Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kisah Tragis Runtuhnya Kejayaan Nokia dan Penyebab Ponsel Tipe Symbian Tak Lagi Diminati

4 Agustus 2024   22:41 Diperbarui: 5 Agustus 2024   17:44 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nokia didirikan pada tahun 1865 oleh insinyur pertambangan Fredrik Idestam di Tampere, Finlandia, sebagai sebuah pabrik penggilingan kayu.

Pada tahun 1871, Idestam bermitra dengan Leo Mechelin, dan bersama-sama mereka mendirikan Nokia Company, yang dinamai berdasarkan Sungai Nokianvirta yang mengalir di dekat pabrik kedua mereka.

Pada awalnya, perusahaan ini fokus pada produksi kertas, yang merupakan industri utama Finlandia pada saat itu.

Perubahan besar terjadi pada pertengahan abad ke-20 ketika Nokia mulai melakukan diversifikasi ke berbagai bidang industri.

Pada tahun 1960-an, Nokia mulai terlibat dalam industri elektronik dan telekomunikasi, yang kemudian menjadi fokus utama perusahaan.

Melalui serangkaian akuisisi dan merger, Nokia memperluas operasinya ke dalam produksi kabel, televisi, dan telepon.

Kejayaan Nokia di dunia telekomunikasi dimulai pada tahun 1980-an dan mencapai puncaknya pada tahun 1990-an hingga awal 2000-an.

Nokia menjadi pionir dalam pengembangan teknologi komunikasi mobile dengan meluncurkan serangkaian produk ponsel yang inovatif dan populer.

Pada tahun 1992, Nokia merilis Nokia 1011, ponsel GSM pertama yang diproduksi secara massal.

Keberhasilan produk ini diikuti dengan peluncuran Nokia 3210 pada tahun 1999 dan Nokia 3310 pada tahun 2000, yang keduanya menjadi ikon ponsel masa itu.

Pada puncak kejayaannya, Nokia berhasil menjadi produsen ponsel terbesar di dunia dan memiliki pangsa pasar yang signifikan.

Keberhasilan ini didukung oleh inovasi berkelanjutan, desain yang solid, dan strategi pemasaran yang efektif.

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan persaingan yang semakin ketat, terutama dari smartphone berbasis iOS dan Android, Nokia menghadapi tantangan besar yang akhirnya mempengaruhi dominasinya di pasar ponsel global.

Kolot terhadap Perubahan dan Menganggap Remeh Regenerasi

Keberhasilan Nokia di era puncaknya ternyata tidak berlanjut, terutama karena sikap konservatif perusahaan terhadap perubahan dan regenerasi teknologi. 

Pada awal 2000-an, Nokia masih memimpin pasar ponsel global dengan pangsa pasar yang sangat besar.

Namun, mereka gagal mengantisipasi dan merespons dengan cepat perubahan besar dalam industri teknologi seluler.

Salah satu faktor utama adalah ketidakmampuan Nokia untuk beradaptasi dengan perubahan menuju sistem operasi smartphone yang lebih canggih.

Pada saat itu, Nokia menggunakan sistem operasi Symbian, yang meskipun populer, memiliki keterbatasan dibandingkan dengan sistem operasi baru yang muncul, seperti iOS dari Apple dan Android dari Google.

Meskipun Nokia sempat mencoba mengembangkan platform baru seperti MeeGo, usaha ini terlambat dan tidak mampu bersaing dengan kecepatan inovasi yang ditawarkan oleh para pesaingnya.

Selain itu, Nokia dianggap meremehkan pentingnya regenerasi dan perubahan strategi bisnis.

Kepemimpinan perusahaan tampaknya kurang fleksibel dalam menerima ide-ide baru dan cenderung mempertahankan cara lama yang sudah terbukti berhasil di masa lalu.

Dalam beberapa kasus, ada penolakan internal terhadap perubahan radikal yang diperlukan untuk berkompetisi di pasar yang semakin dinamis.

Budaya perusahaan yang birokratis juga menjadi salah satu kendala. Inovasi sering kali terhambat oleh proses pengambilan keputusan yang lambat dan hierarkis.

Sementara pesaing seperti Apple dan Google bergerak cepat dengan struktur yang lebih ramping dan responsif terhadap perubahan pasar, Nokia tertinggal karena pendekatan yang terlalu konservatif.

Akibat dari semua ini, Nokia kehilangan pangsa pasar secara signifikan dan akhirnya harus menjual divisi ponselnya ke Microsoft pada tahun 2014.

Meskipun Nokia tetap eksis di sektor jaringan telekomunikasi dan teknologi lainnya, era keemasan mereka sebagai pemimpin pasar ponsel tidak pernah kembali.

Kisah Nokia menjadi pelajaran penting tentang pentingnya adaptasi, inovasi, dan regenerasi dalam industri teknologi yang bergerak cepat.

Pada Akhirnya Semua Akan Berakhir dengan Penyesalan

Runtuhnya kejayaan Nokia di era modern adalah akibat dari serangkaian keputusan strategis yang tidak tepat dan ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan dalam industri teknologi.

Berikut ini adalah beberapa faktor utama yang berkontribusi pada akhir perjalanan Nokia sebagai pemimpin pasar ponsel:

1. Kesalahan Strategis dalam Sistem Operasi:

Nokia memutuskan untuk tetap menggunakan sistem operasi Symbian yang mulai tertinggal dari segi fitur dan kinerja dibandingkan dengan sistem operasi baru seperti iOS dan Android.

Meskipun Nokia mencoba mengembangkan platform MeeGo sebagai alternatif, usaha ini datang terlambat dan tidak cukup kompetitif.

Pada tahun 2011, Nokia mengumumkan kemitraan dengan Microsoft untuk menggunakan Windows Phone sebagai sistem operasi utama mereka.

Namun, Windows Phone tidak mampu menarik minat pasar yang signifikan dan mengalami kesulitan bersaing dengan ekosistem aplikasi yang kaya dari iOS dan Android.

2. Keterlambatan dalam Adopsi Teknologi Baru:

Nokia terlalu lama bertahan dengan model ponsel fitur tradisional sementara pasar mulai beralih ke smartphone dengan layar sentuh dan kemampuan komputasi yang lebih canggih. Ketika akhirnya Nokia merilis smartphone layar sentuh, mereka sudah tertinggal jauh dari pesaing.

3. Masalah Manajemen dan Organisasi:

Struktur manajemen yang birokratis dan lamban dalam mengambil keputusan membuat Nokia kesulitan untuk berinovasi dan merespons perubahan pasar dengan cepat. Ada resistensi internal terhadap perubahan, yang memperlambat adaptasi perusahaan terhadap teknologi dan tren baru.

Persaingan yang Ketat:

Apple dengan iPhone dan Google dengan Android berhasil menciptakan ekosistem yang menarik bagi pengembang aplikasi dan pengguna, membuat Nokia kesulitan untuk bersaing. Pengguna lebih memilih platform dengan lebih banyak aplikasi dan fitur yang lebih canggih.

4. Penjualan Divisi Ponsel ke Microsoft:

Pada tahun 2014, setelah berjuang untuk mempertahankan pangsa pasar, Nokia menjual divisi ponselnya ke Microsoft. Namun, meskipun diharapkan akan memberikan dorongan baru, akuisisi ini tidak mampu menyelamatkan bisnis ponsel Nokia.

Microsoft sendiri mengalami kesulitan untuk mengembangkan pangsa pasar Windows Phone dan akhirnya menghentikan produksi ponsel tersebut.

Setelah penjualan divisi ponsel, Nokia mengalihkan fokusnya ke bisnis jaringan telekomunikasi dan teknologi lain. Mereka berhasil tetap relevan di sektor ini, namun kejayaan mereka sebagai raja ponsel telah berakhir.

Kisah runtuhnya Nokia menjadi pelajaran penting tentang pentingnya inovasi, adaptasi, dan keberanian untuk meninggalkan cara lama dalam menghadapi perubahan pasar yang cepat.

#SalamLiterasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun