Mohon tunggu...
Ardinar Paramanandana
Ardinar Paramanandana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ardinar Paramanandana 23107030011 Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Seperti Apakah Perkembangan Otak pada Masa Remaja?

28 Mei 2024   11:16 Diperbarui: 28 Mei 2024   11:29 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://en.idei.club/48977-flat-design-people.html

Masa remaja dikenal sebagai masa perkembangan yang ditandai dengan keputusan dan perilaku yang belum matang, sehingga mengakibatkan peningkatan frekuensi cedera dan kekerasan yang tidak disengaja terkait dengan alkohol dan obat-obatan, kehamilan yang tidak diinginkan, dan bahkan infeksi menular seksual (Casey et al., 2008).

 Hal ini menunjukkan bahwa  perilaku menyimpang yang terjadi pada masa remaja dapat memberikan dampak yang besar baik bagi diri sendiri maupun orang disekitarnya. Urgensi yang timbul dari permasalahan ini tidak hanya menimbulkan kecemasan di kalangan orang tua, namun juga menarik perhatian banyak pemangku kepentingan masyarakat.  Berbagai upaya telah dilakukan untuk melakukan intervensi terhadap perilaku negatif pada kelompok remaja, namun sayangnya intervensi tersebut gagal  membantu remaja mengatasi perilaku negatif yang seringkali tidak dapat dilakukan (Yaeger et al., 2018).

 Itu menimbulkan pertanyaan.  Mungkinkah intervensi yang dirancang sebelumnya tidak berhasil karena pemahaman kita tentang perubahan batin pada masa remaja masih kurang?  Pemahaman yang akurat terhadap generasi muda diperlukan untuk memberikan intervensi yang tepat.  Salah satu sudut pandang yang  dapat digunakan untuk memahami remaja adalah  pertumbuhan biologis pada masa remaja. Namun pertumbuhan biologis pada masa pubertas sering kali diartikan hanya  sebagai perubahan fisik dan  hormonal yang dialami  remaja.  Namun masih ada perkembangan yang sangat penting pada masa ini, yaitu perkembangan otak  remaja. Masa remaja diawali dengan permulaan masa remaja hingga individu mampu mengambil peran mandiri dalam masyarakat (Dumontheil, 2016).

 Penyakit mental lebih umum terjadi pada periode ini,  dengan hampir 75% penyakit mental  orang dewasa terjadi pada periode ini (Willenberg et al., 2020).

 Hal ini  terjadi karena otak remaja berada pada masa pertumbuhan neurokognitif yang sensitif.  Jadi bagaimana  remaja dipahami dari sudut pandang perkembangan neurokognitif? Masa remaja adalah periode reorganisasi saraf (neuroplastisitas), yang sangat penting untuk pembelajaran spesifik dan kemampuan otak untuk membentuk dan mengatur ulang koneksi sinaptik sebagai respons terhadap pengalaman.  Tahap ini sangat dramatis sehingga bisa menjadi tahap yang rentan dan mengarah pada perkembangan psikopatologi (Andrews et al., 2021; Dow-Edwards et al., 2019).  Disorot oleh Dow-Edwards dkk.  (2019) bahwa sistem otak remaja merespons rangsangan secara berbeda  dibandingkan  orang dewasa dan anak-anak. Perubahan-perubahan yang dialami pada masa remaja ini berhubungan dengan penguatan dan pembagian neuron di otak baik dari segi struktur, fungsi, dan kemampuan kognitif  (Dumontheil, 2016).

 Uniknya, perkembangan otak pada masa sensitif ini tidak hanya mempengaruhi cara remaja berinteraksi dengan lingkungan sosialnya saja, namun juga dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya (Andrews et al., 2021; Dow -Edwards et al. Pada tingkat perkembangan fungsi otak, penjelasannya dapat fokus pada tiga fungsi.  Perkembangan kognitif, sosial dan  emosional.  Otak sosial merupakan fungsi otak yang paling aktif dan berkembang, dan fungsi ini menjadi target  plastisitas yang signifikan selama masa remaja (Dow-Edwards et al. , 2019).

https://en.idei.club/48977-flat-design-people.html
https://en.idei.club/48977-flat-design-people.html

 Lebih lanjut dirinci oleh Andrews dkk.  (2020), kemampuan remaja untuk berhasil mengelola kehidupan sosialnya sebenarnya bergantung pada proses sosial-kognitifnya.  Di sisi lain, remaja secara konsisten terbukti memiliki aktivasi yang lebih tinggi di wilayah otak korteks prefrontal medial dibandingkan orang dewasa dalam domain kognisi sosial dan emosional.  Pada titik ini, remaja tampak lebih sensitif terhadap kehadiran teman sebaya dan pengucilan sosial serta tampak narsistik.  Pada masa remaja, konteks sosial sangatlah penting, begitu pula perkembangan emosi yang mempengaruhi pengambilan keputusan (Dumontheil, 2016).

 Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa remaja menggunakan strategi kognitif yang berbeda dibandingkan orang dewasa ketika mencoba memahami kekuatan orang lain.  Hal ini sesuai dengan teori bahwa remaja menggunakan strategi kognitif berdasarkan refleksi eksplisit tentang diri mereka sendiri dan orang lain.  Proses ini terjadi di dorsomedial prefrontal cortex (dmPFC). Beberapa poin penting  dapat digarisbawahi dari pernyataan ini. Kemampuan generasi muda dalam memahami sudut pandang orang lain masih terus berkembang. Ketika memikirkan peristiwa yang melibatkan emosi, remaja cenderung membesar-besarkan masalah yang mereka hadapi karena otak mereka tampak memiliki koneksi fungsional yang lebih kuat dibandingkan orang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun