Mohon tunggu...
ardinal -
ardinal - Mohon Tunggu... wiraswasta -

mencoba menapaki tiap detik yang berlalu dengan suatu hasil

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Saat Lembayung Enggan Menyatu

26 Juni 2013   22:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:22 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

deru biru menghadang di pelataran

memutar-balikkan kemudi perjalanan

sambil berayunan dengan jemari lentik menggoda

menghantui tiap rona dalam pelupuk mata

meneriaki sang pesolek marka

tak berguna dalam kata

bukan...

semudahnya bercampur dengan tangis tawa senja

bukan...

seindahnya fajar menguak rona tak tersisa

namun penuh dalam derita

kita bertitik noda keringat membanjiri usaha

hah...,

andaikan kau tahu pendendang senja bercerita

dalam menelanjangi waktu yang tersisa

mungkin tak kan sampai senja menyapa

hingga lembayung senja tak jadi merona

diam...,

bukan bahasa puisi terindah bagiku

namun lebih berkicau dalam gemuruh peraduan malam

sampai rona malam terhapus bersih

bahwa pagi akan bergandengan dalam salam

#SG, rainsyuhi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun