenarkan setiap kebijakan perusahaan yang bertentangan dengan Undang-Undang, untuk hal apapun itu.

Dan sepertinnya Pemerintah telah tanggap terkait masalah ini, lewat Peraturan  Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 11/Men/VII/2010 Tentang Waktu Kerja dan Istirahat di Sektor Perikanan Pada Daerah Operasi Tertentu, pemerintah telah mengatur secara khusus tentang waktu kerja bagi karyawan yang bekerja perusahaan sector perikanan. Di peraturan tersebut, perusahaan diberi dua pilihan dalam menentukan waktu kerja untuk karyawan sesuai dengan kebutuhan operasionalnya. Dua pilihan tersebut yakni 1). Periode kerja 3 (tiga) minggu berturut-turut, dengan ketentuan setelah pekerja bekerja selama 2 (dua) minggu berturut-turut diberikan 1 (satu) hari istirahat serta 4 (empat) hari istirahat setelah pekerja menyelesaikan periode kerja. 2). Periode kerja 4 (empat) minggu berturut-turut bekerja, dengan ketentuan setelah pekerja bekerja selama 2 (dua) minggu berturut-turut diberikan 1 (satu) hari istirahat serta 5 (lima) hari istirahat setelah pekerja menyelesaikan periode kerja.

Namun aturan tinggal aturan, hanya sebatas hitam di atas putih. Saya jujur “kagum” dengan kehebatan para pemilik perusahaan ini, berani dengan terang-terangan melanggar berbagai macam aturan yang ada, sekalipun itu Undang-Undang.

Lembur tanpa batas

Tak hanya peraturan mengenai waktu kerja yang di langgar oleh perusahaan tempat saya bekerja ini, peraturan mengenai waktu lembur sama sekali tak berlaku disini. Setelah bekerja 7 hari selama seminggu, pekerja disini lagi lagi “dipaksa” untuk lembur setiap hari, selama 3 jam, bahkan terkadang hingga 5 jam, jadi mereka (pekerja) bisa kerja hingga 13 jam dalam satu hari, artinya mereka hanya punya waktu istirahat selama 11 jam saja, itu sudah termasuk waktu yang dipakai untuk menyeleseikan pekerjaan rumah lainnya. Padahal, dengan sangat jelas di Undang-undang nomor 13 tahun 2010 tentang Ketenagakerjaan pasal 78 ayat 1 poin (b) bahwa waktu kerja lembur HANYA dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) dalam 1 (satu) minggu.

Lebih parah lagi, bukan hanya durasi lembur perhari yang terang-terangan dilanggar oleh perusahaan ini, waktu kerja lembur perminggu juga digilas tanpa ampun. Bayangkan saja, setelah kerja selama 7 hari selama seminggu dengan durasi kerja 8 jam perhari, pekerja masih diharuskan lembur (meski tidak wajib) minimal 3 jam setiap hari. Ibaratnya perusahaan ini memiliki undang-undangnya sendiri, dan sepertinya Undang-undang dari Pemerintah hanya gurauan belaka saja.

Jangan salah, walau tempatnya dipelosok ujung negeri, Perusahaan saya sering dikunjungi oleh berbagai Instansi terkait, seperti Disnakertrans, Imigrasi, Dikes, dll. Awalnya saya menaruh harapan tinggi ketika ada kunjungan dari dinas terkait, terutama Disnakertrans, namun harapan hanya tinggal harapan, tak ada hal apapun yang mereka lakukan disini, dan ujung-ujungnya beberapa karung ikan beku jadi “oleh-oleh” wajib yang pasti mereka bawa pulang seusasi berkunjung ke Perusahaan saya.

Miris memang melihat hal seperti itu, tapi begitulah yang terjadi saat ini. Kunjungan hanya sebatas kunjungan saja, tanpa ada maksud sedikit pun untuk memperbaiki nasib para pekerja disini. Saya sendiri pun berpikir dua kali untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran  yang terjadi di Perusahaan ini kepada instansi terkait karena hanya akan menguap saja.

Cukup dua itu saja yang saya ungkapkan lewat tulisan ini, saya tidak ingin terlalu banyak membuka aib perusahaan tempat saya bekerja. Tidak ada maksud untuk menjatuhkan perusahaan ini ke liang kuburan, karena saya sadar banyak keluarga yang mengepul asap dapurnya karena perusahaan ini, dan akan lebih banyak anak-anak usia sekolah yang terputus masa depannya karena orang tuanya tak lagi bekerja disini.

Lewat tulisan ini saya hanya ingin “membangunkan” pemerintah yang selama ini tidur, yang tidak mungkin tidak bagaimana “derita” yang dialami oleh para pekerja disini. Jalan-jalanlah sekali kesini, melihat kami bekerja tiada henti setiap harinya, tapi mohon jangan seperti kebanyakan pejabat lainnya yang hanya datang melihat sebentar lalu pulang sambil membawa oleh-oleh ikan hasil keringat para pekerja disini.

Selamat Hari Buruh Internasional, 

semoga tidak banyak buruh yang bernasib malang seperti kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun