Ramainya pendaftar pendidikan anak usia dini (PAUD) dan Taman Kanak-kanak (TK) menunjukkan tingginya minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya sejak dini.Â
Berdasarkan data dari pusat data statistik pendidikan dan kebudayaan tahun 2016, di Indonesia terdapat 79.878 PAUD dengan total jumlah siswa 3.764.025 dan 88.381 TK dengan jumlah siswa 4.605.809.Â
Banyak alasan di balik fenomena ini, mulai dari sekedar mengikuti arus lingkungan, alternatif untuk mengisi waktu bagi anak, mengurangi waktu asuh oleh ART di rumah -- dikarenakan kedua orang tua bekerja, hingga mengejar persyaratan untuk masuk ke sekolah dasar impian. Namun, benarkah anak-anak usia di bawah 7 tahun perlu mengikuti sekolah formal, seperti PAUD dan TK ?Â
 Pentingkah TK bagi perkembangan anak-anak
Taman Kanak-kanak awalnya merupakan jalur pendidikan alternatif bagi orang tua yang ingin mengenalkan anak-anaknya pada sistem belajar formal, cara membaca, menulis, berhitung, dan bersosialisasi dengan teman seusianya.Â
Namun, institusi pendidikan ini berkembang menjadi suatu jalur pendidikan yang 'wajib' diikuti sebelum masuk ke jenjang Sekolah Dasar. Hal ini bisa dilihat dari beberapa sekolah dasar swasta yang mensyaratkan ijazah TK bagi calon murid baru.Â
Selain tu, pada Sekolah Dasar baik negeri maupun swasta banyak yang mensyaratkan siswa baru untuk memliki skill membaca, menghitung bahkan berbahasa inggris. Hal ini berdampak pada beberapa TK memasukan skill tersebut dalam silabus pengajaran, dan tak jarang pendidiknya menggunakan metode "paksa".
Profesor Sandralyn Byrnes, Australias's & International Teacher of the Year meneliti pendidikan anak usia dini dan Taman Kanak-kanak  selama 7 tahun. Byrnes menemukan sebagian orangtua memiliki konsep bahwa anak-anak di usia itu sudah bisa berfikir. Anak-anak usia dini belum bisa berfikir dengan sempurna seperti orang dewasa.Â
Anak-anak usia tersebut harus dipandu cara berpikir secara besar, cara mencerna dan berdaya nalar. Sayangnya, beberapa lembaga pendidikan anak usia dini di Indonesia belum mengajarkan mengenai multiple inteligences. Ini kembali ke perkembangan latar belakang ahli didiknya," ungkap Byrnes.
Joyce Fetterol, seorang pemerhati perkembangan anak dan parenting asal Amerika Serikat, bahkan mengatakan bahwa "There's nothing magical about kinderganren. It's a poor subtitute for engaged life with parents", dengan kata lain memasukkan anak ke TK tidak sebanding dengan kebersamaan dengan orang tua. Ia menambahkan, kebanyakan orang tua memasukkan anaknya ke TK agar mereka bisa bersosialisasi dengan baik. Sayangnya, justru di TK, sosialisasi yang baik tidak tercapai di sana.Â
Akan jauh lebih efektif membiarkan anak bermain di taman bermain umum, museum, kelas, dan lain-lain. Kelas yang dimaksud adalah kelas sekolah nonformal, seperti kelas renang, menyanyi atau menari, dimana dalam satu kelas muridnya beragam dari segi usia sehingga mereka bisa berinteraksi dan belajar satu sama lain.Â