Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Munculnya Wacana Ujian Nasional Akan Kembali Diberlakukan, Masih Relevankah dengan Konsep Kurikulum Merdeka?

27 Oktober 2024   18:40 Diperbarui: 27 Oktober 2024   19:06 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu, baik dalam hal kebijakan, kurikulum, maupun metode penilaian. Salah satu perubahan besar yang sempat dilakukan adalah penghapusan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2021, yang digantikan oleh Asesmen Nasional (AN). Namun, wacana untuk memberlakukan kembali Ujian Nasional mulai muncul, menimbulkan pertanyaan tentang relevansinya dalam sistem pendidikan yang sekarang menganut konsep Kurikulum Merdeka. Dalam artikel ini, kita akan membahas apakah Ujian Nasional masih relevan dengan konsep Kurikulum Merdeka, dengan melihat data dan teori pendidikan yang mendukung perdebatan ini.

1. Sejarah Singkat Ujian Nasional di Indonesia

Ujian Nasional pertama kali diberlakukan pada tahun 2003 sebagai pengganti dari EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) yang sudah lebih dulu diterapkan. Ujian ini bertujuan untuk mengukur capaian belajar siswa secara nasional dan dianggap sebagai alat ukur standar kualitas pendidikan di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, Ujian Nasional banyak menuai kritik, terutama karena dianggap hanya berfokus pada hasil, bukan pada proses pembelajaran siswa.

Banyak pihak menilai bahwa sistem ini menekan siswa untuk "menghafal" materi tanpa memahami konsep secara mendalam. Selain itu, karena hasil Ujian Nasional digunakan sebagai tolok ukur kelulusan, tekanan psikologis terhadap siswa semakin besar. Hal ini mendorong lahirnya berbagai kritik dari kalangan pendidik dan orang tua, yang berpuncak pada penghapusan Ujian Nasional pada tahun 2021. Ujian Nasional kemudian digantikan oleh Asesmen Nasional, yang lebih berfokus pada kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.

2. Kurikulum Merdeka: Pendekatan Berbeda dalam Pendidikan

Sejak diperkenalkan pada tahun 2021, Kurikulum Merdeka menandai perubahan besar dalam pendekatan pendidikan di Indonesia. Konsep Kurikulum Merdeka menekankan pembelajaran yang fleksibel, di mana siswa diberikan kebebasan untuk mengembangkan potensi diri sesuai minat dan bakat masing-masing. Dalam kurikulum ini, proses pembelajaran lebih ditekankan dibandingkan hasil akhir. Tujuannya adalah untuk menciptakan individu yang mandiri, kreatif, dan mampu berpikir kritis.

Dalam Kurikulum Merdeka, penilaian tidak hanya berdasarkan ujian tertulis, tetapi juga melibatkan berbagai bentuk asesmen formatif dan sumatif, seperti proyek, portofolio, dan presentasi. Sistem ini diharapkan bisa menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih holistik, di mana siswa terlibat aktif dalam proses belajar dan guru berperan sebagai fasilitator, bukan sekadar pengajar.

3. Pertentangan dengan Wacana Pengembalian Ujian Nasional

Munculnya wacana untuk memberlakukan kembali Ujian Nasional menimbulkan berbagai pertanyaan tentang relevansinya dengan konsep Kurikulum Merdeka. Salah satu prinsip dasar Kurikulum Merdeka adalah pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dan penilaian yang bersifat formatif. Hal ini bertentangan dengan sifat Ujian Nasional yang lebih berfokus pada pengujian secara seragam di seluruh Indonesia.

Teori pendidikan konstruktivisme, yang mendasari Kurikulum Merdeka, menekankan bahwa siswa harus belajar melalui pengalaman nyata dan aktif membangun pemahaman mereka sendiri. Teori ini menolak pendekatan tradisional yang pasif di mana siswa hanya menerima informasi. Dalam konteks ini, Ujian Nasional yang mengutamakan hasil akhir justru bertentangan dengan esensi Kurikulum Merdeka yang mengutamakan proses pembelajaran yang dinamis dan aktif.

Penelitian yang dilakukan oleh Naseem dan Sultan (2019) menunjukkan bahwa sistem pendidikan yang hanya berfokus pada ujian berbasis hasil (high-stakes testing) dapat menciptakan budaya belajar yang tidak sehat. Siswa menjadi lebih terobsesi pada nilai ujian daripada penguasaan konsep secara mendalam. Ini sangat kontras dengan tujuan Kurikulum Merdeka, yang ingin mengurangi beban siswa dalam mencapai standar akademik yang seragam.

4. Data dan Fakta: Dampak Ujian Nasional terhadap Pendidikan

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2020, sebanyak 68% siswa merasa stres menjelang Ujian Nasional karena khawatir akan nilai akhir yang menentukan kelulusan. Hanya 30% dari siswa yang benar-benar merasa siap menghadapi ujian tersebut, sementara 42% siswa mengakui bahwa mereka lebih fokus pada strategi menghafal daripada pemahaman konsep.

Di sisi lain, setelah Ujian Nasional dihapuskan dan digantikan dengan Asesmen Nasional, hasil Asesmen Nasional tahun 2021 menunjukkan peningkatan dalam keterampilan literasi dan numerasi siswa. Sebanyak 58% sekolah melaporkan bahwa metode pembelajaran menjadi lebih inovatif setelah penerapan Kurikulum Merdeka, yang memberikan fleksibilitas kepada guru untuk menyesuaikan materi ajar dengan kebutuhan siswa. Data ini mendukung bahwa metode asesmen yang lebih fleksibel, seperti yang diterapkan dalam Kurikulum Merdeka, dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam mengembangkan keterampilan dasar siswa.

5. Apakah Ujian Nasional Masih Relevan?

Melihat dari berbagai data dan teori yang mendukung, tampaknya wacana pengembalian Ujian Nasional akan menghadapi tantangan besar dalam konteks Kurikulum Merdeka. Ujian Nasional mungkin relevan jika tujuan pendidikan adalah untuk standarisasi capaian akademik secara nasional. Namun, dalam sistem yang mengutamakan kemandirian dan pengembangan potensi individu, seperti dalam Kurikulum Merdeka, penilaian berbasis ujian tunggal mungkin tidak lagi sesuai.

Sebagai gantinya, pendekatan penilaian berbasis kompetensi yang lebih fleksibel dan holistik, seperti yang diterapkan dalam Asesmen Nasional, tampaknya lebih relevan. Kurikulum Merdeka bertujuan untuk mencetak siswa yang kreatif, kritis, dan inovatif, dan penilaian semestinya mencerminkan tujuan ini, bukan sekadar mengejar hasil ujian yang seragam.

Kesimpulan

Munculnya wacana pengembalian Ujian Nasional memang menimbulkan perdebatan yang tajam di kalangan pendidik dan orang tua. Namun, melihat dari perspektif Kurikulum Merdeka yang mengutamakan pembelajaran berbasis proses dan penilaian formatif, Ujian Nasional mungkin tidak lagi relevan. 

Kebijakan pendidikan sebaiknya fokus pada pengembangan potensi siswa secara holistik, bukan hanya mengukur hasil akhir melalui ujian tunggal. Dengan begitu, sistem pendidikan di Indonesia dapat menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk bersaing di dunia global.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun