Mohon tunggu...
Ardi Fantur
Ardi Fantur Mohon Tunggu... Jurnalis - Mengekspresikan Minat Menulis

pengembara yang mendambakan oase dan pencinta kebijaksanaan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Untuk Tahta

5 Maret 2018   20:50 Diperbarui: 5 Maret 2018   21:13 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kemiskinan melanda, tetapi kau malah melang-lang buana

Permusuhan mewabah, tetapi kau malah sibuk dengan kuasa

Tak kau hiraukan mereka yang mati kelaparan

Tak kau hiraukan darah anak manusia yang membasahi tumitmu

Yang kau hiraukan hanyalah tahta

Tahta di atas gelimpangan mayat

Tahta di atas rakyat yang melarat

Tahta di atas genangan darah

Banjir melanda, tapi kau malah tertawa

Banyak harta dan nyawa yang tenggelam

Kau malah tetap membentengi pintu air

Biarkanlah mereka mengarungi air mata mereka

Ha ... ha ... ha... a...aa..aa.

Asal jangan menenggelamkan nyawa dan mahkotaku

Dalihmu membumbung menangkis amarah rakyat

Akan kau pindahkan hujan

Akan kau genggam kabut dan kau lenyapkan

Ha . . . ha.... Ha... a a a a aa

Kau memang pintar mengelabui

Tetapi perlu kau tahu

Kau terlalu bodoh untuk mengetahui

Coba kau lihat!

Berapa nyawa yang menjadi korban bualanmu?

Lihatlah dengan mata hatimu!!!

Bukan dengan mata tahta

Ketika tetanggamu mengingatkan bahwa ada musuh di negrimu

Kau malah menampik dan menuduh balik serta menggertak

Datanglah bencana yang menggeleparkan ratusan nyawa

Hasil karya gemilang anak negerimu yang mereka bangga-banggakan

Kau mulai mengutuk

Ataukah berpura-pura mengutuk?

Sebab kalau tidak kau akan dicap hitam

Tidak mempedulikan nasib rakyat

Kau babat putera-puterimu yang merengek minta pamit

Dengan tank-tank buatan zaman

Tak kau hiraukan mereka yang menderita akibat letupannya

Mereka yang tidak berdosa bergelimpangan tanpa nyawa

Yang tersisa terpaksa minggat entah ke mana

Yang ke negeri seberang kau malah marah

Marah kepada keluarga negeri tetangga yang memberi makan putera-puterimu

Mereka yang melindungi putera-puterimu

Yang merasa tidak dilindungi oleh kepala keluarga bangsanya

Kau begitu sadis, bengis, jahat, dan tidak punya hati

Tak kau hiraukan mereka yang meratap kepedihan dan duka yang dirasakan

Yang terlantar dan pengungsi kau biarkan merana

Kau malah menambah kepedihan

Membeli Sukhoi buatan teknologi zaman

Dengan uang rakyat yang lagi sekarat

Penyimpangan-penyimpangan tidak kau berantas

Kau biarkan mereka menelan uang rakyat

Kau malah bersekongkol dengan mereka

Demi menegakkan tahtamu agar tak rapuh dan tak tergoyahkan

Kekeringan melanda bangsa

Banyak anak manusia yang sengsara

Tapi kau malah membangun jembatan

Yang menelan biaya Miliyaran

Hasil peras keringat rakyat

Kau malah biarkan mereka terpanggang

Di atas bara kelaparan dan kekeringan

Sekali lagi kau berjanji akan menurunkan hujan

Untuk mengobati amarah rakyat

Yang sudah tak percaya akan bualan-bualan mulut besarmu

Karena tahta kau menjadi tuli

Demi tahta kau menjadi bodoh

Karena tahta kamu menjadi buta

Dari tahta kau membabi buta, bertindak kejam

Kau hanya untuk tahta***

(Ardi Fantur)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun