Mohon tunggu...
Ardie Adami
Ardie Adami Mohon Tunggu... -

LELAKI kelahiran Kendari, 11 Mei 1982 ini adalah bungsu dari empat bersaudara. Sejak kecil, ia dikenal dengan nama Iman, empat huruf terakhir dari nama panjangnya: Ardiman. Namun kini, ia lebih senang dipanggil Ardi, empat huruf pertama. Di usia yang sudah memasuki kepala tiga, ia terus berupaya melakukan perubahan dalam dirinya agar menjadi manusia yang sesungguhnya, seperti motto yang selalu ia ikrarkan untuk membuatnya terus bersemangat: Esok sudah tidak bisa lagi mengubah apa yang terjadi hari ini, tapi hari ini masih dapat mengubah apa yang akan terjadi pada hari esok...

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Bila Anak Mengalami Pubertas

8 September 2014   02:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:21 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


“Bila anak dibesarkan dengan rasa aman,ia belajar menaruh kepercayaan. Bila anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri. Bila anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan,ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.” – Dorothy Law Nolte

Viola tampak cemberut. Ia merasa risih dengan kondisi tubuhnya. Gadis berusia 10 tahun ini terlihat lebih ‘berisi’ dibanding teman-teman seusianya. Kadang ia mengalami perubahan suasana hati tanpa paham apa sebenarnya yang terjadi pada tubuhnya. Dan beberapa hari lalu, ia seolah tak percaya mendapati dirinya menstruasi. Sejak saat itu, ia enggan masuk sekolah. Tak jarang Viola mengeluh rasa sakit. Emosinya belum siap. “Saya tidak suka, Bu. Kapan ini berhenti?” keluhnya. Sang ibu tentu mengerti apa yang dialami putrinya. Viola sedang memasuki masa pubertas.

Masa pubertas merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Masa ini ditandai dengan adanya perubahan fisik yang seolah seperti orang dewasa, namun sejatinya belum matang secara psikologis. Hal ini ditandai dengan sering naik turunnya emosi, cenderung memberontak pada aturan, gemar mencoba sesuatu yang menantang, dan selalu ingin memperlihatkan eksistensi dirinya. Mereka ingin menunjukkan bahwa dirinya memiliki kemampuan dan hak untuk menentukan sesuatu. Mereka ingin didengar, diakui, dihargai, dan dipercaya. Karena itu, tidak jarang pada masa ini banyak dijumpai anak-anak yang berkonflik dengan orangtuanya. Hal yang tidak sehat bagi proses tumbuh kembang mereka.

Dalam konteks interaksi sosial, pada masa ini, anak perempuan cenderung suka berkelompok bersama teman sebaya. Sedangkan anak laki-laki lebih senang menyendiri. Selain itu, mereka sudah mulai memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis. Biasanya mereka mengalami perubahan dalam hal penampilan, baik dalam berpakaian maupun dandanan. Mereka kerap meniru perilaku sebagai bagian dari pencarian jati diri. Mereka mencari idola untuk dijadikan model dan contoh dalam kehidupannya. Referensi semua itu mereka peroleh dari film, televisi, media sosial, majalah, dan lingkungan.

Tentunya masa ini merupakan masa krusial bagi anak, terutama orangtua. Orangtua harus memahami bahwa pubertas merupakan proses alami yang akan dijalani oleh sang buah hati sejalan dengan proses tahapan perkembangan yang akan dilaluinya. Kesiapan dan kesabaran orangtua dalam mendampingi anaknya dapat mengantarkan mereka pada kedewasaaan dengan lebih baik. Orangtua perlu mengetahui kapan dan bagaimana masa pubertas pada anaknya akan berlangsung. Karena itu, orangtua sebaiknya membekali diri dengan informasi, sehingga bisa memberikan penjelasan yang benar pada anak seputar masalah pubertas.

Seperti dilansir pada situs www.healthychildren.org yang dipublikasikan oleh American Academy of Pediatrics, masa puber pada anak perempuan dan laki-laki memang berbeda. Anak perempuan biasanya akan mengalami masa pubertas rata-rata pada usia 10 tahun. Sedangkan anak laki-laki akan mengalaminya satu tahun lebih lambat. Namun, hal itu bukanlah acuan pasti. Pasalnya, ada sejumlah anak yang mengalami masa pubertas lebih cepat, perempuan 8 tahun dan laki-laki 9 tahun. Ada pula yang sangat lambat, perempuan 14 tahun dan laki-laki 15 tahun.

Secara alamiah, anak-anak yang memasuki masa pubertas akan mengalami sejumlah perubahan, yang antara lain disebabkan oleh perubahan hormon yang kemudian memengaruhi fungsi otaknya. Pada anak yang sedang puber, aspek emosional biasanya sangat berperan terhadap perubahan perilaku. Secara psikis, anak dalam masa ini menjadi sangat sensitif, mudah tersinggung dan marah. Jika ia memiliki kekuatan, bisa jadi ia akan sering berkelahi atau beradu mulut. Namun, jika tidak, ia cenderung murung dan menyendiri.

Sebagai salah satu tahap perkembangan, pubertas sebenarnya bisa dipersiapkan sejak dini. Maksudnya, kesiapan fisik dan mental bisa ditanamkan secara perlahan dan dibiasakan pada setiap tahap perkembangan anak sebelum memasuki masa puber. Orangtua bisa melakukannya dengan mengenalkan tugas-tugas perkembangan (social expectations) yang harus dituntaskan oleh seorang anak dalam periode tertentu kehidupannya, seperti mampu menerima keadaan fisiknya, memantapkan identitas diri, mampu membina hubungan baik dengan teman sebaya yang berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, dan mengembangkan perilaku yang bertanggung jawab. Orangtua harus mendampingi mereka agar sukses melakukan tugas-tugas perkembangan itu.

Seorang pakar psikologi perkembangan, John W. Santrock, menunjukkan bahwa kebingungan identitassebenarnya hanyalah mitos. Ada anak-anak yang tidak perlu sibuk mencari jati diri. Mereka telah mengenali dirinya, tujuan hidupnya, dan makna hidupnya. Sejak kecil mereka telah memiliki keyakinan, komitmen hidup serta persepsi tentang tanggung jawab yang kuat. Inilah yang membuat hidup mereka lebih terarah, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan.

Selain itu, komunikasi yang intensif antara orangtua dan anak mutlak diperlukan. Terkadang kurang lancarnya komunikasi antara orangtua dan anak menyebabkan anak mencari informasi dari teman sebaya. Padahal informasi tersebut seringkali keliru. Adanya kedekatan hubungan dan harmonisnya jalinan komunikasi yang dibina oleh orangtua dan anak akan membuat mereka lebih mudah mengungkapkan isi hati dan masalahnya. Belajar mendengar dan menghargai pendapat adalah salah satu cara terbaik bagi orangtua untuk tetap menjaga kedekatan emosional dengan anaknya. Anak perlu diberikan peran dan kepercayaan dalam keluarga. Inilah yang memandu mereka pada pemahaman akan tanggung jawab, sekaligus memberikan kepercayaan diri bahwa mereka dicintai. Dan mereka pun akan menemukan cinta dalam kehidupannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun