Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Zonasi, Sistem Perekrutan Guru Melalui PPG, hingga Perekrutan Guru Honor yang Perlu Dievaluasi oleh Kementerian Pendidikan yang Baru

13 November 2024   21:00 Diperbarui: 13 November 2024   21:13 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://www.detik.com/edu/sekolah/d-6877327/fsgi-akar-masalah-ppdb-zonasi-bukan-kecurangan-tapi-pemerataan-sekolah-negeri)

Dalam beberapa tahun terakhir, sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan yang cukup signifikan. Salah satu tujuan utama dari perubahan ini adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional dan memastikan bahwa setiap anak Indonesia mendapatkan hak pendidikan yang layak. Namun, beberapa kebijakan yang diberlakukan, seperti sistem zonasi, perekrutan guru melalui Program Profesi Guru (PPG), dan perekrutan guru honorer, masih menyisakan berbagai persoalan. Kementerian Pendidikan yang baru diharapkan dapat mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan ini agar sesuai dengan kebutuhan lapangan dan menghasilkan dampak positif bagi dunia pendidikan.

1. Sistem Zonasi Sekolah
Sistem zonasi sekolah merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan untuk memberikan kesempatan yang merata bagi setiap siswa di Indonesia dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Melalui sistem ini, penerimaan siswa baru didasarkan pada jarak tempat tinggal siswa dengan sekolah yang diinginkan. Meskipun tujuannya baik, pelaksanaannya di lapangan masih sering menemui berbagai kendala.

Salah satu masalah yang timbul adalah terkait dengan ketimpangan kualitas sekolah di berbagai wilayah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas pendidikan di sekolah-sekolah unggulan masih lebih baik dibandingkan sekolah-sekolah di pinggiran kota atau desa. Akibatnya, siswa yang tinggal di dekat sekolah yang kurang berkualitas merasa dirugikan karena terpaksa mendaftar di sekolah tersebut meskipun mereka memiliki prestasi yang cukup baik untuk bersaing di sekolah unggulan. Data dari Kementerian Pendidikan menunjukkan bahwa 43% siswa di Indonesia merasa tidak puas dengan penempatan mereka melalui sistem zonasi karena perbedaan kualitas yang signifikan antar sekolah.

Selain itu, sistem zonasi juga menimbulkan persoalan baru berupa perpindahan domisili yang dilakukan secara sengaja oleh orang tua agar anak mereka bisa diterima di sekolah unggulan. Banyak orang tua yang melakukan pindah domisili sementara hanya untuk memenuhi persyaratan zonasi, yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakadilan bagi siswa lain yang memang tinggal di sekitar sekolah tersebut.

Dengan latar belakang permasalahan ini, Kementerian Pendidikan perlu mengevaluasi dan mempertimbangkan penyesuaian sistem zonasi agar lebih efektif dan adil bagi semua siswa. Misalnya, dengan memprioritaskan perbaikan sarana dan prasarana di sekolah-sekolah pinggiran sehingga semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.

2. Sistem Perekrutan Guru Melalui Program Profesi Guru (PPG)
Program Profesi Guru (PPG) merupakan program yang wajib diikuti oleh calon guru agar mereka memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai sebelum terjun ke lapangan. Program ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan dengan menghasilkan guru yang berkualitas dan profesional. Namun, proses seleksi dan pelaksanaan PPG sendiri masih memerlukan banyak perbaikan.

Salah satu kendala utama dalam PPG adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan guru di lapangan dan kuota yang disediakan untuk PPG. Banyak daerah di Indonesia yang mengalami kekurangan guru, namun hanya sedikit calon guru yang bisa lolos seleksi PPG. Data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat bahwa pada tahun 2023, hanya sekitar 30% dari kebutuhan guru nasional yang terpenuhi melalui PPG. Hal ini menunjukkan bahwa program PPG belum cukup efektif dalam menjawab kebutuhan tenaga pendidik di daerah.

Selain itu, pelaksanaan PPG juga dinilai masih memberatkan bagi sebagian peserta. Banyak calon guru yang harus menanggung biaya sendiri selama mengikuti PPG, yang tentunya memberatkan, terutama bagi calon guru dari daerah terpencil. Kementerian Pendidikan perlu mempertimbangkan subsidi atau bantuan biaya bagi peserta PPG yang benar-benar berkomitmen untuk mengajar di daerah terpencil, sebagai salah satu upaya untuk menarik minat lebih banyak calon guru.

Evaluasi terhadap pelaksanaan PPG ini sangat penting agar program ini benar-benar bisa menjadi solusi bagi permasalahan kekurangan guru di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. Tanpa evaluasi yang tepat, program ini mungkin hanya akan menambah jumlah guru berkualitas di kota-kota besar saja, tanpa mampu memenuhi kebutuhan di daerah terpencil.

3. Perekrutan Guru Honorer
Permasalahan guru honorer di Indonesia sudah menjadi masalah klasik yang hingga kini belum menemukan solusi yang memadai. Banyak guru honorer yang telah mengabdi selama bertahun-tahun namun belum diangkat menjadi pegawai negeri atau tenaga kerja tetap. Padahal, peran mereka sangat vital dalam menyokong proses pendidikan di berbagai daerah, terutama di sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pengajar.

Guru honorer sering kali menerima gaji yang jauh di bawah standar, bahkan di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Berdasarkan data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sekitar 67% guru honorer mendapatkan gaji di bawah Rp1 juta per bulan, yang tentunya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini mengakibatkan banyak guru honorer yang harus bekerja sambilan demi mencukupi kebutuhan ekonomi mereka, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas pengajaran.

Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah ketidakjelasan dalam mekanisme pengangkatan guru honorer menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara). Banyak guru honorer yang telah mengabdi selama lebih dari 10 tahun namun belum mendapat kepastian terkait status mereka. Kementerian Pendidikan diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang lebih adil dan transparan terkait pengangkatan guru honorer, serta meningkatkan kesejahteraan mereka agar dapat fokus dalam menjalankan tugas mengajar.

Kesimpulan

Kebijakan-kebijakan di bidang pendidikan, seperti sistem zonasi, Program Profesi Guru (PPG), dan perekrutan guru honorer, memang dibuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun, pelaksanaannya masih menemui berbagai kendala dan permasalahan di lapangan. Kementerian Pendidikan yang baru perlu mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan ini agar lebih efektif dan adil.

Sistem zonasi perlu disesuaikan agar tidak terjadi ketimpangan antara sekolah-sekolah di pusat kota dan pinggiran. Sementara itu, Program Profesi Guru (PPG) harus lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan guru di wilayah-wilayah yang kekurangan tenaga pengajar. Terakhir, persoalan kesejahteraan dan pengangkatan guru honorer juga harus mendapatkan perhatian serius agar para guru honorer bisa mendapatkan kejelasan status dan upah yang layak.

Dengan evaluasi yang tepat, diharapkan pendidikan di Indonesia dapat menjadi lebih baik dan berkualitas, sehingga mampu mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan global.

#SalamLiterasi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun