Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kritik terhadap Ragam Praktik Kotor dalam Dunia Pendidikan di Sekolah-Sekolah Perkotaan

11 Oktober 2024   08:05 Diperbarui: 11 Oktober 2024   08:05 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://uinjkt.ac.id/index.php/id/pendidikan-islam-holistik-integratif-sebagai-solusi-atas-kekerasan)

A. Sudut Pandang

Dalam setiap sudut perkotaan, di antara gedung-gedung pencakar langit dan hiruk-pikuk kendaraan, terdapat sekolah-sekolah yang seharusnya menjadi tempat cikal bakal generasi masa depan. Namun, di balik citra positif tersebut, tersimpan praktik-praktik kotor yang menyelubungi dunia pendidikan. Kritik terhadap praktik-praktik ini perlu disuarakan agar kita tidak terjebak dalam ilusi bahwa pendidikan kita berada di jalur yang benar.

Lebih lanjut, sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan buah dari apa yang sudah di tanam oleh sejarah pendidikan masa lalu yakni menginginkan adanya peningkatan kualitas yang mumpuni dalam menciptakan sumber daya manusia melalui dunia pendidikan. Namun yang terjadi, justru kualitas tersebut tak nampak di beberapa kota di Indonesia. 

Data tentang kejahatan di dunia pendidikan Indonesia, khususnya di sekolah-sekolah, seringkali diambil dari laporan resmi pemerintah, lembaga terkait, dan survei yang dilakukan oleh berbagai organisasi. Beberapa jenis kejahatan yang umum tercatat di lingkungan sekolah di Indonesia meliputi:

1. Bullying (Perundungan): Salah satu masalah utama di sekolah adalah perundungan fisik dan verbal. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Indonesia telah mencatat bahwa kasus perundungan di sekolah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga menunjukkan angka yang tinggi, terutama di tingkat sekolah dasar dan menengah pertama.

2. Pelecehan Seksual: Ada banyak laporan tentang pelecehan seksual yang terjadi di sekolah, baik antara siswa maupun yang melibatkan tenaga pendidik. Data dari Komnas Perempuan dan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) sering menunjukkan peningkatan jumlah kasus ini setiap tahunnya.

3. Kekerasan Fisik: Kekerasan fisik antara siswa atau yang dilakukan oleh guru sering kali tercatat sebagai bentuk kejahatan yang mengkhawatirkan. KPAI sering menerima laporan terkait tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah.

4. Narkoba: Di beberapa sekolah, terutama di wilayah perkotaan, masalah narkoba telah menjadi ancaman serius. BNN (Badan Narkotika Nasional) mencatat kasus-kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkan pelajar setiap tahunnya.

5. Kejahatan Digital: Dengan meningkatnya penggunaan teknologi di sekolah, kejahatan siber seperti penipuan daring atau penyebaran konten yang tidak pantas juga mulai muncul di lingkungan pendidikan.

Menurut laporan tahunan dari KPAI, tahun 2023 saja, terdapat ribuan laporan yang berkaitan dengan pelanggaran hak-hak anak di sekolah, termasuk kekerasan, perundungan, pelecehan, dan kasus narkoba. Berikut adalah beberapa statistik terkait yang diambil dari laporan KPAI dan kementerian terkait:

- Perundungan: Lebih dari 2.000 kasus dilaporkan setiap tahun, dengan korban mayoritas adalah siswa di tingkat sekolah menengah pertama.

- Pelecehan Seksual: Ratusan kasus dilaporkan setiap tahun, dengan sebagian besar korban adalah siswa perempuan.

- Kekerasan Fisik oleh Guru: Beberapa ratus kasus kekerasan oleh guru terhadap siswa dilaporkan setiap tahunnya.

- Narkoba: Menurut BNN, ada peningkatan kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, terutama di wilayah perkotaan.

Ragam kasus di atas hanyalah sedikit dari beberapa praktik-praktik kejahatan yang terjadi di sekolah-sekolah perkotaan di Indonesia yang sampai saat ini bahkan belum ada kata selesai. Lantas, adakah praktik kotor lain yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia hingga saat ini? Berikut sajiannya.

1. Komersialisasi: Pendidikan sebagai Komoditas

Di era modern ini, pendidikan sering kali dipandang sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan. Sekolah-sekolah swasta, dengan slogan-slogan menariknya, menarik minat orang tua untuk membayar biaya pendidikan yang selangit demi jaminan masa depan anak-anak mereka. Namun, di balik angka-angka tersebut, tersembunyi ketidakadilan yang mencolok. Banyak sekolah negeri pun tidak luput dari praktik ini; mereka memungut berbagai biaya tambahan yang tidak transparan.

Komersialisasi pendidikan menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara siswa dari latar belakang kaya dan miskin. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak setiap anak justru menjadi barang mahal yang hanya dapat diakses oleh segelintir orang. Bagaimana kita bisa mengharapkan kemajuan jika akses pendidikan berkualitas hanya untuk yang mampu?

2. Nepotisme dan Korupsi: Jaring yang Memerangkap Harapan

Nepotisme, satu kata yang menyakitkan bagi mereka yang berjuang keras untuk mencapai cita-cita. Di banyak sekolah, penerimaan siswa sering kali ditentukan oleh hubungan personal, bukan oleh prestasi akademis. Hal ini tidak hanya menurunkan moral siswa, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan.

Korupsi juga merajalela, di mana dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan fasilitas dan kualitas pengajaran sering kali disalahgunakan. Dalam banyak kasus, anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan justru "hilang" entah ke mana. Dampaknya, fasilitas yang seharusnya mendukung pembelajaran menjadi tidak memadai, dan kualitas pengajaran pun terpaksa dikorbankan.

3. Penyalahgunaan Kekuasaan: Ketidakadilan di Ruang Kelas

Dalam dunia pendidikan, kekuasaan seharusnya dimanfaatkan untuk mendukung dan memberdayakan, bukan untuk menindas. Namun, banyak siswa yang mengalami penyalahgunaan kekuasaan oleh guru atau pihak sekolah. Diskriminasi, intimidasi, dan perlakuan tidak adil menjadi hal yang umum terjadi. Ketidakadilan ini menciptakan atmosfer ketakutan, di mana siswa merasa tertekan dan tidak berdaya.

Perlakuan yang tidak adil tidak hanya merusak psikologis siswa, tetapi juga dapat menghancurkan semangat mereka untuk belajar. Jika siswa tidak merasa aman dan dihargai di sekolah, bagaimana mungkin mereka dapat berkembang dan berprestasi?

4. Ketidakadilan dalam Penilaian: Menghancurkan Mimpi

Penilaian yang tidak adil adalah sebuah ironi dalam dunia pendidikan. Seharusnya, penilaian adalah cerminan dari usaha dan kemampuan siswa. Namun, di banyak sekolah, penilaian sering kali dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti hubungan pribadi atau tekanan dari pihak tertentu. Siswa yang berprestasi, tetapi tidak memiliki koneksi, sering kali diabaikan, sementara yang lainnya mendapatkan penilaian yang lebih baik hanya karena hubungan yang baik dengan guru.

Hal ini menciptakan ketidakpuasan yang mendalam dan merusak motivasi siswa untuk belajar. Mengapa mereka harus berjuang jika hasil kerja keras mereka tidak diakui? Ketidakadilan dalam penilaian seharusnya menjadi perhatian utama, karena hal ini dapat membentuk karakter dan masa depan siswa.

5. Pendidikan yang Tidak Berbasis Kualitas: Rutinitas yang Membosankan

Sistem pendidikan yang kaku dan tidak fleksibel menciptakan rutinitas pembelajaran yang membosankan. Banyak sekolah masih terjebak dalam metode pengajaran yang monoton, di mana siswa diharapkan hanya bisa menghafal tanpa memahami konteks. Kurikulum yang tidak relevan dengan kebutuhan siswa hanya membuat mereka semakin terasing dari proses belajar.

Pendidikan seharusnya bukan sekadar mengisi kepala siswa dengan fakta-fakta, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan hidup yang dibutuhkan di dunia nyata. Kreativitas, inovasi, dan kemampuan berpikir kritis harus ditanamkan, tetapi sering kali hal ini terabaikan demi pencapaian nilai ujian semata.

6. Kurangnya Partisipasi Masyarakat: Mengabaikan Suara Rakyat

Salah satu aspek yang sering kali diabaikan dalam dunia pendidikan adalah partisipasi masyarakat. Sekolah-sekolah sering kali beroperasi tanpa melibatkan orang tua dan komunitas dalam pengambilan keputusan. Ketika masyarakat tidak dilibatkan, sekolah kehilangan arah dalam memahami kebutuhan siswa dan orang tua.

Keterlibatan masyarakat tidak hanya penting untuk transparansi, tetapi juga dapat memberikan masukan berharga yang dapat membantu sekolah untuk beradaptasi dengan kebutuhan zaman. Dengan adanya kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan komunitas, pendidikan dapat menjadi lebih relevan dan efektif.

B. Solusi dan Harapan: Menyongsong Perubahan

(https://uinjkt.ac.id/index.php/id/pendidikan-islam-holistik-integratif-sebagai-solusi-atas-kekerasan)
(https://uinjkt.ac.id/index.php/id/pendidikan-islam-holistik-integratif-sebagai-solusi-atas-kekerasan)

Untuk mengatasi praktik-praktik kotor ini, dibutuhkan tindakan nyata dari berbagai pihak. Pertama, pemerintah harus memperkuat regulasi dalam pengelolaan dana pendidikan dan penerimaan siswa. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama yang tidak bisa ditawar-tawar.

Kedua, penting untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Dengan melibatkan orang tua dan komunitas, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk siswa. Diskusi terbuka dan forum yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dapat menjadi langkah awal yang baik.

Ketiga, reformasi kurikulum yang lebih fleksibel dan relevan harus menjadi prioritas. Pendidikan harus berorientasi pada pengembangan karakter dan keterampilan, bukan sekadar mengejar nilai ujian. Dengan demikian, siswa tidak hanya siap secara akademis, tetapi juga secara emosional dan sosial untuk menghadapi tantangan di masa depan.

Kesimpulan

Praktik kotor dalam dunia pendidikan di sekolah-sekolah perkotaan adalah tantangan serius yang perlu dihadapi bersama. Dengan komitmen dari semua pihak—pemerintah, sekolah, dan masyarakat—kita dapat membangun sistem pendidikan yang lebih baik. Pendidikan seharusnya menjadi jembatan menuju masa depan yang cerah, bukan sekadar tempat praktik tidak etis yang merugikan banyak pihak. Mari kita bersatu untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang adil, transparan, dan berkualitas demi generasi mendatang.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun