Warga Kota Depok pasti sudah tidak asing lagi dengan tawuran antar pelajar yang melibatkan dua Sekolah Menengah Kejuruan ini; SMK Baskara dan SMK Pancoran Mas Depok. Mungkin sudah bosan mendengar berita ataupun menyaksikan langsung tawuran yang terjadi antara kedua sekolah ini yang jaraknya memang berdekatan (sama-sama berlokasi di Jl. Raya Sawangan). Ironisnya, konflik ini sudah turun menurun setiap angkatan ibarat perseturuan abadi tanpa akhir.
Seorang pemilik kios cukur rambut dekat kios dimana tersangka bekerja menjelaskan bahwa belum lama ini ia baru saja cukur rambut di sini. Ia bercerita tentang rencana tawuran itu dan bilang:
"Kalo dia belum mati, saya nggak akan pernah puas bang!”
Apa akar permasalahan kedua sekolah ini hingga menjadi dendam kesumat dan perang abadi? Mohon maaf sebelumnya untuk rekan-rekan saya yang juga alumni dari kedua sekolah tersebut. Mungkin teman-teman saya masih termasuk siswa yang baik dan juga beruntung tidak terlibat dalam perseturuan abadi antar dua sekolah ini. Namun tawuran pelajar di Depok sangat meresahkan karena selalu terjadi dan sudah sudah turun temurun. Titik tawurannya pun berpindah-pindah. Tak hanya SMA/SMK, tawuran juga masih terjadi antar siswa SMP.
Biasanya, penyebab tawuran adalah hal yang sepele. Yang pasti, ada rasa dendam dan prinsip yang dipegang setiap siswa “bandel” dari SMK Baskara, Pancoran Mas, dan SMK lainnya yang merupakan sekutu mereka dalam tawuran: yaitu “nyawa dibayar nyawa”. Petuah ini biasanya lahir dari senior atau alumni yang juga merupakan “jagoan” dari sekolah tersebut.
Ibarat perang antar negara, mereka pun juga punya koalisi atau sekutu dalam membantu “berperang” melawan musuhnya. Sebuah akun Fan Page Facebook pun dibuat untuk mengakomodir segala “rencana” sepulang sekolah. Meskipun akun ini sudah lama tidak aktif, namun ternyata media sosial juga menjadi wadah pasukan yang siap berperang ini.
Padahal seluruh warga Kota Depok sudah tau bahwa sekolah itu sudah masuk daftar hitam “Black List” yang harus dicabut izinnya alias segera ditutup karena selalu menelan korban di setiap waktu, karena “perang” diantara mereka bisa terjadi kapan saja. Bahkan banyak warga Depok menyebut kedua sekolah itu sebagai “Rajanya Tawuran”. Bukalah mesin pencari Google anda lalu ketik “SMK Baskara Depok” atau “SMK Pancoran Mas Depok”. Bukannya informasi tentang sekolah terkait biaya, fasilitas, dan keunggulan lainnya, penelusuran justru menghasilkan berita dan gambar-gambar tawuran diantara mereka.
Saya rasa Dinas Pendidikan Kota Depok harus mengkaji lagi akreditasi kedua sekolah ini. Jika melihat data dan fakta serta banyaknya korban yang berjatuhan akibat konflik berkepanjangan, semestinya kedua sekolah ini sudah ditutup sejak lama. Warga Depok senang sekali terkait bertumbuhnya sekolah di tingkat SMP dan SMA/SMK Negeri maupun Swasta.
Namun Pemerintah Kota bahkan pihak sekolah sekalipun jangan melupakan pengawasan terhadap “kehidupan” di dalam lingkungan sekolah itu sendiri. Petisi untuk menutup atau mencabut izin lembaga pendidikan/sekolah di Kota Depok yang terlibat tawuran pun sempat dilayangkan di change.org beberapa tahun lalu. Namun kurang mendapatkan respon dari para netizen.