3. Bebas dari kekerasan dan diskriminasi: Sekolah harus melarang segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun verbal. Selain itu, harus ada kebijakan yang melarang diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, ras, agama, status sosial, atau kebutuhan khusus anak.
 Â
4. Partisipasi anak: Anak-anak perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka di sekolah, baik dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler.
5. Pendidikan yang inklusif: Sekolah Ramah Anak harus inklusif, yaitu membuka akses bagi semua anak, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, agar mereka dapat mengikuti pendidikan tanpa hambatan.
6. Penguatan nilai-nilai moral dan etika: Sekolah diharapkan mengajarkan nilai-nilai moral, etika, dan kebhinekaan, serta menanamkan sikap toleransi dan saling menghargai antarsiswa.
 Tantangan Penerapan Sekolah Ramah Anak
Meskipun konsep Sekolah Ramah Anak sangat ideal, penerapannya tidak selalu mudah. Berikut beberapa tantangan yang sering dihadapi dalam menerapkan konsep ini:
1. Keterbatasan fasilitas: Tidak semua sekolah memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk memenuhi standar Sekolah Ramah Anak. Beberapa sekolah masih kekurangan ruang kelas yang layak, sanitasi yang memadai, dan fasilitas untuk anak berkebutuhan khusus.
2. Kurangnya pemahaman guru dan staf sekolah: Tidak semua pendidik dan staf sekolah memahami pentingnya menciptakan lingkungan yang ramah anak. Dibutuhkan pelatihan khusus agar guru mampu menangani anak dengan berbagai latar belakang dan kebutuhan.
3. Budaya kekerasan yang masih melekat: Di beberapa tempat, kekerasan, baik verbal maupun fisik, masih dianggap sebagai cara mendisiplinkan siswa. Perubahan pola pikir ini memerlukan waktu dan pendekatan yang berkelanjutan.
4. Minimnya partisipasi orang tua: Orang tua seringkali kurang dilibatkan dalam proses pendidikan di sekolah. Padahal, kerjasama antara sekolah dan orang tua sangat penting untuk mendukung keberhasilan penerapan Sekolah Ramah Anak.