Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berorientasi Proses atau Hasil, Mana yang Bagus untuk Arah Pendidikan Indonesia Saat Ini?

20 Agustus 2024   12:00 Diperbarui: 20 Agustus 2024   12:05 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(nasional.tempo.co)

Kebijakan, Kebijaksanaan, dan Kebajikan

Kritik terhadap sesuatu memang sangatlah penting bagi perkembangan diri seseorang. Mau siapapun yang menjadi manusia, di belahan bagian dunia manapun ia menetap, kritik seakan telah menjadi nasihat terbaik untuk diri seseorang dapat berkembang dan belajar dari kekurangan atau kesalahan yang telah dilakukan. 

Nampaknya, hal tersebut pula yang cocok diberikan kepada arah bangsa Indonesia melangkah terutama dari aspek pendidikan. Tentu jika kita melihat di banyak penelitian terkait peringkat negara-negara dalam hal pengetahuan literasi, numerasi, hingga sains, Indonesia masih berada di negara yang rankingnya masih tertinggal.

Ibaratnya, Indonesia kita analogikan sebagai seorang murid nah murid tersebut harus bersekolah di sekolah ternama yang di dalamnya ada pula murid yang pandai seperti dari Amerika Serikat, Singapura, Inggris, Finlandia, Swiss, hingga Jepang yang notabene mereka memiliki kualitas sistem pendidikan yang jauh berada di atas negara kita.

Lebih lanjut, mari kita coba bahas dari awal kurikulum di Indonesia ini mulai diterapkan dalam sistem pendidikan kita. Mulai dari misi menyelesaikan permasalahan buta huruf yang terjadi sejak era kolonialisme atau sebelum kemerdekaan berkumandang, dilanjutkan misi utama yakni menyokong Indonesia di era awal industrial yakni era orde baru, hingga menggalakkan misi menuju generasi Indonesia emas tahun 2045, masalah yang ada dalam bidang pendidikan tak akan pernah ada solusi atau bahkan menunjukkan tanda-tanda selsesai.

Tak cukup sampai di situ, rasa-rasanya hal buruk yang dialami oleh bidang pendidikan kerap diperparah dengan ragam kebijakan yang sering diputuskan secara sembrono. Sebagai contoh akan dimuat dalam ilustrasi berikut ini.

Dalam sejarah pendidikan Indonesia, berbagai kebijakan yang unik atau dianggap nyeleneh telah diambil dari era Orde Lama hingga sekarang. Berikut adalah beberapa contoh kebijakan tersebut:

1. Politik Pendidikan di Era Orde Lama

  • Pendidikan sebagai Alat Politik: Pada era Orde Lama, terutama di bawah pemerintahan Presiden Sukarno, pendidikan sering kali digunakan sebagai alat politik. Pendidikan diarahkan untuk mendukung ideologi yang dianut pemerintah, seperti konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme). Sekolah-sekolah dan universitas diharuskan mengikuti panduan ideologi ini, yang kadang mengakibatkan pembelajaran lebih menekankan pada doktrinasi daripada pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Sistem Wajib Belajar 6 Tahun (Orde Baru)

  • Pemerataan Pendidikan: Pada masa Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, pemerintah menerapkan sistem wajib belajar 6 tahun untuk pendidikan dasar. Meski kebijakan ini bertujuan baik, dalam praktiknya banyak daerah terpencil yang tidak mampu menyediakan sarana pendidikan yang memadai. Akibatnya, ada daerah yang tidak bisa memenuhi kewajiban ini, dan akhirnya banyak anak yang putus sekolah atau terpaksa tidak melanjutkan pendidikan.

3. Ebtanas dan Ujian Nasional (Orde Baru dan Reformasi)

  • Pengukuran Standar Pendidikan Nasional: Ujian Nasional (UN) yang sebelumnya dikenal sebagai Ebtanas, diperkenalkan sebagai alat untuk mengukur standar pendidikan secara nasional. Namun, kebijakan ini sering dikritik karena terlalu menekankan pada ujian sebagai penentu kelulusan, sehingga memicu stres bagi siswa, guru, dan orang tua. Selain itu, ada kasus di mana sekolah dan siswa terpaksa menempuh berbagai cara untuk lulus, termasuk manipulasi nilai dan kecurangan dalam ujian.

4. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum 2013

  • Kurikulum yang Sering Berubah: Pemerintah sering mengganti kurikulum, dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada awal 2000-an hingga Kurikulum 2013 (K13). Setiap pergantian kurikulum membawa perubahan besar dalam metode pengajaran, evaluasi, dan materi pelajaran, yang sering membingungkan guru dan siswa. Pergantian kurikulum yang terlalu cepat tanpa persiapan yang memadai sering kali dianggap tidak efektif.

5. Kebijakan Full Day School (Era Jokowi)

  • Jam Belajar yang Panjang: Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengusulkan kebijakan Full Day School, di mana siswa diharapkan belajar di sekolah hingga sore hari. Kebijakan ini menuai kontroversi karena dinilai tidak memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi sebagian besar masyarakat, terutama di daerah pedesaan, di mana anak-anak sering kali harus membantu orang tua mereka setelah pulang sekolah.

6. Merdeka Belajar dan Kebijakan Tanpa UN (Era Jokowi)

  • Pembebasan dalam Pendidikan: Pada masa Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, diperkenalkan konsep Merdeka Belajar yang bertujuan memberikan kebebasan lebih besar kepada sekolah dan guru dalam mengatur proses pembelajaran. Selain itu, UN ditiadakan dan diganti dengan asesmen kompetensi minimum. Meski konsep ini dianggap progresif, penerapannya masih menuai tantangan di lapangan, terutama terkait kesiapan guru dan infrastruktur.

7. Penghapusan Tugas Sekolah Selama Liburan

  • Libur Bebas dari Tugas: Beberapa sekolah di era sekarang menerapkan kebijakan tidak memberikan tugas sekolah selama liburan. Kebijakan ini ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk menikmati liburan tanpa tekanan akademis. Meski kebijakan ini disambut baik oleh siswa, beberapa orang tua dan guru berpendapat bahwa liburan panjang tanpa tugas bisa membuat siswa malas belajar.

8. Penerapan Zonasi Sekolah

  • Zonasi Penerimaan Siswa Baru: Kebijakan zonasi dalam penerimaan siswa baru diberlakukan untuk mengurangi kesenjangan antara sekolah-sekolah favorit dan non-favorit. Namun, kebijakan ini menimbulkan kontroversi karena dianggap membatasi pilihan siswa untuk memilih sekolah yang diinginkan dan menyebabkan ketidakpuasan di kalangan orang tua.

Dari ragam kebijakan tersebut, suka atau tidak suka tentu tak sedikit yang menyetujuinya akan tetapi tak sedikit pula yang menganggap itu kebijakan yang ngawur namun sesuai dengan zaman dan orang-orang yang hidup di masa kebijakan tersebut dilakukan.

Kemana Arah Pendidikan Indonesia yang Sebenarnya?

Arah pendidikan Indonesia yang sebenarnya adalah membentuk individu yang memiliki kemampuan intelektual, karakter yang baik, serta keterampilan yang relevan untuk menghadapi tantangan global dan perkembangan zaman. Namun, dalam praktiknya, arah pendidikan ini sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kebijakan pemerintah, tuntutan masyarakat, perkembangan teknologi, dan dinamika sosial-ekonomi. Berikut adalah beberapa arah utama yang diharapkan dalam pendidikan Indonesia:

1. Penguatan Karakter dan Nilai-Nilai Pancasila

  • Pendidikan Karakter: Salah satu tujuan utama pendidikan di Indonesia adalah membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga berkarakter kuat. Nilai-nilai Pancasila diharapkan menjadi landasan dalam pendidikan, membentuk siswa yang toleran, berintegritas, dan bertanggung jawab. Program-program seperti Pendidikan Karakter, dan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum, merupakan upaya untuk mencapai arah ini.

2. Pengembangan Keterampilan Abad 21

  • Kreativitas, Kritis, Kolaborasi, dan Komunikasi: Pendidikan Indonesia diarahkan untuk mempersiapkan siswa menghadapi era industri 4.0, di mana keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi menjadi sangat penting. Kurikulum dan metode pembelajaran semakin difokuskan pada pengembangan keterampilan ini, dengan pendekatan pembelajaran yang lebih interaktif, praktis, dan berbasis proyek.

3. Pendidikan yang Inklusif dan Merata

  • Pemerataan Akses dan Kualitas Pendidikan: Salah satu arah utama pendidikan Indonesia adalah memastikan bahwa setiap anak, tanpa memandang latar belakang sosial-ekonomi, geografis, atau disabilitas, memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas. Kebijakan seperti zonasi sekolah dan program afirmasi untuk kelompok kurang mampu adalah contoh upaya untuk mencapai pendidikan yang inklusif dan merata.

4. Pemanfaatan Teknologi dalam Pendidikan

  • Digitalisasi Pendidikan: Dengan perkembangan teknologi, arah pendidikan Indonesia juga bergerak ke arah digitalisasi. Pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran, seperti e-learning, platform digital untuk asesmen, dan penggunaan aplikasi edukasi, menjadi semakin dominan. Pandemi COVID-19 telah mempercepat transformasi ini, di mana pembelajaran jarak jauh menjadi bagian dari norma baru.

5. Pembelajaran Berbasis Kompetensi

  • Merdeka Belajar: Salah satu inisiatif terbaru adalah konsep "Merdeka Belajar" yang diperkenalkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Konsep ini menekankan pada pembelajaran yang lebih fleksibel, di mana siswa dan guru memiliki kebebasan untuk menentukan cara belajar yang paling sesuai. Ini juga mencakup asesmen berbasis kompetensi, yang lebih menekankan pada pemahaman konsep dan kemampuan aplikatif daripada sekadar penguasaan materi.

6. Keterkaitan dengan Dunia Kerja

  • Link and Match: Pendidikan vokasi dan pelatihan keterampilan kerja semakin ditekankan, dengan tujuan agar lulusan pendidikan dapat langsung terserap oleh dunia kerja. Program "link and match" antara sekolah dan industri bertujuan untuk memastikan bahwa kurikulum pendidikan sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

7. Internasionalisasi Pendidikan

  • Globalisasi Pendidikan: Arah pendidikan Indonesia juga mengarah pada internasionalisasi, di mana kualitas pendidikan ditingkatkan agar sesuai dengan standar global. Ini mencakup peningkatan kemampuan bahasa asing, kurikulum yang berorientasi global, dan kerjasama internasional dalam bidang pendidikan.

8. Penguatan Pendidikan Karakter dan Spiritualitas

  • Integrasi Nilai Agama dan Budaya Lokal: Selain pendidikan karakter yang umum, ada juga fokus pada penguatan nilai-nilai spiritual dan budaya lokal dalam pendidikan. Tujuannya adalah untuk membentuk individu yang memiliki identitas nasional yang kuat dan tetap berakar pada nilai-nilai budaya dan agama.

Secara keseluruhan, arah pendidikan Indonesia bercita-cita untuk membentuk generasi yang siap menghadapi tantangan global, namun tetap berakar pada nilai-nilai nasional dan lokal. Namun, tantangan dalam implementasi, seperti kesenjangan kualitas pendidikan, aksesibilitas, dan kesiapan infrastruktur, masih menjadi hambatan yang perlu diatasi untuk mencapai visi ini secara optimal

#SalamLiterasi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun