Mohon tunggu...
Ardiansyah
Ardiansyah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pendidik

Belajar-Lakukan-Evaluasi-Belajar Lagi-Lakukan Lagi-Evaluasi Kembali, Ulangi Terus sampai tak terasa itu menjadi suatu kewajaran. Mengapa? Karena Berfikir adalah pekerjaan terberat manusia, apakah anda mau mencoba nya? Silahkan mampir ke : lupa-jajan.id

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dua Kipas Angin

17 Februari 2024   12:00 Diperbarui: 17 Februari 2024   12:01 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Takhta Sang Raja

Di sudut ruangan yang remang-remang,
Berdiri dua kipas angin, bagaikan penari berdansa.
Satu besar dan gagah, bagaikan raja di atas singgasana,
Satu kecil dan mungil, bagaikan pelayan setia di sisinya.

Baling-baling mereka berputar tanpa henti,
Menyanyikan lagu angin yang menenangkan jiwa.
Yang besar berputar dengan kencang,
Meniupkan angin kencang bagaikan badai yang menerjang.

Yang kecil berputar dengan tenang,
Menyentuh kulit dengan angin sepoi-sepoi bagaikan belaian.
Ironisnya, sang raja yang besar,
Membuat ruangan terasa bagaikan gurun pasir yang panas.

Sementara sang pelayan yang kecil,
Mampu menghadirkan surga di tengah ruangan yang gerah.
Dua kipas angin, dua tarian berbeda,
Menyajikan dua rasa yang kontras, panas dan sejuk yang nyata.

Meskipun begitu, mereka tetap bersatu dalam tujuan,
Memberikan kenyamanan di tengah teriknya mentari yang membakar.
Dua kipas angin, dua sahabat sejati,
Mengajarkan arti ketulusan dalam sebuah perbedaan yang abadi.

***

Bisikan di Sudut Ruangan

Di sudut ruangan yang remang-remang,
Terjalin kisah dua kipas angin, bagai dua insan berbeda.
Yang tua, renta dan usang, dimakan usia yang tak tertahankan.
Yang muda, gagah dan perkasa, memancarkan pesona anggunnya.

Baling-baling mereka berputar tanpa henti,
Menyanyikan lagu angin dengan melodi yang berbeda.
Yang tua berputar tersendat, tersengal dalam setiap putarannya,
Seakan menghela nafas panjang, mengenang masa mudanya yang gemilang.

Yang muda berputar lincah, penuh semangat dan riang gembira,
Meniupkan angin segar, bagai nyanyian riang yang penuh makna.
Ironisnya, hembusan angin yang tua,
Meskipun lemah dan tersendat, terasa lebih sejuk dan menenangkan jiwa.

Dua kipas angin, dua tarian yang berbeda,
Menyajikan dua rasa yang kontras, panas dan sejuk yang nyata.
Namun, di balik perbedaan mereka,
Terjalin rasa persahabatan dan saling pengertian yang tak terkira.

Kipas tua, dengan pengalaman dan kebijaksanaannya,
Mengajarkan kipas muda tentang arti kesabaran dan keteguhan dalam hidup.
Kipas muda, dengan semangat dan vitalitasnya,
Memberikan inspirasi bagi kipas tua untuk terus berkarya dan berbakti.

Dua kipas angin, dua sahabat sejati,
Mengajarkan arti ketulusan dalam sebuah perbedaan yang abadi.
Bahwa dalam hidup, perbedaan bukanlah halangan untuk bersatu,
Tetapi justru menjadi kekuatan untuk saling melengkapi dan maju.

Bersama-sama, mereka menghiasi sudut ruangan yang sunyi.
Menebarkan kesejukan dan kenyamanan bagi semua yang ada di sana.
Dua kipas angin, dua kisah inspiratif,
Tentang persahabatan, ketulusan, dan makna hidup yang sesungguhnya.

Di sudut ruangan, bisikan mereka terdengar sayup-sayup,
Menyanyikan lagu persahabatan yang indah dan penuh makna.
Kisah dua kipas angin.
Akan selalu terukir dalam memori,
Sebagai pengingat tentang arti persahabatan sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun