Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagaimana Menanamkan Pentingnya Kesadaran Berliterasi bagi Masyarakat Indonesia?

26 Agustus 2024   14:31 Diperbarui: 26 Agustus 2024   14:34 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara tentang literasi di Indonesia, kenyataannya masih ada tantangan besar yang harus dihadapi. Berdasarkan berbagai survei dan studi, tingkat literasi masyarakat Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain. Hal ini tidak hanya mencakup kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga pemahaman dan analisis informasi yang diperoleh dari berbagai sumber. 

Buruknya literasi ini berdampak luas, mulai dari rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam diskusi publik hingga mudahnya tersebar informasi yang tidak akurat atau hoaks. Kondisi ini menunjukkan perlunya upaya serius untuk meningkatkan kualitas literasi, termasuk melalui pendidikan yang lebih baik, akses yang lebih luas terhadap bahan bacaan yang berkualitas, dan kampanye literasi yang efektif.

Peringkat literasi Indonesia sering menjadi perhatian, terutama dalam konteks global. Berdasarkan data dari beberapa survei internasional, posisi Indonesia dalam hal literasi cenderung berada di peringkat bawah. Misalnya:

  1. PISA (Programme for International Student Assessment) 2018: Indonesia menempati peringkat 72 dari 77 negara dalam kemampuan membaca. PISA mengukur kemampuan membaca, matematika, dan sains pada siswa usia 15 tahun.

  2. EF English Proficiency Index 2022: Indonesia menempati peringkat 81 dari 111 negara, menunjukkan rendahnya tingkat kemahiran berbahasa Inggris sebagai indikator literasi bahasa asing.

  3. Central Connecticut State University (CCSU) World’s Most Literate Nations 2016: Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara. Studi ini menilai literasi berdasarkan berbagai indikator seperti jumlah perpustakaan, surat kabar, dan akses internet.

Data-data ini menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan dalam beberapa aspek, literasi di Indonesia masih memerlukan perhatian serius agar dapat bersaing di kancah global.

Fenomena macetnya filtrasi informasi di kalangan masyarakat Indonesia merupakan masalah yang semakin mengkhawatirkan. Dengan arus informasi yang begitu deras dari berbagai media massa, baik tradisional maupun digital, kemampuan masyarakat untuk menyaring dan memahami informasi menjadi sangat krusial. Sayangnya, rendahnya tingkat literasi di Indonesia berkontribusi pada lemahnya kemampuan masyarakat dalam memilah mana informasi yang valid dan mana yang tidak.

Akibat dari minimnya pemahaman tentang literasi ini, banyak orang mudah terpengaruh oleh berita bohong atau hoaks, informasi yang menyesatkan, dan propaganda yang tersebar luas di media sosial. Selain itu, rendahnya literasi juga membuat masyarakat rentan terhadap manipulasi informasi, yang dapat berdampak buruk pada opini publik dan pengambilan keputusan sehari-hari.

Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya peningkatan literasi di semua lapisan masyarakat, terutama dalam era digital yang penuh dengan informasi yang belum tentu benar. Literasi tidak lagi sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan kritis dalam menganalisis dan menilai informasi yang diterima. Tanpa peningkatan literasi yang signifikan, masyarakat akan terus terjebak dalam kebingungan informasi yang tidak tersaring dengan baik.

Data Sebaran Hoaks dan Minimnya Tingkat Kesadaran Masyarakat Terkait Literasi

(aptika.kominfo.go.id)
(aptika.kominfo.go.id)

Sebaran hoaks di Indonesia telah menjadi isu serius, terutama dengan semakin maraknya penggunaan media sosial. Berikut adalah beberapa data dan contoh kasus hoaks yang pernah viral di Indonesia:

 Data Sebaran Hoaks

1. 2019: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat 1.645 hoaks yang tersebar sepanjang tahun, dengan puncaknya pada bulan April saat Pemilu 2019.

  

2. 2020: Kominfo melaporkan 2.024 hoaks yang terkait dengan pandemi COVID-19. Hoaks yang tersebar mencakup informasi palsu tentang penularan virus, vaksin, hingga kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi.

3. 2021: Menurut laporan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), terdapat peningkatan signifikan pada hoaks terkait vaksinasi COVID-19, dengan ratusan hoaks baru yang tersebar setiap bulannya.

4. 2022: Kominfo mencatat adanya penurunan jumlah hoaks yang diverifikasi menjadi sekitar 700-an kasus, tetapi dengan fokus utama masih pada isu kesehatan dan politik.

 Contoh Kasus Hoaks

1. Hoaks Surat Suara Tercoblos (Pemilu 2019):

   - Konteks: Menjelang Pemilu 2019, beredar video dan foto yang mengklaim adanya surat suara yang sudah tercoblos di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

   - Fakta: Setelah dilakukan investigasi oleh pihak berwenang, informasi tersebut dinyatakan tidak benar. Hoaks ini bertujuan untuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap proses pemilu.

2. Hoaks Chip dalam Vaksin COVID-19 (2020-2021):

   - Konteks: Beredar informasi bahwa vaksin COVID-19 mengandung chip yang digunakan untuk melacak dan mengendalikan masyarakat.

   - Fakta: Hoaks ini dibantah oleh otoritas kesehatan global dan pemerintah. Vaksin COVID-19 tidak mengandung chip apapun; informasi tersebut sengaja disebarkan untuk menakut-nakuti masyarakat agar menolak vaksinasi.

3. Hoaks Penutupan ATM dan Pembekuan Rekening (2019):

   - Konteks: Beredar pesan berantai di media sosial yang menyatakan bahwa pemerintah akan menutup seluruh ATM dan membekukan rekening bank.

   - Fakta: Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan cepat mengklarifikasi bahwa informasi tersebut adalah hoaks dan tidak ada rencana semacam itu.

4. Hoaks Gula Mengandung HIV (2018):

   - Konteks: Beredar pesan berantai yang menyatakan bahwa gula yang diproduksi oleh pabrik tertentu di Indonesia telah terkontaminasi virus HIV.

   - Fakta: Informasi ini sepenuhnya tidak benar. HIV tidak bisa hidup di luar tubuh manusia dalam waktu lama, apalagi dalam produk pangan seperti gula.

 Dampak dan Penanggulangan

Hoaks yang tersebar luas dapat menyebabkan kepanikan, kebingungan, dan bahkan kerugian finansial serta mengganggu ketertiban umum. Upaya penanggulangan yang dilakukan meliputi edukasi literasi digital, peningkatan pengawasan dan penegakan hukum, serta kampanye aktif untuk melawan disinformasi melalui media massa dan media sosial.

Bagaimana menanamkan kesadaran terhadap masyarakat akan pentingnya Literasi?

(kompas.id)
(kompas.id)

Menanamkan kesadaran akan pentingnya literasi di kalangan masyarakat Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil untuk meningkatkan kesadaran literasi:

 1. Pendidikan Literasi Sejak Dini

   - Integrasi dalam Kurikulum: Pendidikan literasi harus dimulai sejak dini, dengan memasukkan materi literasi digital dan kritis ke dalam kurikulum sekolah. Anak-anak harus diajarkan bukan hanya cara membaca dan menulis, tetapi juga bagaimana menganalisis informasi yang mereka dapatkan.

   - Pembelajaran yang Interaktif: Penggunaan metode pembelajaran yang interaktif dan kontekstual dapat membuat siswa lebih memahami pentingnya literasi dalam kehidupan sehari-hari. Ini bisa dilakukan melalui diskusi kelas, proyek penelitian, dan kegiatan membaca yang terstruktur.

 2. Kampanye Publik dan Sosialisasi

   - Kampanye Media Massa: Menggunakan media massa seperti televisi, radio, dan media sosial untuk menyebarkan pesan tentang pentingnya literasi. Kampanye ini bisa mencakup iklan layanan masyarakat, talk show, dan artikel yang mengedukasi tentang literasi.

   - Kampanye di Komunitas: Mengadakan sosialisasi di tingkat komunitas, seperti di kelurahan, desa, dan organisasi masyarakat, untuk memberikan pemahaman tentang literasi. Melibatkan tokoh masyarakat dan influencer lokal bisa membantu memperluas jangkauan kampanye.

 3. Peningkatan Akses ke Bahan Bacaan

   - Perpustakaan dan Pojok Baca: Membangun atau mengembangkan perpustakaan di daerah-daerah, terutama di wilayah terpencil. Selain itu, pojok baca di ruang publik seperti stasiun, terminal, dan pusat perbelanjaan dapat memudahkan akses masyarakat terhadap bahan bacaan.

   - Literasi Digital: Mengembangkan platform digital yang menyediakan akses mudah ke buku, artikel, dan sumber informasi lainnya. Ini bisa berupa aplikasi perpustakaan digital atau kerjasama dengan penyedia konten online.

 4. Pelatihan Literasi untuk Semua Usia

   - Workshop dan Seminar: Mengadakan pelatihan literasi untuk berbagai kelompok usia, dari anak-anak hingga dewasa, termasuk literasi digital, literasi keuangan, dan literasi media. Pelatihan ini bisa dilakukan oleh pemerintah, LSM, atau lembaga pendidikan.

   - Pendidikan Non-Formal: Mendorong kegiatan literasi melalui program-program pendidikan non-formal seperti kelompok belajar, kursus, dan kegiatan literasi di tempat kerja.

 5. Peran Keluarga dan Lingkungan

   - Pembiasaan di Rumah: Orang tua perlu menanamkan kebiasaan membaca dan berdiskusi tentang informasi yang diterima di rumah. Ini bisa dilakukan dengan menyediakan bahan bacaan di rumah dan menghabiskan waktu untuk membaca bersama anak.

   - Lingkungan yang Mendukung: Masyarakat dan lingkungan sekitar harus mendukung kegiatan literasi, seperti dengan mengadakan lomba membaca, diskusi buku, dan kegiatan lainnya yang mempromosikan literasi.

 6. Penegakan Hukum Terhadap Hoaks dan Disinformasi

   - Hukum dan Regulasi: Penegakan hukum terhadap penyebaran hoaks dan disinformasi perlu diperkuat untuk mengurangi dampak negatif dari rendahnya literasi. Pemerintah harus aktif dalam memantau dan menindak tegas penyebar informasi palsu.

   - Edukasi Hukum: Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang konsekuensi hukum dari menyebarkan informasi palsu dan pentingnya memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya.

 7. Kolaborasi antara Pemerintah, Swasta, dan LSM

   - Program Kemitraan: Pemerintah, sektor swasta, dan LSM harus berkolaborasi dalam menjalankan program literasi. Program kemitraan ini bisa berupa penyediaan dana, pelatihan, atau kampanye literasi.

   - CSR Perusahaan: Perusahaan dapat berkontribusi melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berfokus pada peningkatan literasi, seperti mendirikan perpustakaan atau mendukung pendidikan literasi di komunitas.

 8. Penggunaan Teknologi

   - E-Learning dan Aplikasi Literasi: Mengembangkan dan memanfaatkan aplikasi dan platform e-learning yang dapat diakses secara luas oleh masyarakat. Teknologi bisa menjadi alat yang efektif untuk menjangkau lebih banyak orang dengan biaya yang lebih rendah.

   - Penggunaan AI dan Big Data: Teknologi ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan literasi di berbagai daerah dan mengembangkan program yang sesuai.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kesadaran literasi di Indonesia akan meningkat, sehingga masyarakat menjadi lebih kritis, cerdas, dan mampu berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun