Mohon tunggu...
Ardiningtiyas Pitaloka
Ardiningtiyas Pitaloka Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan SDM

Penulis buku bertema karier dan profesional asesor dalam proses pemetaan potensi, promosi dan rekrutmen SDM.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Minat, Tidak Selalu (Menjadi) Passion

14 Oktober 2016   23:28 Diperbarui: 14 Oktober 2016   23:38 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

`Saya ingin pindah kerja yang menjadi passion saya....` 

Passion menjadi kata sarat magis dalam beberapa tahun terakhir bagi para pelaku karier, termasuk mereka yang masih menjalani pendidikan. Saya tidak bermaksud menyiutkan harapan, karena saya menyadari bahwa passion bisa menjadi sumber energi dalam berkarier. Hanya saja, saya juga melihat kata ini menjadi pelarian atau jawaban sesaat bagi masalah di lingkungan kerja yang dinamis. 

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman sebagai konsultan, pemahaman tentang passion-lah yang bisa menjebak seseorang salah memaknai passion itu sendiri. Tidak sedikit yang menyamakan passion dengan minat, juga hobi. Saya ingin membahas secara sederhana perbedaan antara minat, hobi dan passion.

Minat-Hobi-Passion

Minat merupakan pintu gerbang bagi karier jangka panjang, bisa tidak. Jika kita memiliki ketertarikan terhadap seni lukis, bisa jadi kita akan menyempatkan diri menghadiri pameran lukis di akhir minggu, bergabung dengan komunitas seni lukis hingga mengikuti kelas khusus untuk menjadi seorang pelukis. 

Ketika ada langkah konkret untuk belajar melukis, maka terbuka dua peluang: menjadi profesi atau menekuni seni lukis sebagai hobi. Seni lukis menjadi hobi apabila kita melakukannya di waktu senggang, sementara akan menjadi profesi ketika kita melekatkan tanggung jawab lebih dari `mengisi waktu senggang` dan terjadi interaksi lebih intensif serta melibatkan pihak lain sebagai `konsumen/klien` sebagaimana profesi-profesi lain dengan tanggung jawab yang melekat.

Bagaimana dengan passion? Passion sedikit tricky karena ketika satu aktivitas menjadi profesi, tidak otomatis sebuah passion. Salah satu ciri passion adalah adanya komitmen dan kemauan keras yang tidak (sulit) lepas, bahasa sederhanya: kita akan membela minat tersebut di berbagai kondisi. Kalaupun belum bisa menjadi aktivitas utama atau profesi, maka kita akan mencari dan menyediakan waktu untuk bisa melakukan dan mengembangkannya terus menerus. 

Kita akan berusaha mencari jalan untuk mengaktualisasikan minat tersebut. Salah satu pengalaman penulis adalah keinginan menjadi seorang penulis karena mengagumi Enyd Blyton. Dalam perkembangannya, saya mulai menulis cerita sejak sekolah dasar, mengirimkan naskah ke berbagai media massa dan ingin mendalami sastra di perguruan tinggi, namun saya menjadi mahasiswa psikologi. 

Sejak duduk di bangku kuliah pun, saya langsung bergabung sebaai jurnalis mahasiswa hingga memimpin redaksi majalah fakultas. Saya mulai belajar menulis artikel dan berita, serta mencoba mengirimkan artikel ke media massa hingga merasakan kebahagiaan saat pertama kali artikel dimuat di majalah nasional. 

Singkat cerita, saya tidak bisa meninggalkan aktivitas menulis meski memiliki minat lain hingga saya menemukan istilah slash career atau multikarier yang dipopulerkan oleh Marci Alboher. Saya menulis empat buku tema karier, satu buku tema psikologi sosial dan sedang mempersiapkan  dua buku lain bertema kepemimpinan dan teori psikologi sosial. 

Saya juga menjadi editor untuk jurnal ilmiah psikologi juga reviewer artikel ilmiah dalam beberapa konferensi atau seminar psikologi. Dulu, saya berminat dan menulis sebagai hobi, kini saya berani menyebut sebagai passion. Sebagai multikarier, saya memiliki dua passion utama: akademisi dan praktisi di bidang psikologi.

Salah satu gambaran lain, adalah saat saya dan rekan penulis mengadakan bedah buku di cara International Indonesia Book Fair, Jakarta. Salah seorang pengunjung berbagi keinginannya untuk pindah jurusan kuliah karen merasa tidak sesuai passion. Menurutnya, ia memiliki passion dalam musik dan menulis, tidak sesuai jurusan kuliah saat itu. 

Akan tetapi, ia belum pernah sekalipun mengirimkan tulisan ke media massa, belum pernah memainkan musik, namun menyukai musik. Ia baru membayangkan keasyikan seorang penulis dan musisi. Bayangan ini tidak salah dan menunjukkan ia memiliki minat, tetapi untuk mengatakan sebagai passion, ia perlu lebih membuktikan komitmennya.

Passion juga Komitmen.

Passion tidak sekedar kesenangan melainkan komitmen jangka panjang untuk melewati beragam tantangan. Poin ini yang sepertinya terlewatkan di antara gegap gempita semangat mewujudkan passion. 

Mungkin kata komitmen bisa merusak nuansa passion tetapi pada kenyataannya justru sebaliknya, karena seperti kata Oprah Winfrey, passion is energy, maka komitmen menjadi kebutuhan logis. Passion is energy. Feel the power that comes from focusing on what excites you`~Oprah Winfrey

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun