Pendidikan merupakan fondasi utama dalam membangun bangsa yang maju dan berdaya saing. Namun, di balik sorotan utama terhadap kebijakan-kebijakan besar seperti kurikulum dan digitalisasi pendidikan, terdapat sejumlah masalah mendasar yang sering kali luput dari perhatian pemerintah. Masalah-masalah ini, meski tampak sederhana, memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.
1. Ketimpangan Akses Pendidikan
Salah satu masalah yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah ketimpangan akses pendidikan, terutama di daerah terpencil. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, lebih dari 30% anak usia sekolah di daerah pedalaman masih mengalami kesulitan akses pendidikan. Infrastruktur yang minim, seperti jalan rusak, jembatan yang tak layak, dan ketiadaan transportasi umum, membuat siswa di daerah terpencil harus menempuh perjalanan panjang untuk sampai ke sekolah.
Selain itu, sekolah-sekolah di daerah terpencil sering kali kekurangan tenaga pengajar yang kompeten. Guru-guru yang ditugaskan di daerah ini kerap menghadapi tantangan berat, mulai dari fasilitas yang minim hingga kurangnya dukungan dari pemerintah setempat. Akibatnya, siswa di daerah terpencil sering kali tertinggal jauh dibandingkan siswa di perkotaan.
2. Beban Administrasi Guru yang Berlebihan
Guru merupakan garda terdepan dalam mencerdaskan generasi bangsa. Namun, beban kerja mereka sering kali tidak seimbang dengan tugas utama mereka, yaitu mengajar. Sebuah survei yang dilakukan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 65% guru merasa terbebani oleh tugas administratif yang berlebihan. Hal ini meliputi pembuatan laporan, pengisian data di aplikasi daring, hingga tugas-tugas birokrasi lainnya.
Tugas administratif yang menumpuk sering kali mengurangi waktu guru untuk mempersiapkan materi pembelajaran yang berkualitas. Padahal, interaksi langsung dengan siswa dan persiapan pengajaran yang matang adalah kunci keberhasilan proses belajar-mengajar. Jika hal ini terus dibiarkan, kualitas pengajaran akan menurun, dan siswa yang akan menjadi korbannya.
3. Kurangnya Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif, yang memastikan bahwa setiap anak, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, mendapatkan hak yang sama untuk belajar, masih menjadi isu yang terabaikan. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2023, hanya sekitar 20% sekolah di Indonesia yang memiliki program inklusi. Sementara itu, anak-anak dengan disabilitas sering kali tidak mendapatkan fasilitas dan dukungan yang memadai untuk belajar.
Masalah ini diperparah dengan kurangnya pelatihan bagi guru dalam menghadapi siswa berkebutuhan khusus. Banyak guru yang belum memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Akibatnya, banyak anak dengan kebutuhan khusus yang tidak mampu mengembangkan potensi mereka secara maksimal.
4. Ketidakmerataan Distribusi Anggaran Pendidikan
Anggaran pendidikan di Indonesia sering kali menjadi sorotan, terutama karena besarnya alokasi dalam APBN. Pada tahun 2024, misalnya, anggaran pendidikan mencapai 20% dari total APBN. Namun, persoalan muncul pada distribusi anggaran tersebut. Banyak sekolah di daerah terpencil yang masih kekurangan dana untuk perbaikan fasilitas, sementara sekolah-sekolah di kota besar mendapatkan alokasi dana yang jauh lebih besar.
Selain itu, penggunaan anggaran sering kali tidak tepat sasaran. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), misalnya, sering kali digunakan untuk kebutuhan administratif dibandingkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Ketidakmerataan ini menciptakan jurang yang semakin lebar antara sekolah di perkotaan dan pedesaan.
5. Kurangnya Perhatian pada Kesejahteraan Mental Siswa
Kesejahteraan mental siswa merupakan aspek penting yang sering kali diabaikan. Tekanan akademis, masalah keluarga, hingga bullying menjadi faktor utama yang memengaruhi kesehatan mental siswa. Data dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK) tahun 2023 menunjukkan bahwa 1 dari 5 siswa di Indonesia mengalami gangguan kecemasan atau depresi.
Sayangnya, banyak sekolah yang belum memiliki konselor atau layanan psikologi yang memadai untuk membantu siswa menghadapi masalah ini. Padahal, kesehatan mental yang baik merupakan prasyarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan optimal. Jika kesehatan mental siswa terus diabaikan, ini dapat berdampak pada prestasi akademis dan kehidupan sosial mereka di masa depan.
6. Minimnya Relevansi Kurikulum dengan Dunia Kerja
Masalah lain yang sering luput dari perhatian adalah kurangnya relevansi antara kurikulum yang diajarkan di sekolah dengan kebutuhan dunia kerja. Sebuah studi yang dilakukan oleh World Economic Forum pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 60% lulusan sekolah menengah di Indonesia merasa tidak siap memasuki dunia kerja karena kurangnya keterampilan praktis yang relevan.
Kurikulum di Indonesia sering kali terlalu fokus pada teori tanpa memberikan ruang yang cukup untuk pengembangan keterampilan praktis. Selain itu, kurangnya kerja sama antara sekolah dan industri membuat siswa tidak mendapatkan gambaran yang jelas tentang dunia kerja. Akibatnya, tingkat pengangguran di kalangan lulusan muda tetap tinggi.
Mengatasi Masalah dengan Langkah Nyata
Untuk mengatasi masalah-masalah mendasar di dunia pendidikan ini, diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan. Beberapa langkah nyata yang dapat dilakukan antara lain:
Meningkatkan Infrastruktur di Daerah Terpencil: Pemerintah perlu memastikan bahwa semua anak, di mana pun mereka berada, memiliki akses yang sama terhadap pendidikan.
Mengurangi Beban Administrasi Guru: Digitalisasi proses administratif dapat membantu meringankan beban guru sehingga mereka dapat fokus pada pengajaran.
Memperluas Program Pendidikan Inklusif: Pelatihan bagi guru dan penyediaan fasilitas yang ramah disabilitas harus menjadi prioritas.
Memastikan Distribusi Anggaran yang Merata: Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan harus ditingkatkan.
Menambah Layanan Konseling di Sekolah: Setiap sekolah harus memiliki konselor yang dapat membantu siswa menghadapi masalah mental dan emosional.
Mereformasi Kurikulum: Kurikulum harus disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja, termasuk integrasi keterampilan praktis dan soft skills.
Dengan menangani masalah-masalah ini, diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia dapat meningkat secara signifikan. Pendidikan yang berkualitas adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi yang cerdas, kreatif, dan siap menghadapi tantangan global.
#SalamLiterasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI