Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jika Hukuman Fisik seperti Mencubit Sudah Dilarang, Lantas dengan Apa Guru Bisa Memberikan Hukuman Terhadap Kelakuan Anak Zaman Sekarang?

30 Mei 2024   19:01 Diperbarui: 30 Mei 2024   19:21 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://voi.id/bernas/246422/dalam-dunia-pendidikan-guru-boleh-menghukum-murid-tapi-harus-tepat-sasaran)

Proses pendidikan yang baik sejak zaman dulu di Indonesia dipandang sebagai upaya yang melampaui sekadar mentransfer pengetahuan dari guru kepada murid. Guru dalam tradisi pendidikan Indonesia bukan hanya sebagai sumber pengetahuan, tetapi juga sebagai sosok yang memberikan contoh teladan, membimbing, dan menginspirasi peserta didik. Proses ini sering kali dilakukan secara langsung di lingkungan yang sederhana, seperti di bawah pohon besar atau di ruang kelas yang terbuat dari bambu. Guru-guru pada masa lalu mengadopsi pendekatan yang holistik, mencakup aspek moral, etika, serta keterampilan praktis dalam pendidikan siswa. 

Mereka tidak hanya mengajarkan mata pelajaran akademis, tetapi juga nilai-nilai kehidupan, seperti kejujuran, kepedulian, dan semangat gotong royong. Selain itu, proses pendidikan yang baik pada masa lalu juga melibatkan keterlibatan aktif dari orang tua dan masyarakat lokal, yang ikut mendukung dan memperkuat nilai-nilai yang diajarkan oleh guru. Meskipun sarana dan teknologi terbatas, semangat dan dedikasi guru serta komunitas pendidikan pada masa lalu tetap menjadi contoh inspiratif bagi pendidikan di Indonesia hingga saat ini.

Pertanyaan tentang keberadaan hukuman dalam proses pendidikan seringkali menjadi topik yang kompleks dan kontroversial. Beberapa pendapat berpendapat bahwa hukuman dapat menjadi instrumen penting dalam membentuk disiplin dan perilaku yang baik di antara siswa. Dengan adanya hukuman, siswa diharapkan untuk memahami konsekuensi dari tindakan mereka dan belajar untuk bertanggung jawab atas perilaku mereka. Hukuman juga dapat menjadi alat untuk menjaga ketertiban di lingkungan pendidikan.

Namun, pendekatan lain berpendapat bahwa hukuman dalam pendidikan dapat memiliki dampak negatif yang signifikan. Penggunaan hukuman yang keras atau tidak proporsional dapat mengakibatkan trauma psikologis pada siswa dan bahkan dapat menghambat proses belajar mereka. Selain itu, fokus terlalu banyak pada hukuman dapat mengalihkan perhatian dari upaya untuk memahami akar masalah perilaku siswa dan memberikan bimbingan serta dukungan yang mereka butuhkan.

Oleh karena itu, penting bagi pendidik dan pengambil kebijakan pendidikan untuk mempertimbangkan dengan cermat peran dan dampak dari hukuman dalam proses pendidikan. Lebih baik lagi jika pendekatan yang digunakan adalah yang bersifat mendidik dan membangun, dengan menekankan pada pengajaran nilai-nilai positif, memberikan pemahaman tentang konsekuensi dari tindakan, dan memberikan dukungan serta bimbingan yang diperlukan bagi perkembangan siswa secara keseluruhan.

Aturan Tentang Larangan Menghukum Anak Oleh Guru

Di Indonesia, larangan menghukum siswa secara fisik diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan, terutama yang berkaitan dengan hak anak dan pendidikan. Salah satu undang-undang yang mengatur hal ini adalah:

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak:
Pasal 17 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan, pelecehan, eksploitasi, dan diskriminasi, termasuk di dalamnya hukuman fisik.
Pasal 17 ayat (2) UU tersebut melarang keras penggunaan hukuman fisik, perlakuan kejam, dan perlakuan yang merendahkan martabat anak.
Selain itu, aturan terkait larangan hukuman fisik terhadap siswa juga dapat ditemukan dalam peraturan-peraturan pendidikan, seperti:

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah:

Meskipun peraturan ini tidak secara khusus menyebut larangan menghukum fisik, namun di dalamnya diatur tentang perlunya penyelenggaraan pendidikan yang menghormati hak asasi manusia, keadilan, keberagaman, dan demokrasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan:

Pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintah tersebut menegaskan bahwa pendidikan nasional harus menghormati hak asasi manusia, sehingga penggunaan hukuman fisik terhadap siswa dapat dianggap melanggar prinsip tersebut.
Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Karakter:

Dalam upaya mendorong pembentukan karakter positif, hukuman fisik biasanya tidak disarankan. Sebaliknya, pendekatan yang lebih positif seperti penguatan positif dan pembinaan karakter lebih ditekankan.
Dengan demikian, penggunaan hukuman fisik terhadap siswa secara jelas dilarang oleh undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia, sejalan dengan prinsip perlindungan hak anak dan hak asasi manusia.

Ragam Hukuman atau Sanksi yang Bisa Coba Diterapkan Guru dan Memberikan Efek Pembelajaran Terhadap Peserta Didik di Era Pendidikan Saat Ini

Di era pendidikan saat ini, pendekatan yang lebih progresif dan membangun telah menggantikan praktik hukuman fisik yang dulu umum. Berikut adalah beberapa jenis hukuman yang masih relevan dan dapat diterapkan oleh guru dalam pendidikan modern:

1) Refleksi dan Perbaikan Diri:
Meminta siswa untuk merenungkan tindakan mereka dan menyusun rencana perbaikan di masa depan. Pendekatan ini membantu siswa untuk memahami konsekuensi dari tindakan mereka dan mengembangkan tanggung jawab diri.

2) Penugasan Tambahan atau Tugas Khusus:
Mengarahkan siswa untuk menyelesaikan tugas tambahan yang relevan dengan perilaku yang perlu diperbaiki. Misalnya, menyusun esai reflektif atau proyek khusus yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terlibat.

3) Pembatasan Privileges:
Mengurangi atau menghapus priviledge tertentu, seperti izin keluar kelas, kegiatan ekstrakurikuler, atau hak istimewa lainnya, sebagai konsekuensi dari perilaku yang tidak diinginkan.

4) Pengarahan dan Pembimbingan:
Mengadakan sesi pembimbingan atau konseling dengan siswa untuk membahas penyebab dan konsekuensi dari perilaku mereka, serta memberikan arahan untuk perbaikan.

5) Mengakui Dampak Perilaku:
Meminta siswa untuk memahami dampak dari tindakan mereka terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya, serta merumuskan strategi untuk mengatasi dan memperbaiki dampak tersebut.

6) Pemulihan dan Restorasi:
Mendorong siswa yang terlibat dalam konflik atau pelanggaran untuk berpartisipasi dalam proses restoratif, di mana mereka meminta maaf dan berusaha memperbaiki hubungan dengan pihak yang terkena dampak.

7) Pelatihan Keterampilan Sosial dan Emosional:
Memberikan pelatihan keterampilan sosial dan emosional kepada siswa untuk membantu mereka mengatasi konflik, mengelola emosi, dan berkomunikasi secara efektif.

8) Konsistensi dan Jaminan Keadilan:
Menerapkan aturan dan konsekuensi secara konsisten dan adil bagi semua siswa, sehingga siswa merasa bahwa hukuman yang diberikan tidak bersifat sewenang-wenang atau diskriminatif.

9) Kolaborasi dengan Orang Tua:
Melibatkan orang tua dalam proses penyelesaian masalah dan perbaikan perilaku siswa, sehingga upaya pembinaan di sekolah dapat didukung dan diperkuat di rumah.

10) Penguatan Positif:
Memberikan pujian dan penghargaan kepada siswa yang menunjukkan perilaku yang diharapkan, sehingga mendorong pembentukan perilaku positif secara alami.

Dengan menerapkan pendekatan-pendekatan ini, guru dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, mendukung, dan membangun, serta membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial, emosional, dan moral yang kuat.

#SalamLiterasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun