Mohon tunggu...
Timmy Ardian Roring
Timmy Ardian Roring Mohon Tunggu... Pustakawan - Pegawai Swasta

Seorang pekerja swasta yang mengaktualisasi diri dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Peran Sentral Mahkamah Konstitusi dalam Pusaran Dinamika Demokrasi

20 Juli 2023   15:48 Diperbarui: 20 Juli 2023   15:51 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memelihara marwah konstitusi, melaksanakan proses peradilan, dan memastikan penegakkan hukum berjalan sebagaimana mestinya merupakan tanggung jawab utama Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Pelaksanaan tugas-tugas pokok Mahkamah Konstitusi (MK) ini terlihat jelas melalui wewenangnya dalam menyelenggarakan judicial review guna memastikan apakah sebuah undang-undang sejalan dengan kaidah konstitusi maupun dalam menyelesaikan sengketa kewenangan antar lembaga negara. Selain itu, MK juga turut berkontribusi aktif dalam menjaga praktik demokrasi di Indonesia, terkhusus melalui amanat yang dibebankan kepada MK untuk memberi putusan bilamana terjadi perselisihan atau sengketa hasil pemilihan umum.

Sistem pemerintahan demokrasi yang dianut oleh Indonesia bukanlah sebuah sistem yang bebas tantangan dan permasalahan. Karena itu, dibutuhkan sinergi prima dari berbagai lembaga dan institusi negara untuk memastikan proses demokrasi dapat berjalan dengan baik, dan dalam hal ini, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yang secara independen, objektif, dan adil menyelesaikan sengketa pemilu, menjadi salah satu pilar penyangga yang memampukan demokrasi di negara ini tetap terjunjung tinggi.

Pemilu sebagai Bagian Tak Terpisahkan dari Proses Demokrasi di Indonesia

Menilik kembali pengertian dasarnya, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang berlandaskan penuh pada kedaulatan rakyat, sehingga suara rakyat, terkhusus suara mayoritas, menjadi penggerak utama dalam perhelatan politik (Rangkuti, 2023). Kehendak rakyat-pun dengan demikian menjadi acuan, kunci, dan pertimbangan terpenting dalam pengambilan keputusan-keputusan krusial yang berkaitan dengan kemaslahatan orang banyak.

Namun tentunya, merupakan sebuah hal yang mustahil untuk mengakomodir seluruh keinginan rakyat, yang kadang belum tentu sejalan satu dengan yang lain. Karena itu, diperlukan individu-individu terpilih untuk menjadi pimpinan dan para wakil rakyat, yaitu mereka-mereka yang diberikan mandat untuk merealisasikan kemauan kolektif masyarakat luas ataupun mencari jalan tengah terbaik dan solutif untuk memfasilitasi keinginan yang acap kali beragam. Pada akhirnya, orang-orang terpilih inilah yang menjadi bukti otentik sekaligus ujung tombak dari berjalannya proses demokrasi itu sendiri, karena merekalah penghimpun aspirasi dan tumpuan harapan masyarakat, sekaligus ‘motor utama’ jalannya pemerintahan beserta dengan segala dinamika politik yang ada di dalamnya.

Menimbang betapa esensialnya peran para pimpinan dan wakil rakyat dalam sebuah sistem pemerintahan demokrasi, mereka tidak dapat dipilih begitu saja, apalagi secara acak. Mereka harus memiliki kapasitas dan benar-benar mendapat kepercayaan dari mayoritas. Disinilah dibutuhkan proses pemilihan umum yang memampukan khalayak untuk memilih individu-individu yang  mereka yakini dapat memperjuangkan suara mereka.

Ya, dari sekian banyak cara untuk menghidupi demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, penyelenggaraan pemilu merupakan salah satu yang paling terlihat jelas penerapannya. Sepertinya tidak berlebihan bila mengatakan bahwa pemilu merupakan simbol sekaligus tolak ukur demokrasi (Triwulan dalam Gischa, 2020). Bahkan melampaui itu, mengutip DR. Lia Kian, M.M., Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, pemilu juga merupakan wujud penghormatan terhadap keragaman dan praktik nyata Pancasila sebagai dasar negara (BPIP, 2022).

