"Semua agama secara teologi tidak ada yang mentolerir agama lain. Artinya supaya kita sadar bahwa secara teologis itu tidak ada agama yang toleran terhadap agama lain," tegas Dr. Hamid Fahmy Zarkasi, direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilisation (INSISTS). Sanggahan Gus Hamid ditujukan ke Haidar Bagir, seorang penganut Syi'ah dan pemimpin penerbit Mizan. Dalam diskusi publik dan peluncuran buku “Fikih Kebhinekaan”, menurut Haidar Bagir sekolah yang seharusnya membuat orang terbuka pikirannya, menjadi toleran dan beradab, justru pelajaran-pelajaran seperti agama di sekolah sebagian besar menjadi medium anti toleransi. [1]
Kalau pernyataan Gus Hamid itu betul, bukankah ini akan mengatakan tuduhan Haidar Bagir, dogma seperti ini bisa mendatangkan kekerasan antar umat beragama?
Benar, kekerasan bisa terjadi jikalau agama tersebut tidak memiliki aturan bagaimana berhubungan dengan penganut agama lain. Namun Islam bukan seperti agama lain. Islam merupakan “jalan hidup” atau “deen” dalam bahasa Arab. Dengan demikian Islam memiliki aturan di semua lini kehidupan, termasuk bagaimana berinteraksi dengan non-Muslim. Islam memiliki fiqih yang mengatur hubungan sosial antara Islam dengan kelompok atau agama lain.
Contohnya dalam Islam ada larangan untuk menghina Tuhan-Tuhan agama lain, karena kalau dihina seperti itu, mereka akan membalas dengan hinaan yang lebih kejam. Juga ada larangan untuk menghancurkan rumah-rumah ibadah mereka. Bahkan sebagai seorang Muslim, apabila ada tetangga non-Muslim yang ditimpa kesusahan, kita wajib membantunya.
"Fikih itu bisa saja ditambahkan dan dalam kehidupan nyata sudah dijalankan, kenapa harus dipersoalkan? Di dalam kehidupan sosial, umat Islam sudah sangat toleran. Jadi kalau sudah toleran kenapa harus menganggap pelajaran agama mengajarkan intoleransi?" tambah Gus Hamid lagi ketika menanggapi pernyataan Haidar Bagir yang mengatakan bahwa pelajaran-pelajaran agama di sekolah itu mengajarkan intoleransi yang mungkin mengarah kepada terorisme.
Kalau seandainya Islam telah memilik fiqh hubungan sosial dengan non-Muslim, kenapa masih ada orang Islam yang melakukan “kekerasan” terhadap non-Muslim?
Islam itu sempurna, tapi umat Islam tidak sempurna. Tidak mungkin mengharapkan 100% umat Islam berprilaku seperti yang ada dalam ajaran Islam. Mesti ada yang menyimpang walaupun sedikit. Namun yang sedikit ini seolah-olah menjadi mayoritas akibat peran media yang sengaja memblow-up yang sedikit ini. Apakah hanya karena tafsiran ekstrim yang sedikit ini, lalu harus dilawan dengan ajaran sekuler seperti merevisi ajaran agama di sekolah-sekolah, bahkan menghapuskannya?
Mengenai hal ini, syaikh Dr. Ali Qara Daghi, sekjen Persatuan Ulama Muslim Sedunia memiliki sebuah persepsi, “Sebenarnya kita menghadapi dua hal yang menjadi masalah, yaitu ekstrimisme kaum agamis, dan ekstrimisme kaum sekularis. Kedua-duanya sama-sama menjadi masalah. Sehingga tidak mungkin menghadapi pemikiran radikal, dengan menggunakan pemikiran liberal.”
Jadi agar Muslim tidak menjadi ekstrim, bukan aqidahnya yang diotak-atik agar mengakui semua agama benar. Yang perlu dilakukan adalah memperdalam fikih berhubungan dengan non-Muslim.
Sebenarnya tujuan Haidar Bagir adalah agar kelompok Syi'ah bebas melaksanakan ajaran agamanya dan menarik sebanyak-banyaknya penganut Sunni menjadi Syi'ah. Haidar bagir menganggap kaum Islam di Indonesia tidak toleran karena menghalangi kaum Syi'ah untuk beribadah dengan bebas. Tuduhan ini adalah tuduhan yang tidak ada alasan. Boleh-boleh saja, kaum Syi'ah beribadah, asalkan tidak menampakkan di depan umum demi menjaga kesensitivitas terhadap golongan Sunni. Ajaran Syi'ah yang mengkafirkan para sahabat dan istri Rasulullah saw bertabrakan dengan prinsip-prinsip golongan Sunni.
Namun hal seperti itulah yang diinginkan kaum Syi'ah. Mereka ingin berdakwah kepada kaum Sunni. Mereka ingin mengkonversi kaum Sunni menjadi Syi'ah. Mereka bisa saja melakukan secara diam-diam. Tapi hasilnya tidak memuaskan. Mareka harus muncul di publik agar propaganda mereka bisa menyebar secara meluas. Mereka berusaha memprovokasi kaum Sunni agar berbuat kekerasan terhadap mereka. Tujuannya adalah supaya kaum Sunni yang mayoritas dianggap kaum yang tidak memiliki toleransi, sehingga banyak kaum Sunni yang awam jatuh simpati dan membela kaum Syi'ah habis-habisan.