Sepak  bola sudah jadi industri. Itu tak bisa dipungkiri. Ratus juta bahkan miliaran pasang mata mungkin saja sudah jadikan olahraga yang sesederhana "cetak gol lebih banyak dari lawanmu" ini sebagai hiburan rutin yang haram dilewatkan. Kenyataan itu menjadikan putaran uang bergerak super kencang di tengah sepak bola. Mulai dari kontrak hak siar, jual-beli pemain sampai pernak-pernik remeh merchandise bisa dijadikan uang dalam olahraga ini. Tak cuma dari segi teknis dan finansial saja, hal-hal yang tak punya hubungan sama sekali dengan sepak bola juga menarik untuk dibahas. Salah satunya mengenai kehidupan religius para atlet yang mendedikasikan diri dalam olahraga yang diklaim pertama kali dimainkan di Inggris itu. Memang, sepak bola merupakan olah raga universal yang siapa saja boleh melibatkan diri. Kaya, miskin, muda, pemulung, presiden, orang cacat, waria hingga mahluk halus juga tak dilarang mencetak gol ke gawang. Tapi sifatnya yang inklusif tidak lantas membuat partisipannya menghilangkan latar belakang identitas masing-masing. Bahkan banyak di antaranya yang tak malu-malu menunjukkan ke mata dunia keyakinan personal yang mereka pegang, termasuk identitas agama, di atas lapangan hijau. Segelintir di antaranya malah bisa dikatakan sangat alim dan selalu "menghadirkan" Tuhan di dalam dan di luar lapangan. Siapa saja kah mereka? Mario Balotelli Mungkin tak banyak yang tahu si bocah bengal yang satu ini adalah sosok yang religius. Mario Balotelli Barwuah yang lebih dikenal dunia karena sensasi nyeleneh dibanding prestasinya sebagai seorang pemain sepakbola bertalenta ternyata sadar kalau tempramennya di atas lapangan perlu diperbaiki. Kerap meluapkan emosi tanpa tadeng aling-aling membuat Ballo mulai mendalami ajaran agama Buddha sebagai terapi. Ketika masih merumput di Etihad Stadium, kandang Manchester City, Ballo dikabarkan sering membaca kitab Dharma dan buku-buku bernafaskan ajaran asal India tersebut. Bukan hanya itu saja, Balotelli yang merupakan oriundi (sebutan untuk pemain naturalisasi di timnas Italia)  juga menempatkan beberapa patung Buddha di kediamannya untuk bermeditasi dan menenangkan diri. [caption id="attachment_375639" align="aligncenter" width="308" caption="Ballo, pilih Buddha agar tak mudah marah (sumber: huffpost.com)"][/caption] Seperti dikutip dailystar.co.uk, seorang sahabat dekat pemain Liverpool ini mengatakan jika Balotelli menghabiskan banyak waktu untuk membaca ajaran Buddha demi mengubah tabiat buruknya. "Dia berpikir kalau Buddisme akan menjadi cara yang ideal untuk berbicara ke dalam dirinya sendiri dan menemukan kedamaian," ucapnya. Demba Ba Setiap kali pemain asal Senegal ini mencetak gol, ia akan berlari ke sudut lapangan lalu langsung bersujud. Demba Ba tak pernah lupa selebrasi sujud syukur--salah satu ritual dari agama yang dipeluknya--sebagai bagian dari rasa berterima kasih dan kepuasan yang ia ingin sampaikan. Mantan striker Chelsea yang kini bermain di liga Turki bersama Beşiktaş JK itu memang dikenal sebagai pemain yang sangat dekat dengan Tuhan. "Saya berusaha menjalankan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Shalat pertama dalam sehari adalah shalat fajr-saat shubuh-sebelum matahari terbit. Shalat menjadi bagian besar dalam hidup saya," aku Ba suatu ketika. Ia juga mengatakan kalau ayat suci Quran membantunya lebih santai dan percaya diri di atas lapangan, "ketika tiba (di stadion), saya memasang headphone dan mendengarkan lantunan Al-Quran. Saya merasa sangat rileks setelah mendengarnya." [caption id="attachment_375640" align="aligncenter" width="369" caption="Sujud Syukur Ba"]
[/caption]
Radamel Falcao "Dengan Yesus Kristus, kita dapat yakin bahwa Ia tidak akan pernah meninggalkan kita," ucap Falcao suatu ketika. Pemain Kolombia kelahiran 1986 ini dikenal sebagai sosok religius yang berusaha menampilkan ajaran agamanya dalam tindak-tutur di dalam dan di luar lapangan. Falcao yang performanya menurun drastis pasca memakai seragam Manchester Merah memang terlahir dari keluarga Katolik yang taat. Penyerang yang berjuluk "El Tigre" itu berkata kalau ia
'berdakwah' lewat sepak bola. "Saya ingin orang lain melihat kuasa Tuhan bekerja dalam hidup saya." Popularitas dan materi yang ia dapatkan setelah memperkuat banyak klub hebat Eropa semacam Porto, Atletico, Monaco dan MU tak lantas membuatnya merasa cukup. Kekosongan itu kemudian ia isi dengan agama. "Kita bisa memiliki segalanya, tetapi jika kita tidak puas secara rohani, maka seolah-olah kita tidak ada dan kita merasa kosong." [caption id="attachment_375641" align="aligncenter" width="630" caption="Falcao dan selebrasi religiusnya"]
[/caption]
Roberto Baggio Legenda hidup Italia, Juventus dan Fiorentina, membuat keputusan yang mengejutkan saat meninggalkan agama yang sudah dianutnya sejak kecil, Katolik, untuk memulai keyakinan baru pada Buddha. Tentu kabar ini janggal karena Vatikan yang berada di jantung negara Italia merupakan pusat agama Kristen Katolik dunia. Namun ternyata hati penyerang yang juga sempat bermain bercama Inter dan AC Milan ini ternyata memilih ajaran Siddhartha Gautama sebagai pegangan hidupnya Januari 1988 silam. Julukan Baggio saat masih aktif bermain,
Il Divin Codino atau yang kalau diindonesiakan kira-kira berarti "kuncir ilahi", punya hubungan dengan peralihan kerohanian yang ia lakukan. Gaya rambut kuncir Baggio muncul setelah
membaca kisah tentang Siddhartha Gautama yang pernah menyelamatkan orang hanyut di sungai dengan menarik poninya. "Hal terpenting dalam hidup saya," sebut Baggio, Â "adalah ketika saya menemukan Buddha."
Kesungguhan Baggio pada agama barunya tidak setengah-setengah. Ia bahkan sudah mendirikan "
Buddhist Center"
terbesar sebenua Eropa. Pemain yang putuskan gantung sepatu tahun 2004 setelah mencetak 27 gol di tim nasional Italia ini juga mengaku ingin selalu mendalami Buddha dan menjadikan itu sebagai filosofi hidup.
Kolo Toure Bersama adiknya, Yaya Toure, Kolo akrab dengan nuansa Islami di setiap gerak-geriknya entah di dalam atau di luar lapangan. Pemain yang berposisi sebagai
defender di klub Inggris, Manchester City tersebut, selalu berusaha menjalankan ritual agama dengan konsisten walau ia tinggal di negara yang minoritas Islam. Bahkan kabarnya Kolo Toure sering menyempatkan diri melakukan ibadah salat di ruang ganti sebelum atau sesudah timnya bertanding. Hanya saja hal ini sempat membuat Ashley Cole--rekan mainnya di Arsenal dulu--pernah menganggap aksi salat di ruang ganti yang dilakukan Kolo adalah hal yang aneh. Tatapan miring tersebut nyatanya tidak mengubah ketaatan pemain yang lahir di Pantai Gading ini untuk selalu mengislamkan diri. Konon, ia tetap menjalankan ibadah puasa di setiap pertandingan yang kebetulan mentas di bulan ramadhan. "Ketika puasa, Anda membersihkan tubuh Anda, dan Anda merasa lebih kuat setelah Ramadhan", ungkap Toure di salah satu wawancaranya dengan
Daily Mail. [caption id="attachment_375643" align="aligncenter" width="419" caption="Karena sholat, Kolo Toure sempat dianggap aneh rekan setim "]
[/caption]
Endison Cavani "
Athlete of Christ", begitu julukan yang diberikan situs
daringtodo.com pada sosok bertinggi 188 cm ini. Ketaatannya terhadap ajaran agama tak perlu dipertanyakan lagi. Seperti halnya Falcao, Cavani juga seorang pesepakbola asal Amerika Selatan yang dikenal sebagai benua dengan populasi pengikut Yesus terbesar di dunia. Striker ganas yang pernah memperkuat Napoli dan mencetak 78 gol itu mengaku Tuhan adalah idolanya. "Aku selalu percaya kepada Yesus, Ia adalah idolaku,"
katanya. Pemain yang pernah tiga kali mengoyak gawang timnas Indonesia 2010 lalu ini tak sungkan mengakui kalau agama telah mengubah hidupnya. Agama tak pernah lepas dari alur rutinitas penyerang Uruguay yang kini menghebatkan lini serang tim asal Paris, PSG. Mulai dari dari gereja hingga sampai di atas lapangan, Cavani mengaku tak pernah melepas Tuhan. [caption id="" align="aligncenter" width="427" caption="Sang "Athlete of Christ", Edinson Cavani."]
Sang Athlete of Christ, Cavani.
[/caption]
Olahraga Universal yang Plural, tapi tak boleh Vulgar. Daftar di atas tentu saja terlalu singkat karena masih banyak nama yang dikenal pecinta sepak bola sebagai sosok religius saat tampil di atas rumput hijau. Namun setidaknya itu membuktikan kalau sepak bola menghargai keberagaman dalam setiap prosesnya. Kita bisa dengan mudah menemukan toleransi dalam bentuk terbaik saat menonton permainan 11 lawan 11 itu. Siapa saja boleh menunjukkan kebanggan terhadap apa yang ia percayai sebelum, saat atau sesudah pertandingan berlangsung. Hanya saja, FIFA, otoritas tertinggi sepak bola dunia, tampaknya tak ingin sepak bola terkontaminasi unsur agama. Lewat salah satu regulasi yang dikeluarkan bersama The International Football Association Board (IFAB), FIFA
melarang setiap aktifitas pemain yang menunjukkan simbol-simbol agama di balik kaos saat di atas lapangan. Walau FIFA beralasan hal ini bertujuan untuk "membuat sepak bola bebas dari kontroversi dan kekerasan terhadap kebebasan", namun beberapa pihak menganggap aturan tersebut adalah usaha FIFA untuk men-sekuler-kan sepak bola karena di banyak negara, seperti Brasil, simbol ajaran agama memiliki peranan penting dalam olahraga ini dan sudah menjadi budaya. Kita tentu tak asing dengan selebrasi Kaka' dan Lucio yang dulu sering menunjukkan kalimat "
I belong to Jesus" dan "
I love God" pasca mencetak gol atau setelah timnya merengkuh gelar. Hal-hal seperti itu tidak lagi dibenarkan dan pelakunya boleh dikenakan sangsi. FIFA juga pernah melarang penggunaan jilbab bagi pesepakbola muslimah dengan alasan keamanan pemain, namun setelah melewati proses panjang,
aturan tersebut akhirnya dicabut. Inilah yang membuat sepak bola menarik.. membuat sepak bola indah. Warna-warni kejadian di balik olahraga ini punya cerita unik yang membuatnya tak pernah putus dibahas dan diperdebatkan di seluruh dunia. Keterlibatan Tuhan pun tak ketinggalan mendapat sorotan. Selebrasi, ritual pemain dan regulasi yang memuat aturan soal agama akan selalu jadi isu hangat yang akan terus jadi sorotan publik dunia. Yang paling penting, seperti halnya warna kulit dan identitas bangsa, harusnya agama bukan jadi alasan seorang pemain bola didiskriminasi dan diperlakukan tak adil. Itu jelas sudah melecehkan harga diri sepakbola yang menjunjung tinggi toleransi dan kemajemukan yang dibuktikan dengan gencarnya kampanye "
Kick Racism Out Of Football". Banyaknya pemain sepak bola yang tetap memegang teguh ajaran agamanya tentu diharapkan mampu meningkatkan kualitas
fair play dan sportifitas di atas pentas lapangan hijau. Ajaran kebaikan universal yang dibawa setiap agama tentu akan kelihatan manis jika dipadupadankan dengan sepakbola yang juga membela nilai yang sama. [caption id="attachment_375644" align="aligncenter" width="200" caption="Kick Racism Out of Football!"]
[/caption] ..ah, bukan kah sepak bola bagi segelintir orang malah sudah jadi "agama"?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Olahraga Selengkapnya