Agar pemilu berjalan sesuai prinsip dasar demokrasi dan sepenuhnya menjunjung kedaulatan rakyat, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraannya. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Ham Republik Indonesia, pemilu haruslah:

  • Menyediakan ‘panggung’ bagi para kandidat untuk berkompetisi
  • Dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu secara konsisten
  • Dapat diikuti oleh seluruh masyarakat umum yang memenuhi persyaratan peserta pemilu (tidak ada praktik diskriminasi)
  • Memberikan kebebasan pada pemberi suara untuk menentukan pilihan tanpa tekanan apapun, dan
  • Diselenggarakan oleh badan yang professional, memiliki integritas, dan tidak condong pada individu/kelompok tertentu. 

Menimbang nature pemilu yang kompetitif, tentunya para kandidat calon pemimpin ataupun wakil rakyat sama-sama ingin menang, mengungguli pesaingnya, dan mendapat kepercayaan mayoritas untuk menduduki kursi penting di pemerintahan.  Meski demikian, tetap saja dalam sebuah kontestasi, pasti ada yang menang, ada yang kalah; ada yang terpilih, ada yang tersingkir; ada yang terus melangkah maju, ada yang harus terhenti perjalanannya. Bagi pihak-pihak yang kalah atau belum terpilih, perjuangan mereka seringkali tidak berhenti begitu saja. Bilamana mereka menemukan adanya dugaan kejanggalan di balik kemenangan kompetitor mereka ataupun dugaan pelanggaran oleh pihak penyelenggara pemilu, mereka akan berupaya untuk mencari keadilan.

Memang idealnya, pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, seperti yang tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014. Tetapi bukan tidak mungkin jika hasrat untuk ingin menang mendorong oknum-oknum tak berintegritas untuk menggunakan cara-cara kotor dan memanfaatkan celah-celah yang ada. Karena itu, amatlah lumrah bila selepas perhitungan suara hasil pemilu diumumkan, pihak yang kalah, berdasarkan temuan yang nantinya akan diuji dan dibuktikan, memperkarakan hal-hal yang mereka duga tidak tepat di balik kemenangan kompetitornya ataupun penyelenggaraan pemilu itu sendiri. Disinilah Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia akan melaksanakan wewenangnya untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu.

MK Meredam Imbas Panasnya Kompetisi Pemilu dan Membereskan Dugaan Pelanggaran

Pihak-pihak yang menolak hasil pemilu dapat mengajukan permohonan agar poin-poin keberatan mereka atas hasil pemilu tersebut diuji oleh para hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. MK, yang mengemban tugas untuk menyelenggarakan peradilan di tingkat pertama dan terakhir, akan mengakomodir permintaan pemohon dan memformulasikan keputusan yang sifatnya tak bisa diganggu-gugat.

Peradilan sengketa pemilu dijalankan secara berimbang. Panel hakim MK akan memberikan waktu dan kesempatan bagi pemohon untuk menyampaikan temuannya. Saksi-saksi mendapat giliran untuk mengelaborasi dan mempertegas temuan-temuan tersebut. Bukti-bukti terkait-pun akan ditunjukkan dalam persidangan. Kemudian, pihak termohon juga diberikan kesempatan yang sama. Mereka akan menghadirkan argumen-argumen, bukti-bukti, dan saksi-saksi untuk mematahkan dugaan-dugaan kecurangan atau pelanggaran yang disematkan kepada mereka. Pada akhirnya, setelah menganalisa dan menimbang fakta-fakta yang disampaikan oleh pihak-pihak yang bersengketa, hakim-hakim MK akan memberi keputusan: mengabulkan keberatan pemohon atau menolaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun