Mohon tunggu...
Ardiansyah
Ardiansyah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pendidik

Belajar-Lakukan-Evaluasi-Belajar Lagi-Lakukan Lagi-Evaluasi Kembali, Ulangi Terus sampai tak terasa itu menjadi suatu kewajaran. Mengapa? Karena Berfikir adalah pekerjaan terberat manusia, apakah anda mau mencoba nya? Silahkan mampir ke : lupa-jajan.id

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Melodi Malam

12 Februari 2024   19:49 Diperbarui: 12 Februari 2024   19:51 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: foto pribadi

Simfoni Malam

Langit malam bagai permadani hitam,

Bertabur berlian berkilauan,

Menemani sang rembulan yang bercahaya,

Menyinari kota dengan temaramnya.

Gedung-gedung menjulang tinggi,

Menyentuh awan dengan gagahnya,

Dihiasi lampu bagai kunang-kunang,

Menciptakan simfoni malam yang indah.

Lapangan luas terhampar di bawah,

Sejuk dan damai di tengah hiruk pikuk,

Pohon-pohon rindang melambai pelan,

Menemani malam dengan bisikannya.

Lampu jalan bagai kunang-kunang kecil,

Menyinari jalan dengan redupnya,

Menuntun langkah kaki yang tersesat,

Menemukan jalan pulang di malam kelam.

Kontras antara terang dan gelap,

Menciptakan nuansa yang penuh makna,

Keindahan dan misteri berpadu,

Menyentuh jiwa dengan pesonanya.

Kota di malam hari bagai simfoni,

Penuh melodi dan harmoni,

Menawarkan kedamaian di tengah keramaian,

Menemani jiwa yang mencari ketenangan.

Lukisan Malam

Langit malam bagai kanvas hitam,

Dilukis awan putih berarak pelan.

Bintang-bintang bagai permata bersinar,

Menemani sang rembulan yang bercahaya.

Gunung menjulang tinggi di kejauhan,

Menembus awan dengan gagahnya.

Bagai raksasa yang tertidur lelap,

Menebar kedamaian di malam yang sunyi.

Hutan di kaki gunung bagai permadani hijau,

Dihiasi pohon-pohon rindang yang menjulang tinggi.

Suara serangga dan angin yang berbisik,

Menciptakan simfoni alam yang menenangkan.

Di kejauhan, terlihat api unggun kecil,

Menemani para pendaki yang beristirahat.

Cahaya api yang hangat dan redup,

Menciptakan suasana yang akrab dan nyaman.

Malam di kaki gunung bagai lukisan alam,

Penuh keindahan dan ketenangan.

Menawarkan kedamaian di tengah jiwa yang resah,

Menemukan ketenangan di pelukan alam.

Bermalam di Kaki Sang Raksasa

Bumi terbungkus jubah hitam,

Bertabur berlian nan berkilauan.

Raksasa tua menjulang tinggi,

Menembus awan, menemani sang rembulan.

Hutan lebat bagai permadani hijau,

Menebar aroma tanah dan dedaunan.

Serangga bersenandung, angin berbisik,

Menciptakan simfoni alam yang magis.

Api unggun kecil berkelap-kelip,

Menemani para penjelajah yang lelah.

Cahaya hangat menari-nari,

Menebar rasa nyaman di hati.

Malam di kaki raksasa bagai mimpi,

Penuh misteri dan kedamaian.

Jiwa yang resah menemukan ketenangan,

Terbuai dalam pelukan alam yang abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun