Mohon tunggu...
Ardiansyah
Ardiansyah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pendidik

Belajar-Lakukan-Evaluasi-Belajar Lagi-Lakukan Lagi-Evaluasi Kembali, Ulangi Terus sampai tak terasa itu menjadi suatu kewajaran. Mengapa? Karena Berfikir adalah pekerjaan terberat manusia, apakah anda mau mencoba nya? Silahkan mampir ke : lupa-jajan.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menemukan Ketenangan di Puncak Lawu: Sebuah Pelarian dari Kebisingan Kota

1 Oktober 2024   20:29 Diperbarui: 1 Oktober 2024   20:48 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah melewati Pos 2, jalur mulai memasuki kawasan yang lebih terbuka. Pohon-pohon besar mulai berkurang, digantikan oleh semak-semak rendah dan rumput ilalang yang melambai tertiup angin. Suara alam semakin jelas, dan aku semakin tenggelam dalam ketenangan ini. Tak ada suara manusia lain, hanya aku dan alam yang berbicara dalam kesunyian.

Beberapa jam kemudian, aku tiba di Puncak Hargo Dalem, salah satu dari tiga puncak di Gunung Lawu. Di sini, sebuah bangunan kecil berdiri, tempat orang-orang biasa bermeditasi atau bersembahyang. Aku duduk di salah satu sisi batu besar, memandang ke arah langit yang mulai dipenuhi awan. Puncak Hargo Dumilah, tujuan akhirku, masih berada di kejauhan. Namun, aku tidak terburu-buru. Perjalanan ini bukan tentang cepat atau lambat. Ini tentang bagaimana menikmati setiap langkah, setiap nafas, setiap detik yang terasa lebih lambat daripada biasanya.

Akhirnya, setelah perjuangan panjang, aku tiba di Puncak Hargo Dumilah. Angin berhembus kencang, membawa aroma khas dari rerumputan dan kabut yang mulai menipis. Dari puncak ini, dunia di bawah sana terasa begitu jauh, begitu tak relevan. Di sini, di atas Gunung Lawu, aku menemukan ketenangan yang kucari.

Aku duduk di atas batu besar, membiarkan tubuhku rileks setelah perjalanan panjang. Matahari mulai meredup di ufuk barat, memberikan semburat jingga di langit. Di kejauhan, awan-awan menggumpal, seperti lautan putih yang tak berujung. Tidak ada suara, hanya desau angin dan gemerisik rumput. Saat itulah aku menyadari, bahwa dalam kesunyian inilah, aku benar-benar menemukan diriku sendiri.

Perjalanan ini bukan sekadar pelarian dari polusi dan hiruk pikuk kota. Ini adalah perjalanan untuk kembali. Kembali kepada alam, dan lebih dari itu, kembali kepada ketenangan yang selama ini hilang. Gunung selalu mengajarkan bahwa kesederhanaan adalah sumber kedamaian yang sesungguhnya. Dan di puncak Hargo Dumilah itu, aku merasa lebih dekat dengan damai daripada yang pernah kurasakan sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun