Mohon tunggu...
Ardiansyah
Ardiansyah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pendidik

Belajar-Lakukan-Evaluasi-Belajar Lagi-Lakukan Lagi-Evaluasi Kembali, Ulangi Terus sampai tak terasa itu menjadi suatu kewajaran. Mengapa? Karena Berfikir adalah pekerjaan terberat manusia, apakah anda mau mencoba nya? Silahkan mampir ke : lupa-jajan.id

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Titik Dasar Sebuah Cinta

17 Februari 2024   09:30 Diperbarui: 17 Februari 2024   09:30 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di taman hati yang rimbun, cinta mekar bersemi,

Menebar harum pesona, bagai melati di pagi hari.

Namun, awan mendung datang, Mengguncang singgasana nyaman tempatnya berada, 

Baca juga: Bisikan Harapan

Seketika cinta terdiam, lumpuh tak berdaya di dalam kelam.

Otak yang logis berkata, "Cinta hanyalah ilusi semata,"

Hanya reaksi kimia, impuls saraf yang tak terduga.

Hati yang terluka menjerit, "Bagaimana mungkin kau berkata begitu?"

Cinta adalah rasa, anugerah terindah yang tak ternilai harganya.

Bagai dua kutub yang berlawanan, Memilih untuk memihak fakta atau emosi belaka

Baca juga: Mengapa Aku Hidup?

Membuat jiwa terombang-ambing, di lautan keraguan.

Mungkinkah cinta dan sains bersatu, dalam harmoni yang abadi?

Ataukah selamanya mereka akan terbelah, dalam dua dunia yang berbeda?

Logika dan rasa saling tarik menarik, bagai tari-tarian yang memusingkan,

Mencari titik temu, di antara dua realitas yang berbenturan.

Hati yang terluka bertanya, "Apakah cinta masih memiliki makna?"

Di tengah gempuran dalil kuat untuk memihaknya, yang merenggut semua rasa cinta.

Di taman hati yang sunyi, cinta terbaring terluka,

Menunggu jawaban, di antara dua dunia yang berbeda.

Akankah cinta bangkit kembali, ataukah selamanya terkubur dalam luka?

Hanya waktu yang dapat menjawab, di akhir cerita yang pilu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun