Mohon tunggu...
Ardiansyah Taher
Ardiansyah Taher Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sociolinguist

Music, Sports, Languages

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Senangnya Punya Uang (Mainan) Baru

8 Februari 2017   14:54 Diperbarui: 28 Februari 2017   02:00 3428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang mainan dengan desain menyerupai aslinya, sekilas terlihat sama (Dokumentasi Pribadi)

Di tengah ribut-ribut soal logo mirip perkakas rumah pada desain Rupiah baru, terdengar keramaian suasana di sisi luar sebuah sekolah dasar saat jam istirahat:

“Ayo Dek, uang mainan barunya, bagus-bagus lho gambarnya. Cuma seribuan isi 5 lembar. Ayo dibeli-dibeli....”

Sontak para siswa menyerbu sang tukang uang mainan tersebut layaknya zombie yang kelaparan. Wah! senangnya punya uang baru. Bukannya mata duitan, tapi desainnya (Rupiah baru) yang menarik dengan warna-warna yang mencolok membuatnya semakin menarik dan digemari. Tanpa ragu anak-anak sekolah membeli uang mainan itu. Lumayan, bisa untuk main sama teman-teman di rumah sepulang sekolah.

Orang tuanya pun tidak melarang, tak apalah, daripada si anak jajan sembarangan seperti sebungkus cilok yang harganya juga seribuan. Mungkin uang mainan bisa jadi bahan pembelajaran untuk anak di rumah tentang pengenalan mata uang, pecahan uang, fungsi uang sebagai alat tukar, dan lain-lain. Tapi coba direnungkan sejenak, apa sih esensinya jika kita harus mengeluarkan uang untuk membeli uang? Lebih baik jajan cilok atau tahu bulat, kan?

Uang mainan tahun emisi 2017 (Dokumentasi Pribadi)
Uang mainan tahun emisi 2017 (Dokumentasi Pribadi)
Sebenarnya uang mainan itu sama saja dengan uang palsu; sama-sama dilarang. Mungkin hanya tujuan dicetaknya saja yang membedakan, misalnya untuk mahar, spesimen untuk bahan ajar atau pelatihan, dan yang lainnya. Namun, tetap saja, maraknya peredaran uang mainan sudah meresahkan kita, dari yang bergambar Spongebob dan kawan-kawan, para pemeran Uttaran, hingga Boy Anak Jalanan. Lebih parahnya lagi, desainnya meniru uang beneran. Saya pun sampai pangling dan “hijau” melihatnya. Ini bukan masalah pemalsuan uang saja, tapi juga melecehkan mata uang negara kita.

Peredaran uang mainan yang menyerupai uang asli ini pun terlihat tidak tersentuh oleh hukum. Padahal, beberapa tahun lalu seorang warga melaporkan keresahannya terkait beredarnya uang mainan yang desainnya sangat mirip dengan uang asli ke laman lapor.co.id, sebuah layanan aspirasi dan pengaduan online. Hal ini pun langsung direspons pihak Bank Indonesia dengan menjelaskan peraturan larangan meniru Rupiah seperti di bawah ini:

Sumber: lapor.co.id
Sumber: lapor.co.id
Memang tidak spesifik kepada uang mainan yang dimaksud, lagi pula uang asli dan uang palsu jelas berbeda dari segi bahan kertas jika diraba, diterawang pun tidak ada ciri khasnya. Namun, dari desain uang mainan yang selama ini beredar sudah cukup keterlaluan, bahkan terlihat seperti uang sungguhan dengan berbagai pecahan. Tak jarang juga uang mainan jadi bahan orang jahat melakukan aksi penipuan. Hingga saat ini peredaran uang mainan tetap ada sehubungan dengan rilisnya desain baru Rupiah tahun emisi 2016.

Bank Indonesia harus tegas menyikapi peredaran uang mainan dengan desain yang meniru uang asli. Meskipun tertulis “Uang Mainan”, Rupiah sebagai alat tukar resmi di negara kita ini janganlah menjadi “bahan mainan” karena kondisi ini akan sangat mengkhawatirkan bagi anak-anak generasi penerus bangsa yang sudah diajarkan untuk tidak menghargai uang. Orang tua juga harus melarang anak-anaknya untuk membeli uang mainan dan memberikan pemahaman bahwa Rupiah adalah ciri khas bangsa kita Indonesia. Tak lupa juga untuk menjaga Rupiah dengan tidak melipat-lipat, mencoret-coret, ataupun merusak selembar uang Rupiah yang kita miliki.

Para pembuat dan penjual uang mainan juga harus ditertibkan. Apalagi sekarang uang mainan sangat mudah ditemukan di pusat jajanan sekolah dan juga bisa didapatkan secara online. Semoga ini bisa menjadi perhatian untuk kita bersama agar bisa menjaga dan menghargai Rupiah kita. Jangan sampai semboyan “Aku Cinta Rupiah” berubah menjadi “Aku Cinta Uang Mainan”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun