Membaca itu seperti menghirup oksigen (O2). Sedangkan menulis, seperti menghembuskan karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O). Artinya, apa yang kita tuliskan selalu mengandung unsur bacaan kita. Hanya saja, terdapat perbedaan hasil karena ada unsur tambahan setelah diproses oleh pikiran kita.
Akhir-akhir ini, saya membaca beberapa artikel pilihan tentang minat baca dan hakikat menulis di halaman utama Kompasiana. Artikel-artikel tersebut seperti oksigen yang saya hirup. Oleh sebab itu, kali ini saya menghembuskannya dalam bentuk tulisan yang berbeda namun tetap mengandung unsur yang sama.
Sebagaimana hasil survei mengenai minat baca yang dilakukan oleh Central Connecticut State University yang dimuat dalam Republika.co.id bulan Februari 2018, Indonesia menempati urutan ke 60 dari 61 negara. Bukankah ini merupakan realita yang miris? Bahkan, menurut saya, dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia mengalami krisis minat baca yang luar biasa. Kondisi ini tentunya penting untuk segera dipulihkan. Namun, bagaimana caranya?
Masalah ini memang menjadi salah satu tanggungjawab negara sebagai institusi yang berkewajiban untuk mencerdaskan bangsa. Akan tetapi, kita sebagai masyarakat yang peduli terhadap permasalahan ini tentu terpanggil untuk terlibat langsung dalam upaya mendongkrak minat baca masyarakat Indonesia.Â
Karena ini adalah permasalahan bangsa, maka apabila dilakukan seorang diri, tentu tak bisa semerta-merta membalikkan keadaan. Namun, saat kita melakukan pergerakan kecil secara bersama-sama, pasti hasilnya akan berbeda, jauh lebih signifikan.
Lalu, sebagai pribadi yang peduli, tindakan kecil apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia? Berikut adalah beberapa upaya sederhana yang dapat kita wujudkan.
Meningkatkan antusiasme diri dalam membaca
Setiap perubahan besar, dimulai dengan perubahan kecil dari diri sendiri. Apabila kita meningkatkan aktivitas membaca, terutama buku, maka secara perlahan dan tidak langsung, hal ini akan memengaruhi orang-orang di sekitar kita.Â
Mereka akan bertanya-tanya, "Apa sih asyiknya membaca?" Ini tentu akan merangsang pikiran mereka untuk mencoba membaca agar rasa penasaran mereka terobati.Â
Apabila sudah sampai tahap ini, maka kita bisa memengaruhi mereka dengan menceritakan pengalaman betapa asyiknya membaca dan sebisa mungkin sambil menyuguhkan satu buku yang sekiranya menarik bagi mereka. Terlebih di mata seorang anak, hal semacam ini akan dijadikan contoh bagi mereka.
Menjawab pertanyaan orang lain dan mengarahkannya pada buku terkait
Di masa-masa kampanye politik seperti saat ini, banyak media yang menampilkan berita tentang aneka isu yang diangkat oleh masing-masing calon pemimpin bangsa. Misalnya, tentang isu runtuhnya Indonesia di tahun 2030 yang bersumber dari novel Ghost Fleet, atau tentang istilah "winter is coming" yang terinspirasi dari novel Game of Throne. Terkadang, salah seorang teman kita bertanya-tanya terkait isu-isu seperti itu.Â
Maka, kita bisa menjawabnya dan mengaitkan pada buku terkait. Lalu, mengarahkannya untuk membaca buku tersebut dengan dalih agar pemahamannya lebih mendalam.
Meletakkan koleksi buku kita di tempat terbuka dan bebas diakses
Tentu maksudnya bukan meletakkan buku di gerbang atau di halaman rumah, melainkan di area ruang tamu misalnya. Atau, kalau memungkinkan membuka perpustakaan kecil-kecilan.Â
Dengan letak yang strategis dan akses yang terbuka, maka  pandangan mata orang-orang yang datang akan terpapar oleh buku-buku. Dengan begitu, orang-orang akan memiliki kebebasan untuk mengakses dan membacanya.
Memosting kutipan dari sebuah buku di jejaring sosial
Ketika membaca buku, biasanya kita menemukan kalimat-kalimat indah yang sarat makna atau pesan kehidupan. Misalnya, "Ada saatnya dalam hidupmu engkau ingin sendiri saja. Bersama angin, menceritakan semua rahasia dan meneteskan air mata." Sebuah kutipan dari bapak proklamator Indonesia yang bisa ditemukan dalam buku Kisah Cinta Soekarno oleh Oktavia Pramono.Â
Hal-hal kecil semacam ini tentu mampu merangsang pikiran pengguna jejaring sosial untuk mencari tahu lebih dalam. Dengan membaca buku yang dipaparkan tentunya.
Mengobrol ringan dengan kerabat
Saat sedang bersama keluarga atau teman, kita tentu bisa memulai percakapan tentang apa saja. Salah satunya tentang gagasan-gagasan dari buku yang baru kita baca. Apabila lawan bicara kita tertarik dengan obrolan yang kita buka, rasanya cukup mudah untuk menggiringnya pada buku yang menjadi sumber gagasan kita. Lalu, kita bisa menawarkan untuk meminjamkan buku tersebut padanya agar ia mau membaca.
Menghadiahkan buku pada perayaan-perayaan tertentu
Semisal, saat teman kita berulang tahun, rasanya tak salah jika kita menghadiahkan sebuah buku dengan harapan agar dibacanya. Contoh lainnya, ketika teman kita diwisuda misalnya, kita juga bisa menghadiahinya buku-buku yang sekiranya bermanfaat untuk masa depannya. Cara ini rasanya cukup efektif untuk merangsang minat baca orang-orang terdekat kita.
Membawa buku ke mana saja
Di kantor, atau di beberapa jenis tempat lainnya, terkadang kita bisa meluangkan waktu untuk membaca buku. Kebiasaan ini dapat menular ke lingkungan sekitar. Prosesnya seperti yang digambarkan pada poin pertama.
Dengan membiasakan diri untuk melakukan berbagai upaya yang disebutkan di atas, maka diharapkan hal ini dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan minat baca masyarakat Indonesia.Â
Seiring berjalannya waktu, yang sedikit demi sedikit itu, lama kelamaan akan seperti virus yang menyebabkan kian banyak orang ikut terjangkit. Dengan begitu, masa depan bangsa secara bertahap akan menunjukkan kemajuan yang signifikan akibat dari peningkatan wawasan dan kebijaksanaan masyarakatnya.
Yogyakarta, 4 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H