Pendidikan, sebagai fondasi utama dalam membentuk karakter dan kecerdasan generasi muda, selalu menjadi sorotan dalam kaitannya dengan kualitas moral dan etika para pelajar. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak kasus yang menunjukkan peningkatan perilaku negatif di kalangan pelajar, seperti perundungan, kenakalan remaja, hingga kekerasan antar sesama siswa. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting: benarkah situasi pendidikan sekarang menjadi salah satu penyebab "beringasnya" moralitas pelajar akhir-akhir ini?
1. Pengaruh Kurikulum yang Lebih Berfokus pada Akademis
Pendidikan di banyak negara, termasuk Indonesia, masih sangat menekankan aspek akademis dan prestasi dalam mata pelajaran eksak. Data dari survei PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan bahwa mayoritas negara Asia menempatkan prestasi akademik sebagai indikator utama kesuksesan pendidikan. Namun, penelitian juga mengungkapkan bahwa penekanan yang terlalu tinggi pada aspek kognitif mengabaikan pentingnya pengembangan soft skills dan karakter.
Sebagai contoh, studi dari Harvard Graduate School of Education menyebutkan bahwa pendidikan yang berfokus semata-mata pada nilai dan hasil ujian dapat mengurangi kapasitas siswa untuk mengembangkan empati, keterampilan sosial, dan kemampuan beradaptasi dalam situasi sosial yang kompleks. Akibatnya, pelajar mungkin menjadi lebih egois dan kurang peka terhadap lingkungan sekitar.
2. Peran Guru dan Pendidikan Karakter
Guru memegang peran penting dalam membimbing siswa, tidak hanya dalam aspek akademis tetapi juga moral dan etika. Sayangnya, beban kerja yang tinggi dan fokus pada target kurikulum sering kali membuat pendidik kesulitan mengintegrasikan pembelajaran karakter dalam proses belajar mengajar. Data dari survei yang dilakukan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia menunjukkan bahwa 72% guru merasa kewalahan dengan beban administratif dan kerap kali kekurangan waktu untuk berinteraksi lebih dalam dengan siswa.
Hal ini berdampak pada minimnya pembentukan hubungan emosional antara guru dan siswa, yang sebenarnya sangat penting untuk membangun lingkungan sekolah yang suportif dan mencegah perilaku negatif. Penelitian dari National Education Association (NEA) mengungkapkan bahwa siswa yang merasa didukung secara emosional oleh guru cenderung menunjukkan perilaku lebih positif dan memiliki tingkat disiplin diri yang lebih tinggi.
3. Pengaruh Teknologi dan Media Sosial
Teknologi dan media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan pelajar modern. Data dari Statista menunjukkan bahwa lebih dari 80% remaja menghabiskan lebih dari tiga jam per hari di platform media sosial. Di satu sisi, teknologi membuka akses informasi yang luas dan memberikan peluang belajar yang tidak terbatas. Namun, di sisi lain, arus informasi yang tidak terkontrol, konten negatif, dan fenomena cyberbullying bisa mempengaruhi cara pandang dan perilaku pelajar.
Dalam penelitian oleh Journal of Youth Studies, ditemukan bahwa remaja yang terpapar konten kekerasan dan perilaku agresif di media sosial cenderung menunjukkan perilaku serupa di dunia nyata. Ketika sistem pendidikan gagal membekali siswa dengan keterampilan berpikir kritis dan pengendalian diri yang memadai, pelajar menjadi lebih rentan terhadap pengaruh buruk dari luar, termasuk dari media sosial.