Mohon tunggu...
Ardie Adami
Ardie Adami Mohon Tunggu... -

LELAKI kelahiran Kendari, 11 Mei 1982 ini adalah bungsu dari empat bersaudara. Sejak kecil, ia dikenal dengan nama Iman, empat huruf terakhir dari nama panjangnya: Ardiman. Namun kini, ia lebih senang dipanggil Ardi, empat huruf pertama. Di usia yang sudah memasuki kepala tiga, ia terus berupaya melakukan perubahan dalam dirinya agar menjadi manusia yang sesungguhnya, seperti motto yang selalu ia ikrarkan untuk membuatnya terus bersemangat: Esok sudah tidak bisa lagi mengubah apa yang terjadi hari ini, tapi hari ini masih dapat mengubah apa yang akan terjadi pada hari esok...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Spirit Transformasi Ramadhan

4 Juli 2015   09:24 Diperbarui: 4 Juli 2015   09:24 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marhaban ya Ramadhan. Bulan yang istimewa itu kembali menyapa kita. Dikatakan istimewa karena pada bulan ini, Allah menjanjikan beragam kemuliaan dan pahala amalan yang berlipat ganda. Pun limpahan berkah, rahmat, dan ampunan bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh menjalankannya. Kita akan dibawa ke suasana yang sama sekali berbeda dengan hari-hari biasa. Suasana yang mendorong kita untuk mengevaluasi langkah hidup selama ini. Sekaligus meneguhkan langkah apa yang akan membuat kita dapat menjadi 'manusia baru' setelah Ramadhan berlalu. Pantas jika kita menyambutnya dengan penuh suka cita.

Sejatinya, orang yang menunaikan puasa secara benar selama bulan suci Ramadhan akan terlahir kembali seperti bayi yang tak berdosa. Hal itu terjadi karena Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Ia keluar dari dosanya seperti hari ketika ia dilahirkan oleh ibunya. Ramadhan menjadi ajang untuk menempa diri dan melebur dosa yang mengharuskan seorang muslim lebih merasakan dan memahami fitrahnya. Fitrah itu akan berkembang dan menjadikan dirinya selalu siap menerima perubahan. Mahabenar Allah dalam firman-Nya:

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah): (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Ar-Ruum [30]: 30)

Menurut Ibnu Atsir al-Jazari, fitrah itu tidak lain adalah karakteristik penciptaan manusia dan potensi kemanusiaan yang siap untuk menerima kebenaran (agama). Karena itu, Imam az-Zamakhsyari mengatakan bahwa fitrah itu menjadikan manusia siap sedia setiap saat menerima kebenaran dengan penuh sukarela, tanpa paksaan, alami, wajar, dan tanpa beban. Dengan demikian, kembali pada fitrah adalah menjalankan perintah Allah dengan menetapi karakteristik penciptaan manusia dan potensi insaniah untuk siap menerima kebenaran. Kembali pada fitrah tidak lain adalah dengan terus mengembangkan potensi kemanusiaan untuk selalu siap setiap saat menerima perubahan.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 183, Allah telah menegaskan bahwa orang yang menunaikan puasa dengan benar akan menjadi orang yang bertakwa, yakni orang yang memelihara dirinya dari kemaksiatan sebab puasa itu mematahkan syahwat sebagai pangkal kemaksiatan. Puasa akan menjadikannya lebih merasakan dan memahami dirinya sebagai makhluk yang diliputi keserbalemahan dan keterbatasan. Dengan begitu, ia akan lebih merasa membutuhkan Penciptanya dan memerlukan petunjuk dari-Nya. Petunjuk itulah yang akan menuntun kita menuju kemenangan yang ditandai dengan meningkatnya ketakwaan kita kepada Tuhan.

Puasa juga mengajar kita untuk terus memperbarui hidup dengan berpegang teguh pada tuntunan-Nya. Berarti, bila dimaknai secara benar, Ramadhan akan membawa kita berubah secara mendasar. Begitu terang nilai transformasi pada agama seperti yang disampaikan lewat Ramadhan. Begitu jelas ajakan agama untuk terus menata ulang semua hal di kehidupan ini. Namun, kita cenderung enggan berubah. Kita acap bersikukuh dengan “zona nyaman” atau mapan dengan keadaan yang sudah ada. Kita cenderung takut pada hal baru. Seolah hal baru akan selalu bertabrakan dengan norma atau nilai agama. Padahal, bukankah Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum melainkan kaum itu sendiri yang mengubahnya?

"Celakalah orang yang hari ini lebih buruk daripada hari kemarin," begitu sabda Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, orang yang beruntung adalah orang yang apabila hari ini lebih baik daripada hari kemarin. Karena itu, orang yang memahami Ramadhan sebagai wahana transformasi diri akan menjadi lebih taat dengan ketakwaan yang baru. Semangat untuk taat selama Ramadhan tetap dikobarkan setelah Ramadhan usai. Meningkatnya derajat ketakwaaan pada gilirannya akan berdampak positif pada kinerja seseorang. Kinerja berbasis ketakwaan mendorong kita untuk terus meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja.

Dengan semangat itulah kita menunjukkan sikap ingin menanggalkan segala kekurangan untuk memulai hari baru. Hari-hari yang lebih efektif dan lebih gemilang, dibanding hari-hari terdahulu sebelum Ramadhan. Hal tersebut membuka kesadaran kita bahwa esok adalah hari baru yang harus disambut dengan sikap yang baru pula. Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1436 Hijriah. Semoga kita termasuk orang-orang yang bertransformasi menjadi insan BPS yang profesional, berintegritas, dan amanah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun