Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bom Waktu di Balik Buruknya Paparan Konten Media Sosial bagi Anak

11 November 2024   16:51 Diperbarui: 11 November 2024   17:01 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia anak-anak saat ini tak lagi menyenangkan, mengapa demikian? Survei dari hasil riset bertajuk "Neurosensum Indonesia Consumers Trend 2021: Social Media Impact on Kids" oleh perusahaan riset independen berbasis kecerdasan buatan (AI), Neurosensum memaparkan bahwa rata-rata anak Indonesia telah mengenal media sosial di usia 7 tahun. Dari 92% anak yang datang dari keluarga berpenghasilan rendah, 54% di antaranya diperkenalkan ke media sosial sebelum mereka menginjak usia 6 tahun.

Dari reset tersebut, kenyataan yang terjadi saat ini atau 3 tahun pasca riset tersebut dilakukan justru tak ada tanda-tanda perbaikan jumlah. Sebagai contoh sederhana saja, kira-kira berapa jumlah anak yang menghabiskan waktunya untuk bermain gadget di rumah? Ada banyak hal memang yang melatarbelakangi mengapa situasi chaos ini sulit terbantahkan. 

Hal tersebut juga dibuktikan dengan survei yang pernah dilakukan oleh BPS pada tahun 2021 lalu yang menyatakan bahwa, sebanyak 88,99% anak usia 5 tahun ke atas menggunakan internet untuk mengakses media sosial dan sebanyak 63,08% menggunakannya untuk menemukan hiburan.

Hadirnya paparan konten media sosial yang tak terfilter dengan baik walau adanya fitur kontrol orang tua menjadi momok yang sangat mengkhawatirkan. Anak-anak seakan masuk ke dalam sebuah lingkaran setan yang tak berkesudahan. Diawali dengan kebiasaan orang tua yang sengaja memberikan ponsel kepada anaknya dengan dalih agar ia tak rewel dan mengganggu kesibukannya, mengakrabkan mereka dengan tontonan-tontonan anak-anak, membiasakan mereka agar melek digital, dan alibi-alibi lain sehingga menyatukan mereka dengan paparan konten media sosial yang ada di gawai seakan menjadi hal yang lumrah nan wajar.

Lantas pernahkah kita sebagai orang tua, guru, atau masyarakat bertanya pada diri sendiri apakah hal yang kita anggap sebagai sebuah kewajaran merupakan sesuatu yang biasa bagi si anak? Apakah kita tak sadar akan bahaya yang ada di balik itu semua?

Bahaya di balik paparan konten media sosial bagi anak

Berikut ini

1. Gangguan Kesehatan Mental

Paparan media sosial yang berlebihan dapat memengaruhi kesehatan mental anak. Penelitian dari The Journal of Adolescence Health menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari 3 jam per hari memiliki 65% risiko lebih tinggi mengalami gejala depresi dan kecemasan dibandingkan dengan mereka yang kurang terpapar.

Faktor yang Mempengaruhi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun